Segera Eksekusi Terpidana Mati
Menkum HAM, Jaksa Agung dan Menkopolhukam Buat Keputusan Bersama JAKARTA- Eksekusi terpidana mati yang sempat terhambat oleh keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal pengajuan peninjauan kembali (PK) berkali-kali mulai teratasi. Pasalnya, Menteri Hukum dan HAM (Menkum HAM) Yasonna Laoly, Jaksa Agung H M Prasetyo, serta Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno membuat keputusan bersama agar proses hukum tidak terganggu oleh PK berulang-ulang. Keputusan bersama bertanggal 9 Januari itu terdiri atas tiga poin. Pertama, terpidana mati yang grasinya ditolak oleh presiden akan tetap dieksekusi sesuai dengan peraturan perundangan. Poin kedua, untuk putusan MK soal PK berulang-ulang akan dibuatkan peraturan pelaksana. Misalnya, tata cara pengajuan PK, pengertian novum (bukti baru), dan pembatasan waktu. Poin ketiga, sebelum ada pembuatan peraturan pelaksana, terpidana belum bisa mengajukan PK kedua. Menkum HAM Yasonna Laoly mengatakan, langkah membuat keputusan bersama itu disebabkan adanya kerancuan peraturan Mahkamah Agung yang menyebut PK hanya sekali, tetapi Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan PK bisa diajukan berulang-ulang. “Dengan keputusan bersama ini, semua bisa klir,” ujarnya. Dia menjelaskan, poin pertama keputusan bersama tersebut menjadi jalan bagi eksekusi terpidana mati agar bisa segera dilaksanakan. Sebab, itu tidak terhambat oleh penerjemahan aturan yang bias. Poin kedua ditujukan untuk mencegah pengajuan PK setelah keputusan bersama tersebut dibuat agar tidak ada lagi upaya mengulur-ulur waktu eksekusi. “Kami tentu membuat kepastian hukum dengan keputusan bersama ini,” jelasnya. Jaksa Agung HM Prasetyo mengungkapkan kesiapannya segera mengeksekusi para terpidana mati karena sudah ada dasar hukum yang kuat. Namun, dia belum berani memastikan tanggal pelaksanaan. Sebab, pihaknya harus membuat persiapan terlebih dahulu terkait dengan lokasi eksekusi dan berbagai fasilitas yang lain. “Yang jelas, bulan ini,” ujarnya. Terkait dengan dua terpidana mati di Batam yang telah masuk persidangan PK, Prasetyo menyatakan bahwa semua harus menghormati proses hukum tersebut. itu berarti jaksa akan tetap menunggu hasil akhir persidangan sebelum melakukan eksekusi sesuai dengan putusan akhir. Pakar Hukum Tata Negara Prof Jimly Asshiddiqie yang kemarin juga hadir dalam pertemuan itu menjelaskan, salah satu solusi yang memungkinkan dari persoalan PK adalah penerbitan peraturan pemerintah (PP). Peraturan tersebut akan menjabarkan secara teknis bagaimana pelaksanaan PK lebih dari sekali. Jimly menuturkan, produk putusan MK adalah undang-undang. “Undang-undang yang berubah karena putusan MK,” ujar pria yang juga ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu itu. Karena bentuknya UU, putusan MK mengenai PK lebih dari sekali bisa dijabarkan secara teknis dengan PP. Lantas, bagaimana UU lain yang juga mengatur PK” Jimly mengatakan, itu tinggal mengubah cara membacanya. Salah satu UU yang juga mengatur PK adalah UU Kekuasaan Kehakiman. UU tersebut mengatur PK hanya sekali, namun tidak diujikan. “Dengan adanya putusan MK, cara baca UU Kekuasaan Kehakiman itu PK hanya satu kali, kecuali untuk pidana,” lanjutnya. Jimly menambahkan, polemik Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) sudah tidak perlu lagi diperdebatkan. Sebab, pada dasarnya, SEMA bukan bagian dari perundang-undangan. “SEMA itu petunjuk bagi para hakim. Sedangkan semua hakim itu harus tunduk kepada perundang-undangan,” ujarnya. (idr/byu/c4/fat)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: