FDR Utuh, Seminggu untuk Analisa

FDR Utuh, Seminggu untuk Analisa

Sampai di Jakarta Black Box Langsung Masuk Lab PANGKALAN BUN- Panglima TNI Jenderal Moeldoko berjalan dengan bangga saat flight data recorder (FDR) AirAsia QZ8501 dibawa prajurit TNI di belakangnya. Bagian dari black box itu akhirnya berhasil diangkat, kemarin. KNKT memperkirakan butuh waktu seminggu untuk membaca perangkat vital tersebut. Tak banyak yang disampaikan Jenderal Moeldoko saat memberikan keterangan kepada pers di Posko Lanud Iskandar Pangkalan Bun. Dia hanya menyampaikan bahwa telah memerintahkan prajuritnya agar terus melakukan pencarian cockpit voice recorder (CVR) dan bagian tubuh pesawat yang diduga masih ada jenazah korban. Selebihnya, Moeldoko menyerahkan Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Tatang Kurniadi untuk menjelaskan detail FDR yang telah dite­mukan. Moeldoko sendiri menjan­jikan mengerahkan prajurit­nya untuk mengevakuasi CVR. Saat ini kondisi perangkat itu ha­nya berjarak sekitar 20 me­ter dari tempat penemuan FDR. Meskipun dekat, namun evakuasi CVR sulit karena posisinya tertindih sayap pesawat. “Saya katakan pada mereka bahwa pencarian belum usai, karena masih ada CVR dan bodi yang kemungkinan tertinggal banyak korban,” ujarnya. Untuk mendukung upaya tersebut, Moeldoko mengerahkan 81 divers yang siap di sejumlah kapal. “CVR itu kan mampu menghantarkan sinyal hingga 30 hari, jadi kita punya waktu tinggal 15 hari lagi,” ujar Moeldoko. Dia yakin sebelum batas waktu itu habis, tim penyelam gabungan TNI AL sudah berhasil mengevakuasi CVR ke daratan. Saat menyerahkan FDR ke KNKT di KRI Banda Aceh, Moeldoko menyempatkan menyalami sekitar 20-an personel penyelam. Dia lantas menyerahkan apresiasi berupa uang tunai setebal 15 sentimeter yang dibungkus tas kertas jinjing motif batik warna coklat. FDR ditemukan di antara puing-puing bagian bawah sirip ekor. Jaraknya 1,7 nautical mil barat lokasi ekor pesawat yang diangkat Sabtu (10/1). Empat tim penyelam diturunkan bergantian mengevakuasi FDR. Nah setelah ditemukan Moeldoko menyerahkan pada Tatang di KRI Banda Aceh. Setelah penyerahan itu Moeldoko kembali ke Lanud Pangkalan Bun untuk kembali memperlihatkan FDR yang didapat prajuritnya. Setelah dilihatkan dalam kotak kaca berisi air tawar di hadapan media, FDR itu langsung dibawa rombongan Panglima dan KNKT ke Jakarta menggunakan Boeing 737 milik TNI AU. Untuk memastikan keamanan, sesampai di Lanud Halim Perdanakusuma pengawalan tetap dilakukan TNI hingga kantor KNKT di Jalan Medan Merdeka Timur. Sebelumnya, Moeldoko juga mengaku tengah menyiapkan skenario pengangkatan bodi pesawat. Hal itu perlu dilakukan untuk mendapatkan jenazah korban yang diduga kuat masih tertinggal di bodi. “Bodi ini kan bagian besar dan panjang, tidak seperti ekor. Jadi apa bisa dilakukan dengan cara manual seperti kemarin atau butuh crane yang lebih besar,” ujarnya. Sementara Ketua KNKT, Tatang Kurniadi, memastikan FDR AirAsia sudah ditemukan. “Setelah melihat nomor seri dan plat numbernya, saya pastikan ini FDR milik AirAsia QZ8501,” ujar Tatang Kurniadi. Serial Number yang dimaksud adalah S/N 000556583, sedangkan plat num­bernya P/N 2100-4043-02. Perangkat itu ditemukan para penyelam Dinas Penyelaman Bawah Air (Dislambair) di Kapal Negara (KN) Jadayat, antara lain Kapten Syaiful, Pelda Bambang, Sertu Rozak dan Kopda Edi Susilo. Penemuan dilaporkan pukul 07.10. Setelah ditemukan, Tatang memerintahkan proses pemindahan FDR dari KN Jadayat ke KRI Banda Aceh dikawal dua orang dari KNKT dan Kemenhub. “Saya berterima kasih pada tim yang bisa menemukan benda ini dalam waktu dua minggu,” ujar Tatang. Tatang mengatakan FDR yang ditemukan itu masih dalam kondisi bagus. “Secara fisik masih bagus, namun tergantung juga dengan memori yang ada di dalamnya. Untuk itu sesampai di Jakarta akan kita lihat di laboratorium,” ujarnya. Umumnya jika fisik luar kondisinya masih baik, memori FDR dan CVR (cockpit voice recorder) juga bagus. Sebab perangkat itu mampu menahan benturan hingga 2000 G (gaya tarik bumi) dan tahan panas hingga 1200 derajat celcius dalam waktu 30 menit. Investigator KNKT yang stand by di Posko Pangkalan Bun, Nurcahyo Utomo, juga memperkirakan kondisi FDR masih bagus. Dengan kondisi itu dibutuhkan waktu sekitar satu minggu untuk membaca memori di dalamnya. Waktu tersebut dibutuhkan untuk memastikan FDR tidak bermasalah ketika disambungkan dengan kelistrikan. “Yang perlu kita lakukan mengecek sambungan kabel dan merapikan yang penyok-penyok agar tidak ada masalah saat mengembalikan kondisi yang disambungkan ke listrik,” terangnya. Menurut Nurcahyo dengan berbekal FDR itu investigasi bisa dilakukan namun lebih sempurna jika CVR juga berhasil dite­mukan. “Jadi kita bisa pa­dukan antara data flight dan perca­kapan pilot, co pilot, dan flight attendant,” jelasnya. De­ngan ditemukannya FDR dan CVR, KNKT juga bisa mem­buat animasi terjadinya kecelakaan. Sementara untuk evakuasi CVR sendiri kemungkinan mulai dilakukan hari ini. Dirops Basarnas Marsma SB Supriyadi menjelaskan skenario pengangkatan mungkin meng­gunakan floating bag berkekuatan besar untuk mengangkat sayap pesawat. Pasalnya posisi CVR itu tertindih bagian pesawat yang sangat berat. LANGSUNG MASUK LAB KNKT langsung membawa FDR ke Jakarta. Tepat pada pukul 18.30, piranti yang bisa menangkap suara percakapan pilot di pesawat itu sampai di kantor KNKT. Empat petugas KNKT terlihat membawa flight recorder yang dimasukkan ke dalam kotak plastik warna hitam. Petugas sempat memperlihatkan kotak hitam pada para wartawan. Setelah itu, petugas lang­sung me­masukkanya ke labo­ratorium. Setelah itu, labo­ratorium itu dikunci dan di pintu diberi pita kuning mirip garis polisi. Pita kuning itu bertuliskan dalam proses investigasi KNKT. Selain itu, laboratotium yang terletak di lantai tiga itu dijaga oleh se­kuriti. Hanya orang ter­tentu yang bisa masuk ke dalam la­boratorium. Seperti investigator dan perwakilan negara lain. Seperti KNKT dari Prancis. Kepala Sub Komite Investigasi Udara Masruri mengatakan bahwa secara visual kondisi black box bagus. “Saya lihat bagus,” ujarnya. Masruri mengaku, berdasarkan pengalaman, jika black box dalam kondisi bagus dipastikan di dalamnya juga bagus. Artinya kotak hitam masih terjaga baik meskipun ada kecelakaan. “Pengalaman kami seperti itu,” ujarnya. Ketika ditanya berapa waktu yang dibutuhkan untuk menganalisis black box, Masruri tidak bisa memastikan. Dia membandingkan dengan black box pesawat Sukhoi Superjet 100 yang jatuh di Gunung Salak, Bogor. Saat itu tim KNKT bisa menyelesaikan investigasi selama tujuh bulan. “Jadi tidak bisa memastikan. Namun kami optimis bisa menyelesaikan dengan cepat,” jelasnya. Masruri optimis investigasi akan cepat. Sebab, saat ini tim KNKT dari Prancis sudah datang. Menurut dia bantuan Prancis sangat diharapkan karena AirAsia QZ8501 merupakan pesawat jenis Air Bus yang dibuat di negara lahirnya Napoleon Boneparte itu. “Sehinngga jika kami ingin data terkait Air Bus mereka harus sediakan,” jelasnya. Sementara itu, Ketua Tim Investigasi AirAsia QZ8501 Mardjono Siswosuarno menjelaskan hari ini akan dimulai investigasi. Namun, tim KNKT tidak akan langsung membuka black box tersebut. Mereka akan berbincang dengan tim KNKT Prancis dan beberapa perwakilan negara lain. “Perbincangan kami mulai pukul 09.00 di laboratorium. Ya tentang black box dan bagaimana nanti membacanya,” ujarnya. Setelah selesai diskusi, dosen ITB itu mengatakan, tim akan membuka black box. Dilanjutkan dengan membersihkan dan mengeringkanya. Setelah itu, baru proses pembacaan black box dimulai. Mardjono mengatakan, untuk membaca black box tidak lantas langsung didengarkan semua percakapan. Namun, tim harus men-download data yang terekam di dalam kotak hitam terlebih dulu. Proses download bisa memakan waktu berhari-hari. Pasalnya flight recorder itu tidak hanya membaca percakapan pada satu penerbangan saja. “Kemungkinan ada 24 data penerbangan. Jadi bisa berjam-jam men-download” ujarnya. Usai download, masih ada lagi. Data yang diunduh tadi masih berupa bilangan biner. Atau bentuknya anggka-angka. Sehingga tim harus mengolahnya dengan software. Setelah itu, data akan disajikan dalam bentuk tabel atau grafis dengan 1200 parameter. Parameter yang dimaksud yakni tinggi terbang pesawat, kecepatan terbang, arah terbang, sikap pesawat saat terbang, dan G Force. “Nantinya akan dimodelkan. Jadi kami suguhkan percakapan dan ada gambar pesawat. Ketika percakapan ini posisi pesawat seperti apa bisa terlihat,” jelasnya. Mardjono mengaku, meskipun hanya FDR yang di dapatkan, tim masih bisa bekerja. Pasalnya data pendukung yang lain bisa mereka dapatkan dari Prancis atau pabrik pembuat spare part Air Bus. Dia mengaku di dalam menelitik kecelakaan pesawat harus mempertimbangkan negara tempat terjadinya kecelakaan, negara pembuat pesawat dan dimana spare part pesawat itu dibuat. “Itu data-data yang bisa di dapatkan tanpa menunggu CVR,” jelasnya. Tak hanya itu, tim juga akan mencari data pilot. Dari mana dia berasal sampai riwayat pener­bangannya. Selain itu berapa kali pilot melakukan training juga akan diteliti. “Karena kami butuh banyak untuk memastikan penyebab jatuhnya pesawat,” ujarnya. Namun, dia berharap CVR dapat segera ditemukan. Sebab, jika dua piranti yang ada di da­lam black box itu bisa ditemu­kan maka penyidikan akan bertambah cepat. (gun/sep/riq/aph/bil)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: