Save Polri Save Indonesia

Save Polri Save Indonesia

Oleh : Verry Wahyudi   Di tengah pencalonannya sebagai Kapolri, Komisaris Jenderal Budi Gunawan ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ini amat mengejutkan dan memprihatinkan, serta pastinya semakin mempertebal pesimisme. Sebeginikah susahnya mencari pejabat publik ideal di negeri ini? Bahkan, beberapa waktu lalu, ketika Presiden Jokowi hendak membentuk kabinet, ia harus terlebih dahulu meminta catatan dari KPK dan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan). Sebagai responnya, KPK lantas memberikan tanda merah dan kuning bagi mereka yang konon terindikasi merupakan berpotensi terduga korupsi alias tidak layak diangkat sebagai menteri. Syahdan, baiknya memang harus jujur kita akui saja, betapa susahnya memang mencari pejabat publik ideal di negeri penuh praktik korupsi dan mafia ini. Sehingga untuk menyiasati segala sesuatunya itu maka maklumlah kalau kita perlu meminta bantuan kesana-kemari terlebih dulu guna menampung kritik dan saran positif sebagai pedoman kita untuk memilih orang yang pantas diandalkan menduduki jabatan-jabatan penting. MORALITAS HUKUM Dalam konteks ini, Jokowi amat tepat. Jokowi membuat kebijakan menunda pelantikan Budi Gunawan sebagai Kapolri dan menugaskan Badrodin Haiti menjadi Plt Kapolri. UU Polri sama sekali tidak mengatur mekanisme apa yang harus ditempuh Presiden andai calon Kepala Polri menjadi tersangka dan pengusulannya telah disetujui DPR. Jadi, apa yang ditempuh Jokowi adalah kebijakan diskretif yang dilakukan demi menjunjung moralitas hukum dan asas-asas pemerintahan yang baik (Refly Harun, 2015). DUKUNGAN MASYARAKAT Dan kiranya Polri harus turut legawa saja. Serta secara substansial, penerimaan atas penangguhan pelantikan Budi Gunawan alangkah patutnya kalau seraya diniatkan merupakan bentuk komitmen Polri mendukung atau mendorong reformasi di lingkungan internalnya sendiri, khususnya dalam rangka berupaya melepas “stigma korupsi”. Bahkan, sejujurnya sudah lama Polri dianggap menjadi zona nyaman korupsi. Survei Transparansi Internasional Indonesia pernah menyebut Polri sebagai instansi terkorup di Indonesia. Lembaga-lembaga independen sebagai masyarakat ahli dalam hal ini sebetulnya wajib tidak hanya mengawasi kinerja kepolisian dan pemerintah, tetapi juga memunculkan tokoh-tokoh yang didukung oleh publik sebagai alternatif pertimbangan lembaga eksekutif. Peristiwa penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka sebetulnya juga mengingatkan bahwa kita sebagai warga negara harus siap memunculkan pemimpin-pemimpin yang diinginkan. Supremasi sipil dan demokrasi tidak akan muncul jika masyarakat tidak mampu memproduksi calon-calon pemimpin masa depannya dan menyediakan sosok alternatif bagi mereka yang sedang memilih dan melantik (Farouk Muhammad, 2015). Akhirnya, sekarang bola ada di tangan KPK. KPK harus segera memproses perkara hukum Budi Gunawan. Jangan sampai KPK terkesan lamban atau menggantungkan kasus ini. Sebab ini merupakan ihwal vital bagi masa depan kepemimpinan di tubuh Polri. Dalam waktu dekat urgen Polri mesti mempunyai nakhodanya secara benar-benar definitif. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan Polri. Jangan pernah berhenti mencintai Indonesia! Give and do the best! *)Penulis adalah Analis Politik dan Ekonomi; Mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Niaga FISIP Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Cirebon; Mantan Ketua Bidang Komunikasi dan Informasi BEM FISIP Untag Cirebon; Penerima Penghargaan Untag Cirebon Sebagai Mahasiswa Berbakat Menulis.          

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: