Ekonomi Daerah Kuat, Indonesia akan Jaya
SELAMA ini biasanya saya selalu menulis tentang isu nasional. Tapi kini agaknya tiba-tiba saja saya merasakan rindu ingin menulis persoalan lokal, khususnya yang menyangkut ihwal pembangunan daerah. Saya berharap, penulis lain juga punya kerinduan semacam ini. Kita membuat tulisan di media lokal, maka pas kalau mengangkat masalah lokal pula. Media lokal khususnya membahas problem lokal dan senantiasa dipedomani sebagai referensi oleh para pembaca, pengambil kebijakan, serta stake holder lainnya di level lokal itu. Maka pastinya akan bisa jadi lebih menyentuh empati atau kepedulian mereka jika tulisan kita membahas tema atau perkara lokal yang dekat dengan mereka. Pembangunan daerah jelas amat penting diejawantahkan. Kiprah pemerintah daerah relevan dan substansial. Apalagi ketika seiring kemunculan reformasi dewasa ini turut digagaslah ide otonomi daerah. Dalam konteks ini, pemerintah pusat menyerahkan wewenang sepenuhnya kepada pemerintah daerah untuk mengelola sendiri anggaran dan Sumber Daya Alam (SDA) yang ada di daerahnya. Yang mana, hakekatnya semua ditekadkan demi mewujudkan cita-cita kesejahteraan yang kian hakiki dan merata. Wilayah Indonesia sangat luas dan mewah (lihatlah dari Sabang Sampai Merauke!). Bila benar-benar serius dikelola potensinya syahdan betapa sungguhlah memang dapat diandalkan. OTONOMI DAERAH Yang mutlak diperlukan ialah pemerintah daerah yang amanah, cakap, berintegritas, serta konsisten dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab guna menyelenggarakan pembangunan daerah. Otonomi menuntut pemda berpikir kreatif-inovatif membangun ekonomi daerah agar mengurangi kesenjangan. Persekongkolan modal dan kuasa di tingkat lokal menyebabkan banyak pemimpin tak kreatif merancang kebijakan publik dan tidak bisa berbuat banyak menata daerah. Indonesia butuh pemerintahan kuat di daerah supaya bisa menjaga kedaulatan ekonomi dan melindungi rakyat dari eksploitasi. Maka, reposisi peran pemda menjadi proyek urgen. Pemerintahan kuat bukan memerintah dengan tangan besi dan menghambakan dirinya pada imperialisme ekonomi. Pemerintahan kuat adalah dia yang mampu menjaga kedaulatan ekonomi daerah, melindungi warga negara, dan efektif mengelola keuangan daerah untuk kepentingan rakyat (Ferdy Hasiman, 2015). MENYAMBUT MEA Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) diundur penerapannya mulai awal Tahun 2016 nanti. Dengan demikian, sekarang kita masih bisa lega bernafas. Minimal lantaran masih tersedia bentangan waktu yang cukup guna mempersiapkan segalanya. Sampai agar kelak saat datang momentumnya, kita dapat memiliki peran vital serta kompetitif di tengah dahsyatnya arus persaingan pasar ekonomi negara-negara ASEAN tersebut. Kita harus menjadi pemenang dari arena MEA. Selain industri kreatif, salah satu sektor yang mesti terus diperhatikan adalah bagaimana kita memperkuat Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Mari kita lihat data-data berikut bahwa 96% usaha di ASEAN ialah UKM. Sisanya 4% merupakan usaha-usaha kakap yang kerap masuk ke majalah-majalah sekelas Forbes. Kontribusinya bagi penciptaan lapangan kerja juga baik. Sebab, 85% lapangan kerja di ASEAN dari UKM. UKM juga memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian ASEAN. Sebanyak 30-53% PDB ASEAN dari UKM. Sayangnya, kontribusi UKM bagi ekspor ASEAN belum bagus-bagus amat hanya sekitar 19-31% dari total ekspor ASEAN. Namun, kita satu suara bahwa UKM merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi dan pertumbuhan negara-negara ASEAN (Rama Datau Gobel, 2014). Dalam Global Competitiveness Report 2014-2015, Forum Ekonomi Dunia (WEF) menempatkan indeks daya saing Indonesia menduduki peringkat 34 dari 144 negara. Posisi Indonesia bertengger di atas Negara Spanyol (peringkat ke-35), Portugal (level 36), Kuwait (peringkat 40), serta Turki (level 45). Di tingkat ASEAN sendiri, peringkat Indonesia masih dikalahkan Singapura (peringkat 2), Malaysia (level 20), dan Thailand (peringkat ke-31). Penilaian peringkat daya saing global berdasarkan 12 sendi daya saing, yakni manajemen institusi, infrastruktur, kondisi ekonomi makro, kesehatan dan pendidikan dasar, pendidikan tinggi dan pelatihan, efisiensi pasar, efisiensi tenaga kerja, pengembangan pasar keuangan, kesiapan teknologi, ukuran pasar, lingkungan bisnis, serta inovasi. Akhirnya, membangun Indonesia harus dari daerah. Kalau daerah kuat Indonesia bakal kuat dan berjaya. Bila daerah sukses Indonesia akan sukses. Begitupun sebaliknya, jika daerah lemah tak berdaya, Indonesia bakal lemah tak berdaya. Pengalaman kita sebagai bangsa sepanjang waktu kemarin kiranya patut dijadikan pelajaran berharga. Jangan pernah berhenti mencintai Indonesia! Give and do the best! (*) *)Penulis adalah Analis Politik dan Ekonomi; Mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Niaga FISIP Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Cirebon; Mantan Ketua Bidang Komunikasi dan Informasi BEM FISIP Untag Cirebon; Penerima Penghargaan Untag Cirebon Sebagai Mahasiswa Berbakat Menulis.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: