Menauladani Konsep Toleransi Dakwah Nabi

Menauladani Konsep Toleransi Dakwah Nabi

Dua belas Rabiul Awwal, tanggal kelahiran Nabi Muhammad SAW menghampiri kita lagi. Banyak suri tauladan yang bisa kita petik dalam mengarungi kehidupan di marcapada ini, di antaranya tentang sifat dan sikap toleransinya. KETIKA Nabi Muhammad SAW duduk bersama para sahabat, muncul seorang pemuda lalu berkata “Izinkanlah saya untuk berzina.” Mendengar perkataan yang biadab itu sahabat-sahabat terperangah dan merasa marah. Namun Nabi Muhammad SAW bersikap tenang dan melayaninya dengan baik. Baginda menyuruh pemuda itu menghampirinya lalu bertanya. “Maukah engkau berzina dengan ibumu?” Pemuda itu menjawab “Tidak!”. Lantas Nabi bersabda “Kalau begitu, orang-orang lain juga tidak suka berbuat jahat kepada ibu-ibu mereka.” Nabi kemudian mengajukan soal kedua, “Sukakah kamu berbuat jahat dengan saudara perempuanmu sendiri? Atau sukakah kamu sekiranya isteri kamu dinodai orang?” Ke semua itu dijawab oleh pemuda itu dengan kata “Tidak!”. Rasulullah SAW kemudian meletakkan tangannya yang mulia ke atas pemuda itu sambil berdoa “Ya Allah, sucikanlah hati pemuda ini. Ampunkanlah dosanya dan peliharalah dia dari melakukan zina.” Sejak peristiwa itu, tiada perkara yang paling dibenci oleh pemuda itu selain zina. Moral dan i’tibar dari peristiwa di atas adalah: sifat berlemah-lembut dan toleransi amat perlu dalam setiap pendakwah. Sifat lemah-lembut kunci bagi kejayaan dakwah. Sifat toleransi merupakan satu rahmat dan pemberian Allah yang bersifat Ar-Rahman dan Ar-Rahim. Perkataan yang kasar dan kecut bukan mendekatkan orang lain kepada kita malah akan menjauhkannya. Dalam sebuah rumus pepatah memesankan, sebelum melakukan sesuatu perkara, tenangkanlah pikiran dan atau bertukar pikiran dulu dengan orang lain. Jauhkan tindakan mengikuti hawa nafsu karena ia datang dari syaitan. Dan, ingatlah syaitan itu ada di raga kita semua yang dalam sekejap bisa muncul dengan tiba-tiba. Kemudian, rumus selanjutnya kemukakanlah soal kepada orang lain walaupun soal itu kemungkinan tidak ada logikanya; sementara orang yang bertanya berikanlah layanan sepatutnya dengan ikhlas. Berikanlah nasihat atau teguran kepada orang yang memerlukan namun teguran itu hendaklah dilakukan dengan ikhlas kerena Allah semata. Semoga orang bisa berkenan dan tidak merasa terhina serta terus menerus menjadi mangsa syaitan. Berdakwah dengan hikmah, lemah-lembut dan penuh toleransi memberikan kesadaran dan keinsafan kepada orang yang didakwahi. Itulah suri tauladan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW lebih dari empat belas abad yang silam. Semoga saja kita semua bisa mengikutinya. Wallohu a’alam. (*) *Penulis, Penyuluh Agama Kemenag Kabupaten Indramayu

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: