Anggaran TPG 2015 Bengkak Rp80 Triliun

Anggaran TPG 2015 Bengkak Rp80 Triliun

JAKARTA - Pencairan tunjangan profesi guru (TPG) masih menjadi program prioritas pemerintah tahun depan. Tidak tanggung-tanggung, pemerintah menaikkan anggaran TPG cukup signifikan. Anggaran TPG naik dari Rp 53 triliun pada 2014, menjadi Rp 80 triliun tahun depan. Kenaikan anggaran TPG tersebut disampaikan Dirjen Pendidikan Dasar Kemendikbud Hamid Muhammad. Dia menjelaskan pos anggaran TPG tahun depan terbagi menjadi dua. Yakni dari anggaran yang ditransfer ke daerah Rp 72 triliun dan dari pagu anggaran Kemendikbud Rp 8 triliun. Anggaran TPG yang masuk kategori transfer daerah, dibayarkan untuk guru-guru sasaran berstatus PNS. Besaran TPG disesuaikan dengan gaji pokok terbaru masing-masing guru. Sedangkan anggaran TPG yang ada di pagu anggaran Kemendikbud, dipakai untuk membayar guru swasta (non-PNS). “Anggaran TPG 2015 naik besar sekali. Hampir sama dengan total anggaran Kemendikbud,” jelas Hamid di sela Lokakarya Nasional Kebijakan Pemerataan Guru di Jakarta kemarin. Hamid menuturkan besarnya alokasi anggaran untuk TPG merupakan dampak budgeting dari banyaknya jumlah guru di Indonesia. Mantan Dirjen Pendidikan Menengah Kemendikbud itu mengatakan, versi pemerintah pusat jumlah guru di Indonesia berlebih. Pejabat yang membidangi urusan SD dan SMP itu mengatakan data terkini sebanyak 68 persen sekolah di perkotaan kelebihan guru. Sementara di pedesaan ada 37 persen sekolah kekurangan guru. Sehingga, jika digabungkan Indonesia kelebihan guru. Meski penyebarannya masih terpusat di perkotaan. Khusus untuk jenjang SD saja, Hamid mengatakan jumlah guru hampir 1,6 juta orang. Sebanyak 33 persen atau sekitar 519 ribu di antaranya adalah guru tidak tetap atau guru honorer yang diangkat begitu saja oleh kepala sekolah. “Ada yang tidak sinkron. Pusat selalu bilang guru lebih, sedangkan daerah bilang kekurangan guru,” kata Hamid. Setelah ditelurusi, ternyata jajaran pemda tidak menghitung jumlah guru honorer karena tidak dilaporkan oleh kepala sekolah ke dinas pendidikan setempat. Hamid mengatakan pemerintah pusat tetap menghitung jumlah guru honorer itu, karena mereka merasakan gaji dari dana bantuan operasional sekolah (BOS). Hamid mengatakan Kemendikbud sedang mengatur agar banyaknya jumlah guru ini tidak membebani keuangan negara, tetapi keuangan negara hanya khusus untuk membayar TPG. Caranya adalah dengan menggunakan regulasi baru pencairan TPG. Aturan baru tersebut baru dibahas sekarang dan rencananya diterapkan 2016 nanti. Di antara aturan baru adalah, khusus di wilayah perkotaan, guru harus mengajar minimal 20 siswa yang berhak mendapatkan TPG. “Aturan ini tidak berlaku di desa-desa terpencil,” kata Hamid. Aturan lainnya adalah, TPG hanya diberikan kepada guru yang memenuhi target kinerjanya. Kemendikbud saat ini sedang mematangkan alat pengukuran kinerja guru. Dengan berbasis kinerja ini, bisa jadi bakal banyak guru yang sekarang menerima TPG, tetapi nanti tidak mendapatkannya. Alasannya adalah kinerjanya tidak sesuai dengan ketentuan pemerintah. Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistyo menuturkan, sah-sah saja Kemendikbud membuat regulasi baru untuk pencairan TPG. “Tapi jangan sampai guru merasa menjadi korban kebijakan,” kata dia usai peluncuran buku Pendidikan Untuk Transformasi Bangsa di Jakarta kemarin. Dia menuturkan di kota-kota besar, seperti di Jakarta, ada sekolah yang jumlah siswanya mentok sedikit. “Contohnya di perumahan-perumahan dinas yang penghuninya sepuh-sepuh,” kata Sulistyo. Jika diharuskan mengajar minimal 20 siswa, guru-guru di sekolah yang sedikit muridnya itu akan dirugikan. Sulistyo juga menyorot tudingan bahwa setelah menerima TPG para guru tidak mengalami peningkatan kualitas. Sebagai organisasi profesi, Sulistyo terus mendorong guru penerima TPG untuk meningkatkan kapasitas profesinya. Dia juga meminta Kemendikbud untuk aktif memfasilitas pelatihan-pelatihan guru. (wan/end)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: