Guru, Menjangkau Masa Depan Indonesia

Guru, Menjangkau Masa Depan Indonesia

Oleh: Uum Heroyati SpdI Penulis adalah penulis buku Menuju Manusia yang Beradab, pengajar di SDIT Sabilul Huda Cirebon SEBAGAIMANA yang sudah dimaklumi, 25 November pada tiap tahunnya diperingati sebagai Hari Guru Nasional (HGN). Ini adalah momentum membangun kesadaran kolektif kebangsaan kita untuk menempatkan guru sebagai sosok yang patut diteladani oleh seluruh elemen bangsa sekaligus membangun kesadaran bagi para guru itu sendiri bahwa pada pundak merekalah masa depan negeri ini dipertaruhkan. Sukses menjadi guru teladan adalah isyarat bernyawanya Indonesia. Sebaliknya, guru yang tercemari perilaku atau tindak tanduk amoral adalah isyarat sakaratnya. JEJAK SEJARAH HGN Sejak masa pra kemerdekaan Indonesia (1912), para pegiat pendidikan di nusantara telah mendirikan organisasi bernama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB). Anggotanya merupakan kalangan Guru Bantu, Guru Desa, Kepala Sekolah, dan Penilik Sekolah yang bekerja di sekolah-sekolah yang ada di tanah air. Kemudian pada 1932, karena kuatnya tekad dan menggeliatnya keinginan untuk merdeka dan mendirikan negara sendiri yang kelak bernama Indonesia, pengurus dan anggota PGHB pun bermufakat untuk mengubah nama organisasi PGHB menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI). Menurut Cicik Novita (2013), usai kemerdekaan 17 Agustus 1945, para pengurus dan anggota PGI menyelenggarakan Kongres Guru Indonesia (KGI) yaitu tepat di 100 hari setelah tanggal kemerdekaan, 24-25 November 1945. Kongres yang berlangsung di Kota Surakarta tersebut diadakan untuk mengikrarkan dukungan para guru untuk NKRI. Saat itu, nama organisasi PGI pun diperbarui lagi menjadi Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Karena jasa dan perjuangan yang telah dilakukan oleh para guru di tanah air, maka Pemerintah RI melalui Kepres No 78 Tahun 1994 menetapkan tanggal berdirinya PGRI sebagai Hari Guru Nasional. Keppres itu juga dimantapkan di UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yang menetapkan tanggal 25 November setiap tahunnya diperingati sebagai HGN, yang kerap diperingati bersamaan dengan ulang tahun PGRI itu sendiri. Dengan demikian dapat dipahami bahwa guru memiliki peran penting dalam melanjutkan sejarah negeri ini. Lalu, bagaimana guru mempersiapkan dirinya dalam menghadapi berbagai tantangan masa depan? BEKAL MENATAP MASA DEPAN Hanry Adam seorang sejarahwan terkemuka pernah mengatakan A teacher effect eternity he cen never tell where his influence stops, seorang guru itu berdampak abadi, ia tidak pernah tahu dimana pengaruhnya itu berhenti. Mengafirmasi Adam, dapat dikatakan bahwa pendidikan tidak akan pernah lepas dari guru. Guru merupakan salah satu unsur pokok pendidikan. Tanpa guru, maka tidak ada pendidikan. Mereka akan terus bereksistensi di atas panggung sejarah manusia dan tidak akan tergerus oleh pergantian zaman, karena pendidikan tidak mungkin pernah berhenti selama planet bumi belum berakhir masanya. Oleh karena perannya yang begitu penting, rasanya tidak berlebihan kalau saya mengatakan bahwa guru, mau tidak mau harus selalu siap dalam menjalankan misi pendidikannya. Untuk menjalankan misi tersebut sekaligus dalam merespon tantangan zaman yang semakin kompleks, maka guru mesti menyiapkan dan membekali diri dengan bekal yang tak sedikit. Di antaranya pertama, bahwa guru harus mau belajar sepanjang hayat. Belajar tidak punya batasan. Gelar keserjanaan sampai orang memperoleh Doktor sekali pun, bukanlah akhir proses belajar bagi seorang guru. Tidak ada istilah ‘pensiun’ dari belajar karena telah merasa cukup dengan apa yang diperolehnya. Dalam konteks Islam bahkan menempatkan semangat mencari ilmu sebagai jihad. Bahkan Rasulullah SAW mengisyaratkan agar kita belajar dari buaian hingga liang lahat (sampai seseorang menemui ajalnya). Kedua, dalam menghadapi tantangan pendidikan, guru juga harus mengikuti perkembangan teori pendidikan dan konsep pembelajaran kontemporer. Seiring dengan perkembangan filsafat ilmu pengetahuan, maka teori-teori pendidikan pun ikut berkembang. Terjadi proses shifting paradigm (pergeseran paradigma) pendidikan yang menawarkan konsep baru pendidikan. Pergeseran paradigma ini harus selalu diikuti oleh guru dalam perjalanan karirnya sebagai pendidik. Paling tidak, guru harus tau bahwa sekarang ini pendidikan Indonesia sedang diarahkan untuk beralih ke pedagogik transformatif seperti yang ditawarkan oleh H.A.R Tilaar, sebagai paradigma pendidikan kontemporer. Sebelumnya pendidikan kita masih berkutat pada pedagogik kritis, bahkan mungkin masih ada yang menganut pedagogik tradisional. Menurut Tilaar (2012) ciri-ciri pedagogik transformatif adalah; 1) pendekatan dalam pedagogik transformatif adalah pendekatan individual partisifatif dalam masyarakat yang berubah, penyadaran dan pengembangan potensi individu dalam kebersamaan bermasyarakat, pendekatan humanisme sosiokultur, dan penggerak kebudayaan; 2) pedagogik transformatif sebagai disiplin ilmu bersifat hermeunetik humanistik pedagogik; 3) Dalam pedagogik transformatif guru adalah mitra pembelajar; 5) peserta didik adalah subjek yang partisifatif antisifatif dalam perubahan sosial; 6) proses pendidikan adalah dialogis partisifatif; 7) kelembagaan pendidikan bersifat dekonstruktor dan rekonstruktor sosial. Inti dari konsep pendidikan yang dikembangkan dalam pedagogik tranformatif adalah pendidikan yang mengupayakan partisipasi semua pemangku kepentingan dalam pendidikan sehingga produk pendidikan yang dihasilkan mampu bereksistensi dalam dinamika sosial, bahkan menjadi pelaku dan penggerak perubahan itu sendiri. Ketiga, guru harus berani, kritis dan kreatif. Ketika ada kebijakan pemerintah yang dianggap merugikan atau setidaknya mengurangi hak guru, maka mereka harus berani menyalurkan aspirasinya. Guru tidak hanya melakukan protes di belakang panggung, tapi mengkritik secara langsung apa adanya. Kritiknya para guru tentu bukan “asal”, tapi mesti dilakukan demi dan dengan cara yang baik juga konstruktif. Kritikan bisa diekspresikan melalui aksi intelektual, baik lisan maupun tulisan. Sederhana saja, pada 2014 ini ada ratusan media cetak dan online yang bersedia menampung tulisan (essay, artikel) siapapun, termasuk para guru. Dalam Undang-undang nomor 14 tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, guru memang dinyatakan memiliki hak untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan nasional. Untuk tujuan ini, guru juga dapat menyampaikan aspirasinya melalui organisasi guru yang ada, seperti Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Forum Serikat Guru Indonesia (FSGI), Serikat Guru Indonesia (SGI), dan organisasi guru lainnya. Keempat, guru harus berakhlak mulia dan menjadi teladan. Menurut Johansyah (2013), keteladanan guru merupakan sebuah keniscaayaan. Menjadi guru cerdas, kritis dan kreatif, tidaklah cukup, tetapi mereka juga harus menjadi sosok yang arif, berwibawa, dan disegani. Guru harus memiliki karakter santun, ramah, sabar, ikhlas, disiplin, tanggung jawab, peduli, serta karakter terpuji lainnya. Guru juga harus menjadi sosok yang kehadirannya dapat membuat bahagia peserta didiknya. Mudah-mudahan para guru tak pernah lelah untuk selalu meningkatkan kualitas dirinya, termasuk kualitas pengajarannya. Sebab pada pundak merekalah masa depan negeri tercinta ini dipertaruhkan. Dengan demikian, guru mesti benar-benar menjadi apa yang disebut oleh Munif Chatib dengan gurunya manusia. Akhirnya, selamat mengambil hikmah Hari PGRI dan Hari Guru Nasional. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: