Urun Rembuk (Lagi) Usia Kota Cirebon

Urun Rembuk (Lagi) Usia Kota Cirebon

SETIAP datang tanggal 1 Bulan Muharram pada tiap tahunnya, masyarakat Muslim se-dunia menjadikannya sebagai hari bersejarah dan teristimewa. Karena pada tanggal tersebut di 14 abad yang lalu menjadi tonggak bersejarah akan kemandirian Nabi Muhammad SAW beserta kaum Muslimin dalam segala bidang kehidupan telah tertancap, termasuk dalam bidang mengelola tata pemerintahan yang imun dari segala intervensi asing apalagi aneksasi. Di tanggal 1 Muharram pula, masyarakat Cirebon dari dulu hingga kini menjadikannya tanggal yang bersejarah, teristimewa dan kehadirannya dirayakan secara sukacita dengan berbagai aktivitas sebagai hari jadi Kota Cirebon (Babad Cirebon). Ada dua kebahagiaan sekaligus yang diraih oleh masyarakat Muslim Cirebon di tanggal tersebut. Pertama, hijrah kaum Muslimin generasi pertama ke Madinah yang kemudian diabadikan sebagai Tahun Baru Islam. Kedua, dibukannya Cirebon pertama kali sebagai lahan dakwah penyiaran Islam dan pengembangan masyarakat oleh Ki Somadullah, nama lain dari Pangeran Walangsungsang, setelah mendapat perintah dari gurunya Syekh Nurjati, yang kemudian hari diabadikan sebagai hari lahir Kota Cirebon. 1 Muharram tahun 1436 H yang baru sebulan berlalu telah diperingati oleh masyarakat dan pemerintah Kota Cirebon dengan berbagai kegiatan, di antaranya pementasan wayang, pameran dan drama kolosal dengan tema Bedare Karanggetas. Tak tanggung-tanggung wali kota dan wakil wali kota pun ikut terlibat untuk memeriahkannya sebagai pemeran utama. Kegiatan Cirebon Bersholawat juga dikaitkan dengan hari haul Sunan Gunung Jati dan hari Jadi Kota Cirebon yang ke-645. Ucapan selamat Hari Jadi Kota Cirebon yang ke-645 terpampang di jalan-jalan protokol dan sudut-sudut Kota Cirebon. Melalui tulisan ini penulis sebagai bagian dari masyarakat Cirebon mencoba ikut larut dalam memahami usia Kota Cirebon yang sudah menginjak 645 tahun. Dari mana mulai menghitungnya dan bagaimana cara menghitungnya?. Apapun yang tertulis dalam tulisan ini tak lebih dari sebuah ijtihad yang bisa salah dan juga bisa benar yang kemudian didialogkan oleh segenap masyarakat dan Pemkot Cirebon sebagai upaya mencari kebenaran atau mendekati kebenaran. Di tahun 2014 Kota Cirebon menginjak usia ke-645, berarti untuk mengetahui mulai babad alas Cirebon 2014 dikurangi 645 menjadi 1369 M. Kalau dimulai Tahun 1369 M Cirebon belumlah berbentuk, bahkan tokoh-tokoh yang terlibat dalam pembentukan pedukuhan Cirebon belum pada lahir apalagi melakukan kegiatan babad alas. Mengenai tahun kelahiran Pangeran Walangsungsang yang kelak menjadi tokoh sentral menurut berbagai versi ada yang mengatakan tahun 1419, 1421 ada pula yang mengatakan 1423. Sementara pemeluk Islam pertama di wilayah yang dikenal Cirebon adalah H. Purwo tahun 1377. Historiografi tradisional yang didasarkan pada buku Babad Cirebon yang ditulis oleh Pangeran Sulaiman Sulendraningrat halaman 12 menyebutkan tahun 1445 M Pangeran Walangsungsang bersama istrinya, Nyi Endang Geulis dan adiknya Nyai Rarasantang berguru kepada Syekh Nurjati di Gunung Jati. Beberapa saat kemudian setelah menjadi murid, Pangeran Walangsungsang dianugerahi gelar oleh gurunya Somadullah. Seterusnya oleh gurunya diperintahkan untuk mengembangkan Agama Islam dengan membabad tanah yang semula hutan belukar dan rawa-rawa dijadikan pemukiman pada hari Ahad tanggal 1 Syuro 1445 M/1 Muharram 849 H (Hitungan Asafon). Ketiga-tiganya sementara menginap di rumah kakek tua bernama Ki Gede Alang-Alang yang akhirnya diangkat menjadi anak angkatnya. Hari dan tanggal mulai pembabadan tepatnya hari Ahad Wage 1 Muharram/1 Syuro 1445 M atau 1 Muharram 849 H (waunenwon). (4-4-1445/tahun 1367 Saka). Tahun 849 H dihasilkan dari perhitungan 1445 M – 622 M + 1 X 366 : 355 sama dengan 849 H. Setelah menjadi tanah lapang dan ditanami pohon-pohonan palawija dan sayur-syauran, maka banyak pendatang yang mendatangi tanah tersebu:t karena subur. Ki Gedeng Alang-Alang memberi gelar kepada Somadullah atau Pangeran Walangsungsang dengan Pangeran Cakrabumi dan ketika datang malam hari disuruh mencari ikan, udang dan rebon yang kemudian ditumbuk untuk dibuat trasi dan orang-orang berebut untuk mendapatkannya, (gra age ; jage) dan air blendrangnya disebut Cai Rebon lebih enak rasanya daripada trasi. Ki Patih Pepitu Palimanan bawahan Kerajaan Galuh diutus untuk memeriksa tanah baru tersebut, pada waktu itu baru ada kurang lebih 364 orang (hlm. 13) dan pada saat itu pula diumumkan kepada rakyat pedukuhan baru tersebut oleh Ki Patih Pepitu dengan nama Pedukuhan Cirebon tahun 1447 M / 1369 tahun Saka (851 H Aboge). Dengan Kuwu pertama Ki Gede Alang-Alang. Kalau dihitung dari Pedukuhan Cirebon 2014 M - 1447 M sama dengan 567. Kalau dihitung dari Tahun Hijriyah 1436 H – 851 H sama dengan 585. Kalau disepakati tahun 1445 M sebagai tahun babadyasa Cirebon maka usia Kota Cirebon dihitung secara Masehi adalah sebagai berikut ; 2014 dikurangi 1445 menjadi 569. Berarti usia Kota Cirebon menginjak tahun ke-569. Ada selisih 76 tahun bila dibangdingkan dengan tahun usia 645. Kalau dari Tahun Hijriyah (Babad) ; 1436 H – 849 H ; 587. Kalau dari penetapan hari jadi Pedukuhan Cirebon 1436 H – 851 H ; 585. Wajar bila ada penambahan jumlah usia tahun Hijriyah karena perputarannya lebih cepat selisihnya 18 tahun antara tahun Hijriyah dan Masehi. Kesalahan yang mungkin saja terjadi mengambil tahun pedukuhan 1447 M/1369 Tahun Saka (Tahun Budha Sidharta Goutama) dijadikan awal perhitungan Kota Cirebon yang diambilnya Tahun Saka nya tahun 1369 tetapi ulang tahun nya dihitung dari tahun Masehi 2014 bukan Tahun Saka. Akibatnya ada selisih 78 tahun antara Tahun Masehi dan Tahun Saka. Fakta historis menyebutkan bahwa Syekh Nurjati sebagai konseptor yang beragama Islam sementara pelaksananya adalah Ki Somadullah/Pangeran Walangsungsang dibantu oleh istrinya dan adiknya yang kesemuanya itu sudah beragama Islam, maka sudah sewajarnya hari jadi Kota Cirebon didasarkan pada Tahun Islam yaitu 1 Muharram/1 Suro 849 H(dari Babad Cirebon) dengan demikian usia Kota Cirebon yaitu 1 Muharram 1436 H dikurangi 1 Muharram 849 H sama dengan 587 sementara yang sudah diketahui secara luas oleh masyarakat Cirebon 645 berarti terdapat selisih 58 tahun. Wallahu A’lam bi Showab. (*) *) Penulis adalah Sekretaris Jurusan Sejarah Peradaban Islam IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: