4 Dosen STAI Al Ihya Raih Gelar Doktor

4 Dosen STAI Al Ihya Raih Gelar Doktor

KUNINGAN - Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Kuningan menambah satu lagi deretan dosen tetapnya yang bergelar doktor. Adalah Dr H Barna Subarna SIP. Pria kelahiran 1952 ini, Minggu (27/4), sukses merengkuh gelar Doktor Ilmu Pendidikan dengan konsentrasi Manajemen Pendidikan dari Universitas Islam Nusantara (Uninus) Bandung. Sebelumnya dari konsetrasi serupa, gelar doktor juga diraih Dr HA Fenny Rahman HS MPd, DR H Edy Riadi MPd dan Dr H Ebon Shobari MPd. Mereka semua adalah dosen tetap STAI Al Ihya Kuningan. Raihan doktor para dosen tetapnya tersebut menjadi pendongkrak kualitas STAI Al Ihya, sekaligus jembatan menuju Universitas Islam Al Ihya Kuningan. Dalam sidangnya, Dr Barna sendiri mampu mempertahankan desertasinya berjudul Manajemen Pembiayaan Pendidikan dalam konteks Program Pendidikan Atas Biaya Pemerintah. Studi deskriptif kualitatif pada SMP di Kabupate Kuningan di hadapan para guru besar dari Uninus dan UPI Bandung sebagai tim penguji. Seluruh pertanyaan dari tim penguji dabat dijawab dengan cerdas dan argumentatif. Sehingga ia lulus dengan predikat sangat memuaskan. Dalam uraiannya Barna memaparkan latar belakang penelitian. Yaitu adanya kontroversi program pendidikan gratis yang dijadikan modal pencitraan para politisi tapi sulit untuk direalisasikan. Sedangkan fokus masalah adalah terjadinya kondisi paradoks dua macam program pemerintah. Yaitu program BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dan program MBS (Manajemen Berbasis Sekolah) yang telah lebih dahulu digulirkan oleh pemerintah. Paradoks terjadi, karena program BOS cenderung menimbulkan ketergantungan pihak satuan pendidikan kepada pemerintah. Di sisi lain program MBS menuntut pihak penyelenggara atau satuan pendidikan untuk bisa mandiri. Karena peserta didik merupakan modal yang terus dikembangkan. Sehingga memberi manfaat kembalian sebagai lulusan yang bermutu. “Tujuan penelitian ini secara umum untuk menemukan dalil pembiayaan pendidikan pada satuan pendidikan,” jelas Dr H Barna Subarna SIP kepada Radar. Metode yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Teknik pengumpulan data berdasarkan hasil, observasi, wawancara dan studi dokumentasi. Temuan hasil penelitian menunjukan bahwa, manajemen pembiayaan pendidikan pada satuan pendidikan SMP di KabupatenKuningan secara formal dilaksanakan sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Selain itu, mengacu kepada visi dan misi sekolah. Kepala sekolah dan pihak terkait lain melakukan pencatatan, perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pertanggungjawaban dan pelaporan keuangan sekolah kepada pihak yang terkait. “Penerimaan dana yang hanya dari pemerintah menjadikan manajemen pembiayaan pendidikan pada satuan pendidikan SMP di Kuningan menjadi kaku, ketergantungan. Akibatnya sekolah termarjinalkan,” tandasnya. Secara khusus, lanjut Dr Barna, hasil penelitian menunjukan kebijakan dan perencanaan masih bersifat top down, penyusunan dan pengesahan RKAS/RAPBS didominasi oleh kebijakan kepala sekolah. Adapun komite sekolah hanya dilibatkan pada pengesahan anggaran yang sudah jadi. Selanjutnya implementasi pembiayaan mengacu kepada pengembangan standar nasional pendidikan dan pengembangan kultur sekolah. Tapi sering terjadi kegiatan tentatif yang mesti dilaksanakan tapi anggarannya tidak tersedia. “Masalah yang dihadapi terutama dalam pembiayaan kegiatan tentatif yang tidak ada anggarannya, prasarana dan sarana yang masih minim, tenaga SDM yang belum profesional. Sehingga pembiayaan tidak tepat sasaran, memungut biaya dari peserta didik dilarang dan kepala sekolah sulit berinovasi,” ungkap dia. Upaya kepala sekolah dalam menanggulangi permasalahan hanya dapat dilakukan melalui pengeluaran dana sesuai skala prioritas dan mencari dana hibah. Pengendalian, evaluasi dan tindaklanjut dilaksanakan secara intern dan ekstern, tapi belum optimal. “Implikasi dari kondisi yang ditemui, bahwa optimalisasi pembiayaan pendidikan belum tercapai. Kebutuhan riil sekolah belum terpenuhi seluruhnya. Begitu dengan partisipasi masyarakat dan orang tua siswa sulit diharapkan. Sehingga program pendidikan gratis sulit diwujudkan,” pungkasnya. (tat)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: