KPU Finalisasi Pemungutan Suara Ulang

KPU Finalisasi Pemungutan Suara Ulang

JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) yakin sudah bisa menutup data pelaporan pemungutan suara ulang. Berdasar data terakhir yang diterima KPU, 590 tempat pemungutan suara (TPS) di 90 kabupaten dan 23 provinsi melaporkan proses pemungutan suara ulang gara-gara surat suara yang tertukar. Komisioner KPU Arief Budiman menyatakan, dari hasil laporan yang masuk, jumlah pemungutan suara ulang di wilayah tersebut mungkin sudah final. Artinya, tidak ada penambahan lagi laporan terkait dengan surat suara tertukar. “Kalau lihat tren laporan, kayaknya tidak bertambah,” ujarnya di kantor KPU, Jakarta, kemarin (11/4). Menurut Arief, batas waktu pemungutan suara ulang adalah 15 April. Namun, ada juga daerah yang kini sudah melakukan pemungutan suara ulang. Batas 15 April ditetapkan karena merupakan hari terakhir rekapitulasi dilakukan di tingkat kelurahan. “Di Jepara (Jawa Tengah) kalau tidak salah sudah menyelenggarakan, menggunakan surat suara yang sudah dicadangkan,” kata Arief. Ketua KPU Husni Kamil Manik menyatakan, KPU akan mengakomodasi daerah yang membutuhkan tambahan anggaran untuk pemungutan suara ulang. Namun, mereka belum mengetahui kebutuhan anggaran yang muncul karena laporan penambahan anggaran berasal dari daerah. “Kami masih minta laporan apakah butuh tambahan anggaran atau tidak,” ujar Husni. Untuk tambahan surat suara, sudah ada cadangan 1.000 surat suara di setiap dapil. Jika jumlah itu mencukupi, kebutuhan penambahan anggaran bisa direduksi dan tidak diperlukan penambahan pencetakan surat suara. “Sudah ada cover tersendiri untuk surat suara lanjutan,” kata Husni. Koordinator Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahudin menuturkan, KPU perlu berhati-hati melangkah dalam mengambil kebijakan pemungutan suara ulang. Sebab, pemungutan suara ulang akibat surat suara tertukar sebetulnya tidak diatur dalam undang-undang. Pemungutan suara ulang hanya bisa dilakukan atas perintah Mahkamah Konstitusi (MK) manakala dalam suatu perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) terbukti ada kecurangan dalam pelaksanaan pemungutan suara atau karena pemilu dilaksanakan secara tidak demokratis. “Kalau kebijakan KPU untuk menggelar pemungutan suara ulang ini dilakukan berdasar freies ermessen atau diskresi, maka harus juga memperhatikan aturan hukum,\" tuturnya. Menurut Said, penetapan pemungutan suara ulang melalui Surat Edaran (SE) KPU Nomor 306/KPU/IV/2014 itu bisa menimbulkan persoalan hukum. Sebab, SE bukan bagian dari peraturan perundang-undangan. Materi muatan SE juga tidak bisa disebut sebagai norma hukum. SE KPU tersebut juga tidak mengikat kepada pemilih, namun hanya berlaku di lingkungan internal KPU. “Karena itu, penetapan pemungutan suara ulang melalui SE KPU 306/2014 berpotensi cacat hukum,” tandasnya. (bay/c9/fat)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: