01.30, BW Keluar dari Mabes Polri

01.30, BW Keluar dari Mabes Polri

Jawab Delapan Pertanyaan dari Penyidik Bareskrim JAKARTA- Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto (BW) akhirnya keluar dari Mabes Polri, Sabtu dini hari (24/1) sekitar pukul 01.30 tadi malam. Kepada para wartawan di gerbang Mabes Polri, BW membeberkan beberapa hal terkait penangkapannya. Pertama, dia membenarkan ditangkap dalam kondisi diborgol. Kedua, dia mengakui ada penyidik yang berupaya memplester mulutnya. “Di dalam mobil ada (penyidik, red) nanya ada lakban gak,” jawabnya, saat wartawan menanyakan kebenaran diancam diplester oleh polisi saat penangkapan. Soal pemeriksaan, dia mengaku mendapat sedikitnya 8 pertanyaan. BW belum banyak membeberkan persoalan yang dialaminya secara detil. Dia mengatakan tim lawyers akan memberikan penjelasan sebanyak mungkin kepada wartawan. Pada kesempatan itu dia mengucapkan terima kasih kepada masyarakat, pers, termasuk yang aktif di media sosial yang memberikan banyak dukungan kepadanya. ”Saya mengucapkan terima kasih kepada masyarakat yang mendukung apa yang sudah dilakukan. Untuk KPK saya mengucapkan terima kasih, juga kepada polisi karena proses pemeriksaaannya selesai malam ini (tadi malam, red),” ujar Bambang di hadapan wartawan. Penangkapan BW sendiri berlangsung dramatis. Dia diperlakukan bak penjahat jalanan oleh Bareskrim Polri. Dalam penangkapan BW kemarin, polisi menyiapkan tim lengkap. Baik reserse berpakaian preman maupun tim buru sergap bersenjata laras panjang. Dia ditangkap dengan tuduhan mengerahkan saksi palsu dalam gugatan Pilkada Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Penangkapan BW dilakukan sekitar pukul 07.15, tidak lama setelah dia mengantar putera bungsunya, Muhammad Yattaqi (10) ke sekolah di SD Islam Terpadu Nurul Fikri Depok. Bambang juga saat itu masih bersama anaknya Izzat Nabilla (20). Di depan Izzat, polisi memborgol BW, bahkan diancam akan diplester mulutnya saat melakukan protes. Koordinator Kuasa Hukum Penyelamat KPK Nursyahbani Katjasungkana menceritakan, dirinya hanya bisa bertemu BW selama lima menit. Dalam waktu yang sangat singkat itu BW mengaku ditangkap pukul 07.30. “Saat mengemudi di jalan, BW merasa kondisi sudah berbeda,” paparnya. Saat berada di jalan, sudah ada banyak polisi yang mengatur lalu lintas yang keadaannya macet. Namun, mobil BW seakan diatur sedemikian rupa hingga perjalanannya begitu lancar. “Akhirnya BW tiba di depan sekolah SD Nurul Fikri Depok dalam waktu yang singkat,” jelasnya. Setelah anaknya terkecil Muhammad Yattaqi masuk sekolah, dalam keadaan masih di luar mobil, BW langsung ditangkap. Saat itu, anak BW, Izzat, masih berada di dalam mobil. “Di depan mata anaknya, BW langsung diborgol. Padahal saat itu BW masih menggunakan sarung dan baju koko. Tentunya, pemborgolan itu sangat menyakitkan, apalagi karena di depan anaknya,” terangnya. Polisi kemudian memper­lihatkan surat penangkapan. Namun, ternyata penggeledahan juga dilakukan di mobil BW. “Suratnya versi polisi ada dua, tapi yang diperlihatkan hanya satu. Yakni, surat penangkapan,” paparnya. Saat itu juga BW diminta masuk ke mobil polisi untuk diperiksa di Bareskrim. Nah, di dalam mobil ini BW sempat protes bahwa penangkapan itu ada prosedurnya. Tapi, oknum polisi itu justru mengancam akan memplester mulut BW. “Cara-cara kekerasan dilakukan pada pejabat negara, ini sangat tidak manusiawi,” paparnya. Tak hanya terhadap BW, sikap Bareskrim terhadap kuasa hukum yang berusaha bertemu BW sangat tidak bersahabat. Kuasa hukum hanya diperbolehkan bertemu selama lima menit. Itu pun, setelah kuasa hukum berdebat lebih dari satu jam dengan penyidik. Pertemuan itu juga harus didengarkan penyidik Polri. “Mereka (polisi, red) sama sekali tidak memberikan ruang pada kami,” terangnya. Seakan-akan, kasus yang dihadapi BW ini kasus yang luar biasa. Sehingga, perlakuan polisi begitu ketat dan menonjolkan unsur kekerasan. Ancaman secara verbal dari anggota polisi juga hal yang seharusnya tidak diper­bolehkan dalam suatu penang­kapan. “Mengancam akan mem­plester mulut BW ini melang­gar prosedur,” terangnya. Sementara berdasarkan keterangan saksi, suasana saat itu cukup ramai, bahkan cenderung macet karena berbarengan dengan jam masuk sekolah. “Saya baru mau membuka toko, lalu lihat banyak polisi. Saya kira ada penangkapan teroris,” tutur salah satu saksi mata, Artha Barasa. Artha yang kemudian duduk memperhatikan di depan toko memperkirakan ada delapan polisi bersenjata laras panjang yang turut serta dalam penangkapan. Mereka berkumpul di sekitar pangkalan ojek 15 meter dari lokasi BW ditangkap, dan seluruhnya mengendarai motor trail. Kemudian, sejumlah mobil polisi juga terparkir di lokasi. polisi berseragam dan berpakaian preman tampak bersiaga di sekitar lokasi kejadian. Saat mobil Panther yang dikemudikan BW keluar dari jalan tugu raya dan hendak masuk boulevard Lucky Abadi, beberapa polisi berpakaian preman menghadang lajunya. Mereka lalu meminta BW minggir di depan sebuah butik. Setelah mobil berhenti, salah seorang polisi berseragam membuka pintu sopir dan meminta BW keluar. Mennurut Artha, BW saat itu masih mengenakan sarung dan baju koko. Kemudian, BW digiring ke sudut teras butik tersebut. “Mereka sempat berbicara, tapi saya tidak tahu apa yang dibicarakan. Ada juga polisi yang memotret-motret pak Bambang,” lanjut perempuan 41 tahun itu. Usai obrolan singkat, BW terlihat berjalan menuju mobil polisi dalam kondisi tangan terborgol. Kemudian, salah seorang polisi berpakaian preman mengambil alih kemudi mobil BW, yang di dalamnya juga terdapat putera kedua BW, Izzat Nabilla. Rombongan tersebut lalu meluncur ke arah selatan. Proses sejak BW dihadang hingga rombongan polisi meninggalkan lokasi berlangsung cepat, kurang dari 10 menit. Sementara itu, siangnya para tetangga dan kerabat mulai berdatangan ke rumah BW di kawasan Bojong Lio, Depok. Mereka berupaya menguatkan istri BW, Sari Indradewi. Salah satunya Amir Syamsudin, ketua RW di lingkungan tempat tinggal BW. “Saya rasa keluarganya cukup kuat kok, biasa kan, petugas-petugas itu. Banyak sekali kan yang mau meruntuhkan KPK,” ujarnya. Amir menuturkan, aktivitas BW setiap hari memang mengantar putera bungsunya. “Tiap hari dia salat subuh berjamaah di Masjid An Nur ini,” tutur Amir sembari menunjuk ke masjid di depan rumah BW. Karena itu, kemungkinan besar saat mengantar piuteranya, BW tidak sempat berganti pakaian. Kediaman BW sendiri jauh dari kata mewah. BW membangun tiga rumah kecil di atas lahan yangdiperkirakan berukuran 20x30 meter. Setiap rumah terhubung dengan jalan setapak dari kepingan beton berbentuk bulat Di samping rumah utama, terdapat pendapa yang bisa digunakan untuk pertemuan. Halamannya tertata rapi dan ditumbuhi pepohonan buah. Pengamatan Jawa Pos (Radar Cirebon Group) terdapat dua pohon mangga, dua pohon rambutan, lalu pohon jambu biji dan belimbing masing-masing sebatang. Halamannya ditumbuhi rumput, menambah kesan sejuk bagi para tamu yang berkunjung. Lingkungan tempat tinggal BW juga bukanlah perumahan mewah layaknya sejumlah pejabat negara. BW tinggal di kawasan perkampungan dengan lebar jalan sekitar lima meter. Cukup jauh dari jalan utama. Sementara itu, proses penang­kapan BW yang berlebihan dianggap sejumlah orang sebagai pelanggaran hukum, bahkan sebagai aksi balas dendam atas penetapan Calon Kapolri Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka. Penangkapan itu juga menegaskan kriminalisasi terhadap pimpinan KPK. Penyidik Bareskrim Mabes Polri dianggap tidak mengedepankan etika hukum, penyidikan dan kenegarawanan. Sejumlah penggiat anti korup­si kemarin (23/1) memang men­datangi KPK. Mereka bertahan dan akan menjaga KPK untuk menghindari penggele­dahan yang rencananya akan dilaku­kan Bareskrim Polri. Para penggiat anti korupsi itu ber­gantian menyuarakan keca­man terhadap penangkapan Bambang. Salah satu yang lantang ialah Pakar Hukum Tata Negara Prof Saldi Isra. Dia mengatakan, dengan nalar apapun sulit untuk tidak mengaitkan penangkapan Bambang Widjojanto (BW) dengan penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka di KPK. “Tiap Polri ada ketegangan dengan KPK, selalu modusnya sama. Cari kasus-kasus lama, seperti dulu Novel Baswedan dalam penyidikan kasus simulator SIM,” terang Guru Besar Universitas Andalas itu. Saldi mengatakan, krimina­lisasi dalam penegakan hukum harus segera dihentikan Presiden. “Apalagi ini sangat kasar. Kenapa seorang BW tidak dipanggil baik-baik. Saya yakin dia tidak akan menolak. Ini malah seorang penyelenggara negara sekaligus penegakan hukum diperlakukan seperti teroris,” jelasnya. Sebagai anggota tim seleksi calon pimpinan yang ikut memilih Bambang Widjojanto, Saldi memastikan kasus sengketa pilkada di Kotawaringin Barat itu telah clear. “Saya dulu termasuk dalam pansel. Dan terkait kasus pilkada itu telah kami klarifikasi. Kan DPR juga menyakan hal itu tapi buktinya BW diloloskan juga,” jelasnya. Selain masyarakat umum, para mantan pimpinan KPK juga terlihat memberikan dukungan pada lembaganya. Mereka tam­pak hadir mendatangi KPK. Antara lain Chandra Hamzah, M. Yasin dan Erry Riyana. Erry menye­but bahwa BW bukan seorang teroris atau pelaku pembu­nuhan yang harus ditang­kap dengan cara tak beradab. Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah berencana mengajukan penarikan Malik Fajar sebagai Watimpres perwakilan dari Muhammadiyah. Hal itu dilakukan karena menganggap Presiden sudah tak mendengarkan suara dari Muhammadiyah. “Selain itu kami juga menyeruhkan pada seluruh pemuda Muhammadiyah dari Sabang sampai Merauke untuk turun melawan kedzaliman ini,” terangnya. Dukungan terhadap Bambang juga muncul dari Todung Mulya Lubis. Pengacara senior itu memastikan Bambang bersih dari tuduhan sengketa Pilkada Kotawaringin Barat karena dia menjadi anggota Pansel Pimpinan KPK dan ikut melakukan seleksi. Dia bisa berbicara seperti itu karena telah melakukan tracking. “Dari hasil tracking, tidak ada bukti-bukti kuat untuk mempersoalkan kasus Pilkada,” katanya. Dia tidak menyangkal kalau ada yang melaporkan soal pilkada itu. Namun, tracking mengatakan bahwa Bambang bersih dan namanya layak diteruskan sampai parlemen. Ujung-ujungnya, DPR juga menyepakati Bambang sebagai pimpinan KPK. Ketua KPK Abraham Samad memang meminta dukungan masyarakat untuk bersatu melawan pelemahan pemberantasan korupsi. “Kami mengimbau masyarakat seluruh Indonesia untuk menggalang kekuatan, bersatu melawan ketidakbenaran ini. Kita semua harus yakin kebenaran akan bisa mengalahkan kedzaliman,” ujar Abraham. Masih menurut Abraham, meskipun kejadian itu menimpa BW secara pribadi, namun pimpinan akan memberikan support penuh. “KPK tidak akan melepaskan BW. Kami bersama sampai kapanpun karena prinsip di KPK kalau satu sakit kita semua akan merasakan itu,” ujarnya. Sementara Wakapolri Badrodin Haiti memandang keputusan penangkapan oleh jajarannya adalah bagian teknis penyidikan yang sudah sesuai prosedur. Dia kemudian mengungkapkan tentang Peraturan Kapolri No 14 Tahun 2012 yang menjadi pedoman para penyidik Polri. “Jadi, apakah dipanggil atau ditangkap tergantung penyidik,” kata Badrodin, setelah dikumpulkan bersama Ketua KPK Abraham Samad oleh Presiden Jokowi, di Istana Bogor, kemarin (23/1). Dia menambahkan, kalau berdasar hasil penyelidikan sejak 2010, kasus yang membelit BW sudah ada alat bukti yang cukup. Karena itu, prosesnya kemudian ditingkatkan ke penyidikan. “Sehingga dilakukan langkah hukum (penangkapan, red) oleh penyidik,” imbuhnya. Namun, berdasar penelusuran koran ini, di pasal 36 Peraturan Kapolri No 14 tersebut, pertimba­ngan melakukan penangkapan bukan hanya berkaitan dengan keberadaan bukti permulaan yang cukup semata. Namun, ada hal lain. Yaitu, tersangka telah dipanggil dua kali berturut-turut tidak hadir tanpa alasan yang patut dan wajar. Terkait hal tersebut, Plt Kapolri tersebut mengelak menanggapi. “Itu semua telah dijelaskan, penyidik yang paling tahu,” kelitnya. Disinggung tentang pihak pelapor yang memiliki latar sebagai politisi PDIP, dia meminta kalau hal tersebut tidak dihubung-hubungkan dengan masalah politis. Dia memastikan, selama ini institusi yang dipimpinnya tidak melihat latar belakang parpol ketika memroses sebuah laporan. Namun, lanjut dia, lebih pada pelapornya. Dalam hal kasus Bambang Widjojanto, beber dia, pihak yang dirugikan adalah orangnya, bukan partainya. “Jadi, ini proses hukum, sepenuhnya proses hukum,” tegas Badrodin. (dyn/end/gun/dim/byu)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: