Dewan Salahkan Pemprov

Dewan Salahkan Pemprov

Rapat Koordinasi, DPRD Mengaku Kesal dengan Keluarga Wali Kota KEJAKSAN - Tensi para wakil rakyat memuncak saat menggelar rapat koor­dinasi eksekutif dan legislatif di ruang Griya Sawala DPRD Kota Cirebon, Jumat (23/1). Pasalnya, hing­ga kini, pemerintah kota, provinsi dan pusat kesuli­tan mendapatkan surat medical record dari Rumah Sakit Siloam Tangerang, tempat Wali Kota Cire­bon Drs H Ano Sutrisno MM dirawat. Ketua Fraksi PKB, Suyogo menegaskan, saat komisi A meminta konsultasi mengenai kondisi Kota Cirebon ke Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar, pihaknya justru diimbau untuk harus sabar menunggu. Padahal kondisi ini sudah hampir tiga bulan. “Kondisi Kota Cirebon sudah stagnan, apalagi APBD 2015 belum direalisasikan. Akibatnya, sejumlah program di Pemerintah Kota Cirebon terhambat,” jelas Suyogo menyampaikan pendapatnya di tengah rapat. Menurut dia, sebetulnya surat keterangan sakit wali kota untuk disampaikan ke provinsi dan kemendagri sudah ada. Hanya saja, ditahan oleh pihak keluarga. Padahal, kondisi Kota Cirebon sedang dalam darurat sipil. “Kalau sudah seperti ini, keluarga Pak Wali Kota bisa kita perkarakan, karena telah menghambat jalannya roda pemerintahan. Ini kepentingan seluruh masyarakat dan jalannya pelayanan di Pemerintah Kota Cirebon. Bukan kepentingan perorangan,” tegas anggota komisi A itu. Anggota komisi A lainnya, M Handarujati Kalamullah mengaku aneh dengan semua persoalan ini. Sebab, pemerintah provinsi terkesan tidak begitu peduli dengan kondisi Pemerintah Kota Cirebon. “Kondisi Kota Cirebon saat ini sedang dipertaruhkan di mata masyarakat. Sebab, sudah hampir tiga bulan perjalanan pemerintah dalam keadaan stagnan. Harusnya pemprov lebih cepat tanggap dengan persoalan ini,” ucapnya. Pemerintah provinsi yang sebelumnya pernah membuat tim investigasi, kata Andru sapaan akrab Handarujati Kalamullah, harusnya sudah dapat disimpulkan dan me­ngerucut pada satu titik temu. Tapi, justru tidak. “Sebetulnya apa kerja dari tim investigasi? Apa harus kondisi Kota Cirebon tidak kondusif dan chaos? Tentu tidak kan? Kalau sudah dibiarkan begini terus, maka DPRD akan menggunakan hak menyatakan pendapat kami,” jelasnya. Politisi Partai Demokrat itu mengungkapkan, apakah perlu DPRD Kota Cirebon mengundang pemprov, men­dagri dan managemen Rumah Sakit Siloam untuk duduk bersama dan merasakan kondisi yang sebenarnya yang tengah menimpa Kota Cirebon. Sementara, Wakil Ketua DPRD Lili Eliyah mengatakan, persoalan ini berimbas pada penerapan Perda SOTK, karena banyak perubahan nomenklatur di bagian-bagian yang ada di ling­kungan setda, dewan, dan sejum­lah SKPD. Sedangkan perda tersebut harus sudah dilaksa­nakan pada akhir tahun 2014. “Ini membuat pemerintahan menjadi stagnan pada pelayanan karena ada bagian-bagian yang diubah namanya dan dilebur ke salah satu dinas seperti bagian perlengkapan dilebur ke Dinas Pengelolaan Pendapatan dan Keuangan Daerah (DPPKD),” kata Lili. Selain itu, kata Lili, dam­pak dari mandegnya pemerin­tahan ini adalah karena ang­garan APBD 2015 belum direalisasikan oleh wali kota. Ketika persoalan ini belum juga bisa diselesaikan, maka DPRD akan menggunakan UU nomor 23 tahun 2014 pasal 76 bahwa selama 7 hari berturut-turut hingga 1 bulan kepala daerah sakit tanpa memberikan surat keterangan. “Kenapa dewan intervensi? Harusnya semua pihak harus bisa membaca aturan secara menyeluruh, jangan sepotong-potong, karena dapat menyesatkan publik. Kalau sudah tidak ada surat sakit, kita akan menggunakan pasal 76-80. Atau kita harus kirim surat ke presiden agar presiden tahu?” ungkapnya. Ketua DPRD Kota Cirebon, Edi Suripno mengatakan, belum jelasnya hasil tim inves­tigasi sampai saat ini, karena peme­rintah provinsi dan kemen­dagri ada miskomunikasi. Sebab, doku­men yang diberikan pem­prov ke depdagri tidak secara utuh. Dia menuding, ada unsur kesengajaan dari pihak keluarga ketika tidak memberikan surat keterangan medis. Karena sepengetahuannya, Rumah Sakit Siloam sudah menge­luarkan surat keterangan medis ke pihak keluarganya. “Tidak mungkin Rumah Sakit Siloam tidak sampai mengeluarkan surat keterangan medis, apalagi rumah sakit tersebut kelas internasional,” ucapnya. Sebetulnya, mudah untuk meminta surat keterangan medis itu. Sebab, tidak ada yang sulit untuk dilakukan di republik ini. Penyadapan saja bisa dilakukan, geledah pun bisa, apalagi ini yang hanya meminta surat keterangan medis. “Tapi, masa iya sih kita me­lakukan seperti itu? Saya yakin wali kota itu sangat mengerti aturan tentang penyeleng­garaan pemerintah,” ucapnya. “Apa perlu pihak DPRD merilis persoalan ini sampai ke presiden? Kenapa ketika ada persoalan yang mudah justru dipersulit. Kalau kemudian pihak keluarga sengaja menahan surat keterangan medis dari rumah sakit tanpa pemberitahuan ke gubernur, berarti melanggar undang-undang,” tambahnya. Ketua Fraksi PDI Perjuangan Cicip Awaludin menegaskan, pihaknya menilai wali kota sudah mangkir dari tugas-tugasnya sebagai kepala daerah. Sebab, hingga saat ini, surat keterangan medical record dari Rumah Sakit Siloam Tangerang belum juga diberikan. “Kemarin saya cukup kaget, ketika hasil konsultasi komisi A ke pemprov, pemprov justru meng­anggap enteng persoalan ini, untuk bersabar dan bersa­bar. Kita ini sedang bicara nega­ra. Ini negara perkoncoan, nepo­tis­me apa negara hukum?” tukasnya. Menurut Cicip, munculnya persoalan ini semua bermuara pada keluarga wali kota dan orang-orang di sekelilingnya. “Masa surat keterangan wali kota dirawat di Rumah Sakit Siloam ini disimpan oleh keluarganya, padahal surat tersebut sangat dibutuhkan untuk pelimpahan wewenang sementara demi jalannya roda Pemerintahan Kota Cirebon. Kalau seperti ini sama saja Kota Cirebon diselimuti nepotisme,” imbuhnya. Terpisah, Wakil Wali Kota Drs Nasrudin Azis SH mengatakan, tidak ada rotan akar pun jadi. Artinya, pelayanan masyarakat tetap berjalan. Kendati demikian, pihaknya akan menempuh sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku. “Tadi rapat koordinasi antara legislatif dan eksekutif tidak ada niatan unsur wadul ataupun curhat. Tapi, bersama-sama memecahkan masalah yang sedang terjadi di Pemerintah Kota Cirebon,” singkatnya. Sementara, sumber Radar Cirebon menyebutkan, akan ada kejutan terkait kondisi Wali Kota Cirebon Drs H Ano Sutrisno MM. Simpang siur informasi yang beredar aneka macam. Hal itu menjadi bumbu saat kejutan itu hadir. Namun, lebih dari itu Pemkot Cirebon telah melakukan proses jauh hingga dalam tahap menunggu surat dari Kemendagri yang diturunkan ke Provinsi Jawa Barat. “Sebenarnya tinggal menunggu saja. Tidak perlu melakukan banyak gerakan. Justru ini menjadi sorotan publik dan Pemprov Jawa Barat bisa ngambek nanti,” ucapnya kepada Radar, Jumat (23/1). Pasalnya, pihak Pemprov Jawa Barat sebenarnya telah melakukan langkah dan koordinasi dengan Pemkot Cirebon. Namun, dengan keterlibatan aktif dari beberapa anggota DPRD Kota Cirebon, membuat suhu para pejabat Provinsi Jawa Barat berubah. Sebab, beberapa wakil rakyat itu menjadi sorotan karena dianggap melangkah jauh dari tupoksinya. Bahkan, muncul pertanyaan di beberapa kalangan terkait itu. “Sebenarnya anggota dewan itu mewakili seluruh anggota DPRD Kota Cirebon atau tidak? Seharusnya rapat bersama dulu sebelum mengambil tindakan sepenting ini. Karena dewan itu kolektif kolegial,” ucapnya. Seperti yang disampaikan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Cirebon Drs Asep Dedi MSi. Pemkot Cirebon telah berupaya optimal dan menempuh alur birokrasi. “Kita sudah bekerja seoptimal mungkin mencari solusi atas persoalan di pemerintahan Kota Cirebon. Tetapi proses itu perlu waktu dan ada alur birokrasi,” ucapnya. Sejak wali kota sakit, Pemkot telah melakukan berbagai upaya. Termasuk, melakukan koordinasi dan konsultasi kepada Provinsi Jawa Barat hingga Kemendagri. Namun, alur yang harus ditempuh secara birokrasi belum mencapai tujuan akhir. “Kita tidak berdiam diri. Seluruh elemen terkait di Pemkot Cirebon telah bekerja. Tunggu hasil akhirnya,” ucapnya. (sam/ysf)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: