Tak Yakin ke Bali Pakai ADD
KUNINGAN – Sumber dana “jalan-jalan” ke Bali, diakui misterius oleh politisi asal PDIP, Nuzul Rachdy SE. Dia tidak yakin dana yang digunakan ratusan kuwu tersebut berasal dari ADD (alokasi dana desa). Selain itu, dirinya tidak yakin keberangkatan mereka tidak ada yang mengoordinasikan. Politisi asal Manis Kidul Jalaksana tersebut mengestimasikan dana yang dihabiskan untuk “jalan-jalan” ke Bali. Angkanya bisa mencapai sekitar Rp1 miliar jika tiap kuwu mengeluarkan uang Rp2,5 juta. Untuk itu, dirinya tidak yakin dana tersebut bersumber dari ADD. Terlebih para kuwu sendiri pun tidak mengakuinya. “Untuk itu, saya meminta agar pemkab segera memberikan penjelasan yang sejelas-jelasnya dan secara proporsional terkait dari mana sumber anggaran tersebut. Supaya publik ini tidak mempertanyakan,” pinta Zul, kemarin (1/12). Sepengetahuannya, ADD tidak pernah mengalokasikan dana untuk studi banding ke Bali. Bahkan dirinya pun mempertanyakan relevansi Bali dijadikan tujuan studi banding para kuwu. Para kuwu pun merasa keberatan jika dana yang digunakan itu diambil dari ADD. Sebab akan mengurangi proporsi ADD yang seharusnya digunakan untuk membangun desa. “ADD ini kan otoritasnya ada di desa. Jadi tidak mungkin ke Bali menggunakan dana dari ADD, apalagi berbarengan studi banding ke sana. Masa serempak para kepala desa ke Bali kalau tidak ada yang megoordinasikan. Jadi, BPMD juga harus bisa menjelaskan sejelas-jelasnya ke publik, apa urgensinya studi banding ke Bali,” pintanya lagi. Terpisah, Ketua DPRD Rana Suparman SSos menyebutkan, studi banding ke Bali dimaksudkan untuk mempererat hubungan kerja antardesa. Selain membangun kebersamaan, bertujuan pula untuk mencari formulasi dalam menjalankan pemerintahan di desa sepulang dari Bali. “Akan jadi luar biasa saya kira. Ini bukan hiburan saja, tapi membangun kebersamaan dan memperkaya khazanah berpikir. Karena Bali kan daerah wisata, nanti kades akan melihat dan nanya sendiri bagaimana membangun masyarakat yang berkarakteristik wisata, bagaimana masyarakat adat, cara pengelolaan situ, sejarah serta bagaimana mengelola tanah adat,” paparnya. Jangan sampai, lanjut dia, pulang dari Bali cerita Pantai Sanur atau Tanah Lot. Atau malah bercerita bagaimana berenang dan bertemu bule. Menurut Rana, itu bukan esensi dari kegiatan studi banding. Sebaliknya justru para kades bisa menambah wawasan bagaimana penyelenggaraan pemerintahan di Desa Ubud, Jabrana atau desa lainnya. “Kalau anggaran bisa urunan (patungan, red). Karena itu jadi kebutuhan dalam mempersiapkan desa modern yang mengacu pada nilai-nilai tradisi,” ujar Rana sambil menegaskan di APBD tidak ada mata anggaran untuk studi banding para kades. Ia juga membantah keberangkatan ke Bali merupakan janji kampanye. Rana menegaskan, tidak ada kaitannya dengan itu. Melainkan menurutnya, lebih kepada kebutuhan para kuwu. “Ini upaya pemda untuk memberikan referensi lebih banyak ke kades dan camat biar kaya pemahaman atau menambahkan khazanah kekayaan berpikir,” tukasnya. Di tempat lain, Dirut BPR Litawati SE membenarkan transferan uang ke rekening desa. Namun yang didistribusikan oleh BPR ke desa tersebut bukan dana untuk ke Bali. “Ada tiga macam, yaitu dana operasional kades, bagi hasil pajak daerah dan bagi hasil retribusi daerah,” terangnya. Untuk nominal uang didistribusikan, Lita mengaku lupa. “Hilap deui (lupa lagi, red) Pak, semua pakai SK bupati,” jawabnya lagi. Sementara itu, salah seorang kuwu di Kuningan wilayah utara mengaku tidak akan mengikuti studi banding ke Bali. “Saya gak akan ikut, karena sudah dua kali ke Bali sebelum jadi kuwu. Selain itu, kurang bagus juga menurut saya mah meninggalkan masyarakat lama-lama teh,” tutur kuwu yang enggan dikorankan namanya itu. Ditanya sumber dana, pria ini mengaku tidak tahu. Apakah dari ADD? Dia menjawab bukan karena ADD sudah lama cair. Begitu pula apakah dari APBDes yang di dalamnya terdapat operasional kuwu atau tunjangan? “APBDes 2014 mah belum ada tunjangan untuk itu, Kang,” jawabnya. (ded)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: