Dedi: Minimnya Dukungan Orang Tua

Dedi: Minimnya Dukungan Orang Tua

KUNINGAN - Pelaksanaan ujian nasional (UN) SMP dan MTs di hari kedua yang mengujikan mata pelajaran Matematika berlangsung lancar dan aman. Panitia sama sekali tidak menemukan adanya kesalahan naskah ujian maupun lainnya yang mengganggu jalannya UN. Seperti hari pertama, siswa SMP dan MTs yang mengikuti UN jumlahnya tetap sama. Adapun ke-39 siswa yang absen mengikuti UN, diberikan kesempatan mengikuti ujian susulan yang akan digelar seminggu kemudian. Sekretaris Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Drs Dedi Supardi MPd menerangkan, secara umum pelaksanaan UN SMP dan MTs di Kabupaten Kuningan dalam kondisi yang tenang dan nyaman. Para siswa sendiri di berbagai sekolah mengerjakan soal ujian dengan tertib dan tidak ada kendala. Jumlah naskah ujian pun sama dengan pesertanya. Karena itu, dia merasa yakin, melihat keseriusan anak didiknya mengerjakan soal ujian nasional, tingkat kelulusan akan tinggi. “Alhamdulillah pelaksanaan UN mata pelajaran Matematika di hari kedua ini berjalan sesuai yang diinginkan. Tidak ada laporan dari sekolah-sekolah menyangkut kekurangan soal ujian. Kami terus memantau ke sekolah-sekolah yang dipakai UN. Memang ada beberapa siswa yang tidak ikut UN, namun mereka diberikan kesempatan ikut ujian susulan. Rencananya, ujian susulan itu digelar minggu depan,” terang mantan kabid pendas disdikpora itu kepada Radar usai monitoring, kemarin (6/5). Berdasarkan data yang ada, sambung Dedi, jumlah daftar peserta UN tahun ini sebanyak 17.058 peserta. Hanya saja ada 39 siswa yang berhalangan mengikuti UN sampai hari kedua pelaksanaan UN. “Ada beberapa penyebab yang membuat para siswa itu tidak hadir saat pelaksanaan ujian. Mayoritas para siswa tersebut berasal dari SMP Terbuka. Namun ada juga yang dari SMP biasa. Data yang kami peroleh, 13 siswa tidak hadir lantaran dalam kondisi sakit, kemudian 3 siswa lainnya izin dan 23 siswa diketahui telah mengundurkan diri. Jumlah yang tidak hadir di hari kedua pun sama seperti hari pertama,” beber Dedi. Menurut Dedi, banyak faktor yang membuat siswa di SMP Terbuka absen mengikuti UN. Kebanyakan, kata Dedi, karena minimnya dukungan orang tua terhadap anaknya. Ini disebabkan pola pikir orang tua yang tidak terlalu memikirkan masa depan pendidikan anaknya. Artinya, dukungan orang tua, berpengaruh terhadap siswa. Termasuk menurutnya, soal mundurnya sejumlah siswa dalam UN. “Perlu diketahui, siswa SMP Terbuka itu kebanyakan merantau ke berbagai kota. Mereka memilih pekerjaan sektor informal di kota besar seperti berdagang. Biasanya mereka diajak orang tuanya atau kerabatnya. Jadi, soal proses kelanjutan pendidikan dasar, mereka kurang memerhatikannya,” ujarnya. Dari pengalaman sebelumnya, lanjut dia, siswa SMP Terbuka di kelas akhir belum tentu mengikuti UN kendati sudah masuk dalam daftar nominatif tetap (DNT). Lima bulan jelang UN, para siswa berangkat ke luar kota untuk mencari penghasilan. Dan mereka kembali pas Hari Raya Idul Fitri. “Itu yang menyebabkan para siswa SMP Terbuka tidak mengikuti UN. Mereka (siswa, red) lebih berpikir mencari uang ketimbang menyelesaikan sekolahnya. Tapi mereka diberi kesempatan untuk ikut ujian susulan. Kalau untuk mengulang, jelas tidak bisa sekarang. Mereka harus mengulang di tahun berikutnya,” ungkap Dedi. Terkait siswa dari SMP negeri dan swasta yang tidak ikut UN karena alasan sakit dan izin, Dedi merasa yakin mereka akan mengikuti ujian susulan. Kondisi ini kerap terjadi setiap pelaksanaan UN. “Tidak ada masalah, toh mereka (siswa, red) bisa ikut ujian susulan. Sementara bagi yang mengundurkan diri harus mengulang di tahun berikutnya,” ujar dia. Pemerintah sendiri, tambah Dedi, sudah menyiapkan berbagai solusi untuk menyukseskan wajib belajar 9 tahun. Siswa yang tidak ikut UN baru ikut belajar selama 8,7 bulan. Masih tersisa lima bulan. “Untuk menyukseskan wajar dikdas 9 tahun, pemerintah sudah menyiapkan tiga solusi. Antara lain siswa bisa ikut di Paket B, SMP Terbuka dan SMP Satu Atap (Satap) yang berada di kecamatan. Toh proses belajar di SMP Terbuka bisa dilakukan di mana saja. Seperti di SD atau gedung serbaguna. Pemerintah sudah menyiapkan semuanya,” jabarnya diamini Kabid Pendas, Drs Suharso MPd. Suharso menambahkan, wajar dikdas 9 tahun itu terdapat penyakitnya yang agak sulit diobati. Ketiga aspek itu adalah faktor ekonomi, geografis, dan budaya. “Untuk soal ekonomi dan geografis sudah bisa diatasi. Satu lagi yang cukup berat yaitu faktor budaya. Di masyarakat terutama di pinggiran, masih kental budaya bahwa lebih baik mencari uang ketimbang melanjutkan sekolah bertahun-tahun. Tak aneh jika kemudian banyak anak lulusan SD yang akhirnya berangkat ke kota besar untuk dagang. Nah, cara pikir itu yang harus kami ubah,” pungkasnya. Terkait dengan kelancaran UN dibuktikan di SMP ITUS yang berlokasi di Desa Peusing, Kecamatan Jalaksana. Di sekolah ini tercatat ada 58 siswa yang ikut UN. Rinciannya, siswa laki laki sebanyak 33 orang dan siswi perempuan 25 orang. Menurut seorang petugas kepolisian yang berjaga di sekolah tersebut, Brigadir Junianto, ada 3 ruang yang digunakan untuk pelaksanaan ujian nasional. “Tidak ada masalah dalam pelaksanaannya. Jumlah naskah ujian sama dengan pesertanya. Tidak ada kendala di lapangan, dan kami terus melakukan pengamanan,” kata Junianto yang tercatat sebagai anggota Polsek Jalaksana. (ags)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: