Basarnas Duga Sudah Masuk ke Dasar Laut

Basarnas Duga Sudah Masuk ke Dasar Laut

Kemenhub Belum Pastikan Penyebab Pesawat Hilang JAKARTA - Sudah dua hari Pesawat Air Asia Indonesia PK AXC flight number QZ 8501 hilang kontak. Namun, pemerintah masih belum bisa memastikan di mana keberadaan pesawat yang terbang dari Surabaya menuju Singapura itu. Bahkan, pencarian pemerintah pun terbilang sia-sia lantaran belum berhasil bukti penyebab hilangnya maskapai Malaysia tersebut. Kemarin, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menggelar rapat internal membahas hilangnya pesawat AirAsia. Rapat tersebut berlangsung di Gedung Otoritas Bandara Wilayah I Cengkareng. Pertemuan tertutup itu dihadiri Menteri Perhubungan Ignatius Jonan, Plt Dirjen Perhubungan Udara Djoko Murjatmojo, Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Tatang Kurniadi, dan Kepala Basarnas Sulistyo. Tak hanya itu, CEO AirAsia Tony Fernandes turut hadir dalam rapat tersebut. Rapat berlangsung dari pukul 08.00-10.00. Usai rapat, Jonan beserta jajaran Kemenhub langsung menggelar keterangan pada wartawan. Dalam penjelasannya, Mantan Dirut PT Kereta Api Indonesia (KAI) itu mengungkapkan bahwa sampai saat ini tim belum menemukan keberadaan pesawat tersebut. “Kami belum temukan pesawat AirAsia. Namun Basarnas akan terus bekerja di lapangan,” ujarnya. Kemenhub, kata dia, juga meminta bantuan dari pen­jaga laut. Jika para pen­jaga melihat benda mirip pesawat, diharapkan segera meng­gunakan radio pantai untuk menghubungi petugas. Pria asal Surabaya itu menga­takan, untuk pencarian kapal itu, pemerintah sudah menda­patkan bantuan dari negara tetangga. Yakni Singapura mengirimkan tiga kapal serta Malaysia menerjunkan tiga kapal. Bantuan itu merupakan bentuk solidaritas antar negara Asean. Insiden jatuhnya pesawat terbang jenis air bus itu membuat Kemenhub melakukan evaluasi. Ke depan, Jonan mengatakan, pihaknya akan melakukan cek dan preview penerbangan. Di antaranya, dia akan meninjau ulang operasi dan bisnis penerbangan di Indonesia. Hal itu dilakukan untuk meningkatkan safety dalam dunia penerbangan di Indonesia. “Saya janjikan akan melakukan evaluasi operasi dan bisnis penerbangan. Namun saya belum bisa menjelaskan sekarang,” ungkapnya. Senada dengan Jonan, Ketua KNKT Tatang Kurniadi mengatakan sampai kini belum ada tanda-tanda keberadaan pesawat tersebut. Namun dia tetap yakin, pihaknya bisa menemukan pesawat buatan Prancis itu. “Tidak hanya di laut. Kami juga dibantu pesawat dari Singapura dan Australia,” paparnya. Tatang kembali menegaskan bahwa sampai kini belum ada kepastian apakah pesawat itu jatuh di darat atau di laut. Sebab, radar Basarnas belum menerima sinyal yang dipancarkan piranti darurat yang menempel di pesawat yakni Emergency Locator Transmitter (ELT) dan pinger. ELT akan mengirimkan sinyal pada radar jika pesawat mengalami benturan keras. Misalnya menabrak gunung atau bukit. Sedangkan pinger akan mengirimkan bunyi jika pesawat mendarat atau masuk ke dalam air. “Namun sampai kini belum ada tanda-tanda,” ucapnya. Kemungkinan, dua sensor yang ada di dalam pesawat tersebut sudah rusak. Sehingga, ketika terjadi insiden, alat itu tidak bisa mengirimkan sinyal pada radar basarnas. Menang­gapi itu, Tatang mengatakan bahwa sebelum take off, petugas bandara selalu melakukan general chek up. “Saya rasa tidak mungkin,” ucapnya. Sementara itu, CEO Air Asia Tony Fernandes mengatakan pihaknya masih percaya pesawat akan ditemukan. Menurut dia, di balik sebuah ben­cana pasti akan ada keajaib­an. “Saya rasa saya masih yakin bisa ditemukan. Harapan saya seperti itu,” paparnya. Dia berjanji, keluarga korban akan mendapatkan santunan. Tony mengatakan bahwa pihaknya akan memberikan asuransi sesuai yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia. “Jika diperintah kami akan laksanakan,” jelasnya. Menurut informasi yang digali, kecelakaan itu disebab­kan la­lainya pilot dalam me­nerbangkan pesawat. Pasalnya, BMKG sudah menjelaskan bahwa pada jam saat AirAsia terbang, wilayah di sekitar Pontianak sampai Tanjung Pandan banyak berkumpul awan Comulonimbus. Awan pekat itu berbahaya bagi penerbangan. Menanggapi itu, Tony membe­la pilot Iriyanto. Menurut dia, Iriyanto merupakan pilot dengan jam terbang tinggi dan sangat berpengalaman. “Dia mempunyai catatan terbang bagus. Mungkin karena cuaca yang berubah sangat cepat,” kilahnya. Namun, meskipun Tony berkilah, ada beberapa temuan baru yang didapatkan Jawa Pos (Radar Cirebon Group). Di antaranya radar yang selama ini digunakan Air Transport Control (ATC) ternyata tidak mampu melihat cuaca. Yang terlihat hanya pergerakan pesawat. Yang kedua, yaitu sebelum pesawat berangkat, pilot harus meeting dengan ATC. Di dalam pertemuan itu, pilot akan mendapatkan masukan ATC terkait jalur penerbangan dan kondisi cuaca dari BMKG. Selain itu, kurang cepatnya pihak ATC untuk menjawab permintaan pilot. Dikabarkan pada pukul 06.12 pilot sempat berkomunikasi dengan petugas. Iriyanto meminta pesawat berbelok ke kiri sejauh tujuh mil dan naik pada ketinggian 38 ribu kaki. Permintaan pertama langsung diiyakan. Namun permintaan kedua, baru pada pukul 06.14 dijawab. Yang ke empat yaitu, terkait SDM dari ATC yang kurang merespon. Kemungkinan akibat banyaknya pesawat yang dihandle oleh satuorang petugas saat itu. Sebab, pada saat bersamaan ada tujuh pesawat yang melintas di jalur itu. Menyikapi itu, Direktur Air Nav Bambang Tjahjono menolak semua bukti-bukti tersebut. Dia mengakui bahwa radar ATC tidak bisa membaca cuaca buruk. Namun, dia berkilah bahwa pilot sudah mendapatkan gambaran cuaca dari BMKG. Menurut Bambang, radar cuaca berada di pesawat. Sehingga, pilot yang berkuasa penuh mengemudikan pesawat. Jika ada cuaca buruk dia bisa meminta izin pada ATC untuk bergeser ke kiri dan kanan atau naik ke atas atau ke bawah. “Namanya pilot in command. ATC berhak perhatikan permintaan pilot. Namun ATC juga memberitahu bahwa pesawat tidak bisa pindah mendadak lantaran lintasan pesawat padat,” terangnya. Jonan pun menambahkan. Dia mengatakan setiap penerbangan pasti ada flight plan. Di dalam rencana penerbangan itu terdapat data BMKG terkait cuaca. “Jadi kalau ingin tahu detil tanyakan ke BMKG,” paparnya. Senada dengan Bambang, Direktur Safety dan Standar Airnav Wisnu Darjono menje­laskan ATC tidak mempunyai weather radar. Sebab, jika radar ATC digabung dengan radar cuaca, dia mengaku malah membingungkan petugas. “Nanti gambar lintasan pesawat ketumpukan (tertumpuk) sehingga petugas tidak bisa lihat,” ujarnya. Ke depan, Air Nav baru berencana akan memasang radar cuaca pada ATC. Radar cuaca itu tidak digabung, namun diletakkan di layar monitor di samping radar pesawat. “Jadi ke depan petugas juga bisa melihat cuaca,” paparnya. Wisnu melanjutkan, pihaknya membenarkan bahwa kapten pilot tidak hadir dalam rapat persiapan penerbangan. Namun digantikan oleh flight operation officer. Dan pengganti pilot itu yang mengisi flight plan Air Asia dari Surabaya-Singapura. Menurut Wisnu hal itu diperbolehkan oleh aturan internasional. Asal penggantinya mempunyai lisensi sebagai flight operation officer. “Seperti saya. Saya punya lisensi sebagai flight operation officer. Jadi saya bisa mengisi flight plan,” ujarnya. Terkait kurang cepatnya respon petugas ATC, Wisnu juga tidak sepakat. Menurut dia, saat itu pilot disarankan untuk standby dulu. Pasalnya di atas dan di bawah jalur AirAsia ada tujuh pesawat lain yang sedang terbang. Yaitu Garuda Indonesia GIA 500 dari Jakarta-Pontianak ketinggian 35 ribu kaki, Lion Air 320 Jakarta-Pontianak ketinggian 35 ribu kaki, Lion Air 626 jurusan Jakarta-Balikpapan di ketinggian 36 ribu kaki. Selain itu, Uni Arab Emirat Arab 406 Melbourne-Kuala Lumpur ketinggian 36 ribu kaki, AirAsia 502 Denpasar-Singapura 380 feet, Garuda Indonesia GIA 602 dari Jakarta-Manado dengan ketinggian 29 ribu kaki. Yang terakhir AirAsia 550 jurusan Denpasar-Kuala Lumpur 34 ribu kaki. “Jadi petugas harus koordinasi dengan semua pesawat. Gak bisa diputuskan langsung,” jelasnya. Dan mengenai minimnya SDA ATC, Wisnu kurang sependapat. Menurut dia, setiap enam bulan sekali petugas mendapatkan pelatihan. Baik pelatihan navigasi dan pelatihan bahasa Inggris. Selain itu, orang yang bertugas merupakan petugas pilihan. Hal lain, semua komunikasi ATC direkam. “Mereka punya sertifikasi. Kami tidak sembarangan menaruh orang,” paparnya. (aph)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: