Remaja dan Geng motor

Remaja dan Geng motor

Oleh: Indah Indrimiya Hadi Penulis adalah Mahasiswa FKIP Diksatrasia Unswagati Cirebon SEKUMPULAN orang memiliki hobi bersepeda motor yang membuat kegiatan berkendara sepeda motor secara bersama-sama menjadi kegiatan rutin sekelempok orang tersebut. Baik tujuan konvoi maupun touring dengan sepeda motor yang mereka miliki. Pengertian geng motor ini sebenarnya berawal dari sebuah kecenderungan hobi yang sama dari beberapa orang, namun belakangan geng motor semakin meresahkan masyarakat. Begitupula dengan keresahan masyarakat Cirebon yang terkadang dihantui rasa takut akan keberadaan dan tingkah laku anarkis dan ugal ugalan geng motor. Tidak jarang kita mendengar berita tentang kerusuhan yang terjadi karena ulah geng motor. Seperti diberitakan Radar Cirebon (21/10/2014) sidang perdana dugaan pembunuhan terhadap mahasiswa IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Syukron Maulidi (21), dengan ketiga anggota geng motor GraB on Road (GBR). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2001), geng berarti sebuah kelompok atau gerombolan remaja yang dilatarbelakangi oleh persamaan latar sosial, sekolah, daerah, dan sebagainya. Pelakunya dikenal dengan sebutan gengster. Sebuah kata yang berasal dari bahasa Inggris, gangster. Gangster atau bandit berarti suatu anggota dalam sebuah kelompok kriminal (gerombolan) yang terorganisir dan memiliki kebiasaan urakan dan anti aturan (Wikipedia Dictionary). Konon, di sejumlah negara besar seperti negara Eropa, Asia, hingga Amerika Latin pun geng motor sering kali berulah. Berbeda dengan Indonesia dimana anggota geng motor kebanyakan menggunakan motor bebek, sedangkan di luar negeri mereka memakai motor besar atau disebut dengan moge. Untuk mendanai kelompoknya mereka melakukan kejahatan yang hampir sama yaitu membuat dan mengedarkan narkoba, pesanan pembunuhan, pencucian uang, penjualan senjata api ilegal, pencurian motor, penculikan, hingga perampokan yang pastinya disertai kekerasan. Situasi tersebut pula yang terjadi pada dugaan kasus pembunuhan mahasiswa IAIN. Dengan membawa senjata tajam seperti pedang samurai, batu atau yang lainnya mereka melancarkan aksinya yang memukuli dan melempari mobil-mobil pengendara motor dan pejalan kaki yang menjadi korban hingga adanya korban tewas akibat tindakan anarkis yang mereka perbuat. FAKTOR UTAMA Tindak kekerasan yang sering kali dilakukan oleh geng motor tidak bisa menjadi hal yang dilupakan begitu saja. Banyak faktor yang menyebabkan para remaja bergabung dengan anggota geng motor sehingga pada akhirnya harus melakukan tindakan anarkis. Salah satu faktor itu adalah faktor eksternal yang dipengaruhi oleh lingkungan, baik itu lingkungan keluarga dan masyarakat.Terkait dengan kasus itu adalah budaya populer para anak remaja, bergabung dengan geng motor membuat mereka merasa paling gaul, kuat dan berkuasa, sehingga yang mereka pikir adalah tak akan ada yang berani melawan dan mem-bully. Lingkungan keluarga merupakan pembentuk kepribadian anak yang dimulai sejak dini. Perkembangan psikologis remaja yang tengah mencari jati dirinya sangat labil, tak sedikit remaja yang merasakan minder dengan kondisi fisik, penampilan, maupun latar belakang keluarganya, sehingga perhatian dan kasih sayang keluarga terhadap anaknya haruslah lebih dominan dibanding apapun. Lingkungan masyarakat yang berpengaruh pula terhadap perkembangan seorang anak. Apabila lingkungan masyarakat sekitar baik maka anak akan tumbuh menjadi pribadi yang baik pula. Begitu juga sebaliknya jika lingkungan masyarakat di sekitarnya kurang mendukung untuk masa perkembangan anak menjadi pribadi yang baik maka itu yang menjadi masalah. Maka tak heran jika sekarang banyak kita lihat remaja yang bergabung dengan geng motor yang suka berpesta miras, tidak menghormati orang tua, melakukan tindak kekerasan, hingga melakukan pembunuhan. PENYALURAN MINAT REMAJA Ada beberapa imbauan untuk menyalurkan minat, bakat dan potensi pelajar-pelajar agar tidak terlibat geng motor dan balapan liar. Di antaranya adalah melaksanakan pendataan pelajar-pelajar yang gemar bermotor di jalanan pada setiap sekolah, mendata pelajar-pelajar yang memilki keahlian dalam memodifikasi, memperbaiki dan menghias motor, mendata pelajar-pelajar yang belum cukup umur untuk mendapatkan ijin mengendarai motor. Pelajar-pelajar yang telah terdata tersebut diarahkan untuk menyalurkan minat dan bakatnya dalam kegiatan-kegiatan positif terkait mengendarai motor. Pihak sekolah yang menjadi wadah para siswa untuk mencari ilmu akan berperan sangat penting untuk mengurangi populasi para peserta didik yang tergabung menjadi anggota geng motor dengan memberi pengarahan atau pengetahuan akan dampak negatif geng motor agar mereka tidak sampai tergabung dengan komunitas geng motor yang terkenal brutal dan tidak luput dari tindakan kriminal yang sering kali mereka perbuat. Namun dalam hal ini keluarga dan masyarakat pun tidak luput dari tanggung jawabnya. Keluarga khususnya orang tua yang menjadi akar dari terbentuknya pribadi siswa harus senantiasa mengarahkan anaknya untuk tidak terjerumus dalam pergaulan remaja yang merugikan dirinya senidiri ataupun orang lain. Masyarakat yang berfungsi sebagai sistem sosial seharusnya berperan pula dalam menjaga karakter generasi muda yang nantinya akan menjadi generasi penerus bangsa dan masyarakat itu sendiri. Seluruh pihak yang membimbing remaja mencapai kedewasaannya haruslah membuat remaja percaya kepada diri sendiri. Mereka harus bisa meyakinkan bahwasannya menjadi kuat dan gaul bukan hanya dengan cara masuk di komunitas geng motor, tapi pasti ada cara yang lebih baik dilakukan untuk mencapai kekuatan tersebut. Tentunya apapun bentuk program pengembangan ruang sosial dan fisik bagi komunitas remaja, yang terpenting adalah bagaimana mampu menciptakan kondisi komunitas remaja yang bersahabat dan merasa banyak hal yang dapat dilakukan untuk lingkungan sosialnya sehingga remaja merasakan bahwa apa yang mereka lakukan merupakan buah yang positif. (*)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: