Belajar dari Abu Bakar dan Umar

Belajar dari Abu Bakar dan Umar

MASIH tersimpan rapat dalam ingatan kaum Muslimin dialog dua orang sahabat Rasulullah SAW, Abu Bakar RA dan Umar bin Khattab RA sepeninggal Rasulullah SAW dalam masalah kepemimpinan. Umar bin Khattab berkata kepada Abu Bakar, ”Ulurkanlah tanganmu! Aku akan membaiatmu.” Abu Bakar berkata, ”Akulah yang akan membaiatmu.” Umar berkata, ”Kamu lebih utama daripada aku.” Abu Bakar berkata, ”Kamu lebih kuat daripada aku.” Setelah itu, Umar bin Khattab kembali berkata, ”Kekuatanku kupersembahkan untukmu karena keutamaanmu.” Umar benar-benar menjadikan kekuatan (potensi)nya sebagai pendukung Abu Bakar. Seperti itulah seharusnya, semua komponen bangsa ini harus mau belajar dari sikap kenegarawanan yang diteladankan oleh Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Keduanya tidak berebut kekuasaan --apalagi memborong semua unsur pimpinan atau membuat tandingan dalam kepemimpinan-- justru malah saling memberikan kesempatan untuk memimpin. Karena harus ada kememimpinan, maka pada akhirnya Umar membaiat Abu Bakar untuk memimpin, dan Umar bin Khattab sendiri siap mendarmabaktikan seluruh kemampuannya untuk mendukung dan membantu kepemimpinan Abu Bakar. Allahu Akbar. Itulah teladan kenegarawanan yang dicontohkan oleh Abu Bakar RA dan Umar bin Khattab RA yang melegenda dalam sejarah Islam. Oleh karena itu, yang perlu disadari oleh kita dan para pengelola negeri ini adalah tidak ada kesuksesan dalam mengelola suatu negeri tanpa kebersamaan. Kebersamaan antara pemimpin dan yang dipimpin menjadi penentu kekuatan. Ibarat sapu lidi. Alat yang biasa digunakan untuk menyapu. Sapu lidi memiliki nilai filosofis yang mendalam. Jika direnungkan lebih jauh, sapu erat kaitannya dengan kebersamaan yang menimbulkan kekuatan. Betapa sulitnya jika menyapu menggunakan satu batang lidi saja. Tidak hanya kita yang lelah, bisa jadi lidinya pun akan patah. Namun, jika batang-batang lidi itu disatupadukan dan diikat menjadi sapu lidi, maka sampah yang menumpuk pun akan mudah dibersihkan dalam waktu relatif singkat dan kerusakan minimal pada batang lidi akan dapat dihindari. Selain itu, kebersamaan akan dapat melahirkan kemantapan langkah dalam mewujudkan tujuan dan cita-cita bangsa, serta kemampuan dalam mengatasi berbagai permasalahan yang menghadang. Karenanya mustahil kita dapat mengelola bangsa ini menjadi baldatun thayyibatun warabbun ghafur kecuali dengan kebersamaan. Sebaliknya, perpecahan akan dapat mengantarkan kepada kegagalan, kekalahan, kehancuran, kelemahan, sehingga mendatangkan murka dan adzab-Nya. Naudzu billah mindzalik. Maka, waspadalah dengan kesendirian, merasa paling hebat, paling kuat, dan paling mumpuni. Allah SWT berfirman, “Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat.” (QS Ali Imran [3]: 105). Dan Rasulullah SAW pernah mengingatkan akan bahaya perpecahan melalui sabdanya, “Kebersamaan (jamaah) merupakan rahmat dan perpecahan merupakan adzab.” (HR Ahmad). Semoga Allah membimbing kita dan para pengelola bangsa ini untuk senantiasa dalam kebersamaan dalam membangun Indonesia lebih maju dan sejahtera untuk semua menuju baldatun thayyibatun warabbun ghafur. Amin. (*) *) Penulis adalah dosen SETIA Husnul Khotimah dan Universitas Kuningan, Jawa Barat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: