Buruk Muka Kampus Dibelah
Oleh Dadang Kusnandar Penulis lepas, tinggal di Cirebon REKTOR baru IAIN Syekh Nurjati Cirebon hampir saja terpilih. Jika hasilnya tidak draw, maka namanya dapat segera dikirim ke Kemenag di Jakarta. Di Kemenag pertimbangan anggota senat yang berisi tiga orang kandidat rektor akan diproses dan dilakukan penilaian lebih lanjut oleh Baperjakat (Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan) dengan aspek penilaian yang lebih luas dan mendalam dari sekedar skor. Hasil penilaian Baperjakat tersebut, yang mungkin saja akan berbeda dengan hasil penilaian skor oleh senat, akan ditetapkan oleh Menteri Agama sebagai rektor baru IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Dari liputan wartawan yang diberitakan beberapa koran lokal digambarkan terjadi dinamika yang positif dalam hal saling mencoba menggolkan calon-calon yang ada yang jumlahnya lima orang, yang secara jumlah dan kualifikasi merupakan sejarah baru dalam pemilihan orang nomor satu di lembaga ini. Hasilnya mengerucut pada dua nama yaitu Prof DR Adang Djumhur MAg dan DR Sumanta MAg dengan skor sama, yaitu 9-9. Dari yang terpilih itu, yang satu adalah senior kampiun yang sudah berpengalaman lama dan selama ini masuk dalam jajaran penting kepemimpinan lembaga ini, dan yang satu lagi orang muda yang sebetulnya sedang memegang kepemimpinan akademik periode berjalan ini. Kelihatannya, yang senior dipilih oleh yang senior, dan yang muda didukung oleh yang muda. Konon karena nilai draw ini, maka tata tertib mengharuskan adanya pemilihan ulang, yang justru berarti terbuka bagi seluruh kandidiat untuk terpilih pada pemilihan ulang pada hari Kamis, tanggal 23 Oktober mendatang. Lepas dari proses yang belum selesai itu, sebetulnya semua kandidat wajib berpikir dan berusaha untuk memajukan dan mengembangkan IAIN Syekh Nurjati sebagai lembaga pendidikan Islam. Karena itu, mungkin bisa mencontoh Jokowi, memikirkan pendamping-pendampingnya. Sebab keberhasilan seorang peminpin dipengaruhi oleh pendamping-pendampingnya. Berkaitan dengan ini, dan melihat hiruk pikuk permasalahan yang terdengar di IAIN selama ini, maka kiranya bisa dipertimbangkan kriteria-kriteria pendamping yang selayaknya disiapkan oleh siapapun yang nantinya diberi amanat untuk menjadi rektor. Satu. Siapkan pendamping yang bukan saja tidak korupsi, tetapi berani melawan korupsi. Penekanan Rektor IAIN Syekh Nurjati sekarang, yang disampaikan dalam acara “penyampaian visi-misi dan program kerja calon rektor” bahwa calon rektor harus berkomitmen untuk tidak melakukan korupsi, menurut saya sebaiknya dipahami tidak hanya untuk calon rektor, melainkan untuk calon pendamping-pendampingnya juga. Memang rektor terpilih dan pembantunya nanti harus dapat meniru perguruan-perguruan tinggi terkemuka, antara lain agar semua pembayaran dialamatkan langsung ke kas negara melalui bank, dan dibebaskan dari segala pungli sehingga orang tua mahasiswa merasa nyaman. Bila perlu menerapkan sistem kuliah tunggal agar orang tua merasa pasti dalam pembayarannya. Dua. Siapkan pendamping yang memiliki reputasi akademik yang unggul. Suara-suara miring seperti “konsultan” tesis, “konsultan” disertasi, “pendampingan” skripsi, “tutorial” PTK, “plagiasi” dengan segala kecanggihannya, “menolong” nilai, “memberi kemudahan” dengan kelas jauh, “merambah” sembarang keilmuan dan keahlian dan seterusnya yang jelas-jelas merusak hakikat kegiatan akademik hendaknya diupayakan tidak lagi didengar di IAIN atau dilakukan oleh orang-orang IAIN. Hanya orang-orang yang kredibel dalam hal ini yang dapat menangkalnya. Tiga. Siapkan pendamping yang totalitas dan unggul dalam bekerja. Di beberapa perguruan tinggi, kemajuan perguruan tinggi terhambat oleh adanya sumberdaya yang tidak total dalam bekerja dan mempersembahkan kerja unggul. Diperguruan tinggi yang baik telah dibiasakan menolak budaya “ngamen”, “meninggalkan jam”, “mengembangkan ilmu” di tempat lain dan seterusnya yang pada intinya menerlantarkan lembaga dan meninggalkan kerja. Pendamping yang totalitas dan memiliki keunggulan akan sangat membantu dalam pengembangan institusi, atau bahkan kunci untuk meraih keunggulan. WIBAWA KAMPUS? Jika korupsi melanda ke dunia pendidikan, apa yang diharapkan kelak bagi lembaga penting sebagai pencetak generasi unggulan itu? Itu sebabnya menyangkut IAIN Syekh Nurjati Cirebon, “kabinet” ke depan harus mempunyai komitmen memberantas korupsi. Pelaporan semua aset kampus ke Kas Negara, sebagaimana dilakukan Rektor IAIN SNJ, mungkin saja positif bagi pemberantasan korupsi. Kepengurusan ke depan IAIN SNJ pun harus memiliki komitmen yang kuat terhadap bidang akademik. Ini penting mengingat masih adanya suara-suara negatif terhadap perilaku akademik beberapa dosen senior, bahkan guru besar. Kampus harus terbebas dari politisasi yang diam-diam dilakukan oleh civitas academicanya sendiri. Masa depan kampus negeri satu-satunya (hingga saat ini) di Cirebon juga ditentukan oleh komitmen kerja yang unggul. Dalam arti seluruh elemen yang terkait dalam aktivitas intelektual itu mampu memperlihatkan kerja yang optimal sehingga mampu menaikkan gengsi kampus. Kerja unggul dengan hasil kerja unggulan sangat mungkin bagi iklim kondusif peningkatan kualitas pendidikan tinggi tersebut. Kerja unggul yang berangkat dari kepentingan lembaga, tak urung mesti disertai dengan dedikasi, etos kerja, maupun integritas intelektual para penghuninya ~di dalamnya termuat etika intelektual. Korupsi yang melanda aktivitis politik boleh dikata hal biasa lantaran sejak diundangkannya pemberantasan korupsi, negara yang bersih dari tindakan korupsi-kolusi-nepostisme (KKN), didirikannya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), negeri kita memasuki fase cukup bagus dalam hal “pengamanan” keuangan negara. Sebaliknya korupsi yang menerpa dunia pendidikan merupakan sebuah kegagalan teramat besar sehingga tidak saja melahirkan ketidakpercayaan masyarakat. Korupsi pada dunia pendidikan harus segera diselesaikan secara tuntas dan menyeluruh, dan terhindar dari pepatah: Buruk Muka Cermin Dibelah. Jargon KPK yang popular, “Kalau Bersih Kenapa Risih”, menitipkan pesan moral yang kuat. Betapa pun hantaman pihak dalam dan luar yang dialamatkan kepada setiap orang yang ditengarai melakukan tindak korupsi, agar tidak merasa risih. Kelak peradilan lah yang membuktikan apakah ia memang seorang koruptor atau pihak yang terkena hasutan sampai diproses sebagaimana layaknya. Koruptor atau bukan sangat tergantung pada keputusan pengadilan. Dengan demikian kampus harus bersih supaya tidak risih. Bersih dari carut marut yang memungkinkan munculnya pertikaian internal. Bersih yang lain ialah bersih dari tindakan koruptif yang memicu kuatnya pertikaian sampai melupakan tugas utamanya, yakni mendidik generasi muda supaya memiliki pemahaman yang terintegrasi dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yakni pertama Pendidikan, kedua Penelitian dan Pengembangan, ketiga Pengabdian Masyarakat. Perguruan tinggi juga dapat mengembangkan model pembangunan yang benar-benar berbasis pada keilmuan dan sumberdaya lokal dalam kerangka sistem nilai budaya bangsa, membangun basis-basis pengembangan keilmuan yang benar-benar relevan dengan kebutuhan masyarakat dalam rangka merespon perubahan global yang sangat dinamis, mengembangkan pusat-pusat pengembangan masyarakat dengan memanfaatkan sumberdaya dan nilai-nilai lokal yang ada, membantu pengembangan kebijakan strategis terhadap legislatif dan eksekutif serta mengontrol implementasi kebijakan-kebijakan tersebut.Perguruan tinggi juga dapat berperan dalam mengembangkan strategi kebudayaan, hal tersebut sangat diperlukan dalam membangun peradaban bangsa, terutama untuk membangun nilai-nilai yang sejalan dengan kemajemukan bangsa agar keberagaman diterima sebagai sebuah kekayaan dan tidak dipertentangkan. Pembangunan peradaban itu sendiri perlu berbasis pada nilai etika dan nilai budaya yang sudah melekat dalam jari diri bangsa. Apa yang bakal terjadi apabila kampus sibuk dengan masalah internal yang tidak produktif. Dan dapatkah Tri Dharma Perguruan Tinggi terwujud seandainya rektor, pembantu rektor, dekan, dosen senior, guru besar, petugas administrasi kampus terus bertikai melakukan pembenaran atas apa yang telah dilakukannya selama ia menjalankan tugas intelektualnya? Pembenaran yang bertolak belakang dengan kerja unggul demi menciptakan perguruan tinggi yang unggul serta menjadi contoh perguruan tinggi di sekitarnya.Sebagai satu-satunya PTN di wilayah Cirebon, seharusnya IAIN SNJ memberikan teladan yang baik dalam hal pengelolaan kampus. Sengkurat kasus yang menimpa lembaga pendidikan tinggi negeri di wilayah Cirebon semoga menjadikan kita kian bijak bahwa membangun kekuatan lembaga dengan segenap daya dukung yang dimiliki akademisinya adalah jauh lebih penting daripada membangun diri atas nama lembaga. Membangun diri hanya berdampak pada diri sendiri dan orang terdekat yang mengitarinya, sementara membangun lembaga akan berdampak langsung bagi seluruh civitas academica yang tergabung di dalam lembaga itu. Satu hal yang mesti diingat pula ialah pentingnya menjaga wibawa kampus. Kewibawaan yang antara lain ditunjukan oleh keinganan kuat menyelesaikan masalah internal tanpa melibatkan pihak eksternal. Artinya semakin sering pembahasan buruk menyoal kampus melalui publikasi media cetak elektronik, pada satu sisi menampilkan wajah buram yang buruk rupa. Sisi buruk itu terjadi mengikuti pepatah lama yang telah dianjarkan para orang tua kita, menepuk air di dulang terpecik muka sendiri. Dengan perkataan lain, insan pendidikan yang memiliki niat kuat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, marilah beranjak dari diri sendiri untuk menyelesaikan segala permasalahan internal dengan menepis dendam dan kesumat. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: