Kurikulum 2013, Guru dan Pedagogik

Kurikulum 2013, Guru dan Pedagogik

Oleh: Dheni Redhiana SPdSD Kurikulum 2013 terus menuai kontroversi di kalangan praktisi dan pakar pendidikan. Kurikulum yang digadang-gadang sebagai jawaban dari karut-marutnya dunia pendidikan di Indonesia ternyata malah membuat para guru pusing tujuh keliling. Keluhan senantiasa muncul ketika berbicara tentang implementasi Kurikulum 2013 di sekolah, dari mulai penerapan pembelajaran tematik integratif, penilaian yang autentik, bahkan sampai metode saintifiknya, semua tidak luput dari stigma “sulit”. Padahal seminar dan workshop yang berhubungan dengan Kurikulum 2013 rutin dilaksanakan, namun tetap saja menuai keluh kesah dari guru sebagai praktisi pendidikan. Bukan karena mereka malas untuk mengerjakan administrasi pembelajaran. Bukan pula karena mereka sudah tidak berminat mengajar lagi, tetapi banyaknya waktu yang harus para guru ini habiskan. Hanya untuk mengisi format-format yang disediakan dalam Kurikulum 2013 itu yang membuat mereka merasa jengah. Karenanya, tidak menghe­rankan jika wacana peninjauan kem­bali Kurikulum 2013 disam­but dengan gembira seba­gian besar guru. Meski mere­ka mengakui jika secara kon­sep, Kurikulum 2013 me­mang bagus dan ideal, tetapi me­reka mendapatkan kesulitan ketika harus mengembangkan Kurikulum 2013. Banyak dari para guru yang harus bekerja mengisi administrasi, khususnya penilaian siswa, sampai larut malam. Padahal mereka harus menyiapkan pembelajaran untuk esok hari. Alhasil mereka dihadapkan pa­da pilihan, mengisi ha­sil pembelajaran siswa atau menyiapkan rencana pelak­ sanaan pembelajaran (RPP). Kurikulum pada hakikatnya merujuk pada tujuan pendidikan nasional, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Sehingga dalam pengembangan kurikulum harus menitikberatkan pada aspek kecerdasan bangsa. Cerdas yang dimaksud bukan hanya seseorang yang memiliki kepandaian dan keterampilan, tapi memiliki kemauan dan kemampuan memanfaatkan kepandaian dan keterampilan yang mereka miliki untuk menyelesaikan berbagai persoalan dalam kehidupan bermasyarakat. Pengembangan kurikulum harus memerhatikan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yang akan menjadi rambu-rambu atau kaidah-kaidah yang menjiwai kurikulum itu sendiri. Nana Syaodih Sukmadinata (Cahyani, 2012) mengete­ngahkan prinsip-prinsip pe­ngem­bangan kurikulum yang dibagi ke dalam dua kelom­pok. Kelompok pertama ada­lah prinsip-prinsip umum yang terdiri dari relevansi, flek­sibilitas, kontinuitas, praktis, dan efektivitas. Sedangkan yang kedua adalah prinsip-prin­sip khusus yang terdiri atas prinsip berkenaan de­ngan tujuan pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar, prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pelajaran, dan prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian. Secara konseptual, kurikulum merupakan suatu respons pendi­dikan terhadap kebu­tuhan masyarakat dan bang­sa dalam membangun ge­ne­rasi muda bangsanya. Kuri­kulum harus menjamin pem­berdayaan siswa pada se­mua aspek kompetensi, yang memungkinkan siswa siap men­jadi warga masyarakat yang ber­mutu.  Oleh pihak sekolah, pem­berdayaan siswa dilakukan dengan segala cara, menata proses pembelajaran sesuai situasi dan lingkungannya. Jadi, kurikulum diinterpretasikan un­tuk ‘mengorganisasikan’ se­mua pelajaran, aktivitas, dan penga­laman siswa di bawah arahan pihak sekolah, entah di dalam kelas atau di luar kelas. Menjawab pertanyaan tentang bagaimana cara guru untuk mengembangkan Kurikulum 2013 yang begitu ribet ini dalam praktik mendidik anak. Maka ada baiknya kita melihat solusinya dari sudut pandang pedagogic. Karena menurut Syaripudin dan Kurniasih (2009), kegunaan pedagogik bagi pendidik, yaitu pedagogik bertugas untuk mempelajari fenomena pendidikan (situasi pendidikan) untuk sampai membangun suatu pengetahuan sistematis, sehingga diperoleh pemahaman yang jelas megenai objek studinya tersebut. Selain itu pedagogik akan berguna dalam memberikan petunjuk tentang apa yang seharusnya dilaksanakan, sehingga dapat membantu pendidik menghindari kesalahan-kesalahan ilmiah dalam praktik mendidik anak. Pedagogik bersifat normative. Artinya, pedagogik memberikan petunjuk tentang apa yang seharusnya mengenai pribadi dan bertindak seorang pendidik dalam rangka mendidik anak. Sebab itu, pendidik yang mempelajari pedagogik akan dapat mengenal diri sendiri. Ia akan dapat membandingkan mengenai siapa dirinya dibandingkan dengan kriteria ideal pribadi pendidik. Apabila masih terdapat kekurangan atau kesalahan, maka ia akan dapat melakukan koreksi agar menjadi pribadi pendidik yang “sempurna” sesuai kriteria yang ditunjukan dalam teori pedagogik. Kegunaan-kegunaan yang ditawarkan pedagogik inilah yang seharusnya menjadi dasar pertimbangan betapa pentingnya penguasaan pedagogik oleh para guru. Selain itu, ada dua alasan yang lain mengapa pedagogik yang pada dasarnya merupakan sistem teori pendidikan anak merupakan suatu keharusan dalam rangka praktik mendidik anak. Alasan pertama bahwa pedagogik sebagai suatu sistem pengetahuan tentang pendidikan anak diperlukan karena akan menjadi dasar atau landasan dan keberhasilan bagi praktik pendidikan anak. Sementara alasan kedua, manusia memiliki motif untuk mempertanggungjawabkan pendidikan bagi anak-anaknya. Karena itu agar dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, praktik pendidikan anak memerlukan pedagogik sebagai landasannya . Bagaimanapun juga, pengembangan kurikulum akan terhenti jika pengembangan SDM guru tidak dilaksanakan. Kurikulum akan menjadi statis jika sudut pandang guru terhadap mendidik dan mengajar siswa tidak mengalami penyesuaian dengan kondisi kekinian. Guru sebagai pelaksana dan pengembang kurikulum seyogianya dibekali kemampuan untuk menjadikan siswa aktif baik fisik, mental maupun sosial dalam proses pembelajaran. (*) *) Penulis adalah Dosen PGSD Universitas Kuningan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: