Jalan-jalan ke Bali Inisiatif Kuwu
Bupati Dukung, Anggaran Bukan dari APBD KUNINGAN – Bupati Hj Utje Ch Suganda MAP membantah jika anggaran untuk kegiatan para kuwu “jalan-jalan” ke Bali berasal dari APBD. Bahkan ia menegaskan, studi banding tersebut merupakan inisiatif para kuwu. Ini ditegaskannya usai menghadiri paripurna DPRD penyampaian PU fraksi terhadap RAPBD 2015, kemarin (27/11). “Mereka punya inisiatif sendiri. Gak ada itu dianggarkan dari APBD, dari mana uangnya?” jawab Utje didampingi Ketua DPRD Rana Suparman SSos dan Kabag Humas Setda, Drs Asep Budi Setiawan MSi saat hendak memasuki mobil dinasnya. Orang nomor satu di Kota Kuda itu meminta agar memaklumi kegiatan bersifat refreshing yang dilaksanakan para kuwu. Sebab mereka pun ingin menyegarkan otak sekaligus menimba ilmu dengan studi banding ke daerah luar. Para kuwu, imbuhnya, memiliki inisiatif sendiri dalam mengadakan kegiatan-kegiatannya. “Kalaupun mereka meminta izin, mungkin mereka takut kalau nanti ada kunjungan. Karena Bunda kan memang suka blusukan,” ujarnya. Utje tidak mengakui hendak menghadiri acara tersebut di Bali, saat ditanya Radar. Justru yang malah menjawab, Ketua DPRD Rana Suparman SSos. “Biar nanti saya yang menghadiri,” kata Rana sambil tersenyum yang sedang berada di samping Utje. Terpisah, Kepala BPMD (Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa), Drs Deniawan MSi melalui Kabid Pemberdayaan Pemdes, Ahmad Faruk MSi memberikan klarifikasi soal “jalan-jalan” ke Bali. Dia menegaskan, agenda tersebut bukan program pemda. Sebab dengan kondisi keuangan seperti sekarang, ia menilai tidak bijak jika mengadakan program ke Bali. “Meski betul kegiatan studi banding yang bertujuan untuk kemaslahatan, tapi ini bukan program pemda. Sebetulnya aspirasi dari para kuwu sudah lama kami tampung. Kita pun jadi berpikir bagaimana caranya, sementara anggaran tidak memungkinkan,” jelas Faruk. Secara kebetulan, pihaknya kedatangan agen travel yang menawarkan sebuah kegiatan studi banding ke Bali. Di benaknya, tawaran tersebut nyambung dengan aspirasi para kuwu. Hingga akhirnya BPMD mencoba untuk memfasilitasi harapan para kuwu. “Setelah kami kedatangan agen travel, kami pun langsung komunikasikan dengan kades dan camat. Tapi untuk biaya dari APBD tidak bisa, karena tidak ada mata anggarannya,” ungkap dia. Sebagai solusi, sambung Faruk, desa memiliki beberapa sumber pendapatan. Salah satunya terdapat ADD (alokasi dana desa), di mana di dalamnya terdapat hak kades dan perangkat desa. Ada pula dana kinerja yang berasal dari provinsi sebesar Rp15 juta, yang mana sekitar Rp3 juta menjadi hak kades. “Nah, uang semacam itu jadi hak kades. Ibaratnya menerima gaji, dipakai untuk apa-apa kan tidak jadi soal. Berarti itu bukan APBD karena sudah menjadi hak kades,” ucapnya. Faruk kembali menegaskan, kegiatan tersebut merupakan inisiatif para kuwu. Kendati demikian, sudah barang tentu tidak akan bulat seratus persen. Artinya, tidak semua kuwu ikut serta. Ia mencontohkan, di Kecamatan Garawangi, dari 13 kuwu hanya 4 kuwu yang bakal ikut. Begitu pula di Kecamatan Cilimus. Bahkan di Kecamatan Kalimanggis, tidak ada seorang pun yang berniat akan ikut. “Jadi untuk peserta studi banding ini belum pasti berapa yang akan ikut serta. Karena tidak ada panitia. Dan kami tegaskan lagi, itu bukan program kita (BPMD, red),” tandasnya. Soal uang yang telah ditransferkan, Faruk mengakui memang ada. Namun transferan uang tersebut merupakan uang tunjangan operasional kades dan bagi hasil pajak retribusi. Besarannya Rp7,5 juta. Terhitung Kamis (27/11), akan menyusul transferan uang kembali dari provinsi senilai Rp15 juta, yakni dana bantuan operasional penyelenggaraan pemdes. “Jadi, agenda studi banding itu merupakan inisiatif para kuwu dan biayanya bukan dari APBD. Kalaupun ada beberapa kuwu tidak berangkat juga gak masalah. Bahkan seluruh kuwu tak berangkat juga gak masalah,” elaknya. Apakah agenda tersebut termasuk janji kampanye Pilkada 2013 silam? Faruk geleng-geleng kepala. Dia menegaskan, kegiatan itu tidak ada kaitannya dengan janji kampanye. Masalah tersebut, imbuh dia, bukan ranah BPMD. Pihaknya hanya sekadar diminta desa untuk memfasilitasi. “Saya kira tidak masalah kalau kita fasilitasi. Sama halnya dengan kasus yang terjadi di Desa Cimara, Kecamatan Mandirancan, pada saat kuwunya hendak mengangkat perangkat desa. Karena terjadi transisi perundang-undangan, maka kita fasilitasi. Begitu juga di Desa Sindangjawa, Kecamatan Cibingbin, saat terjadi konflik pengangkatan kadus. Kita fasilitasi dengan menghadiri meski di hari libur,” paparnya. (ded)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: