Mencermati Valentine’s Day

Mencermati Valentine’s Day

SEBENTAR lagi kita akan berjumpa dengan tanggal 14 Februari, di mana orang barat menyebutnya sebagai momen hari ‘ber-kasih sayang’. Namun, sangat disayangkan ‘berkasih-sayangnya’ kebablasan sehingga pada praktiknya bertentangan dengan agama dan norma yang ada. SETALI tiga uang, bertepatan dengan momen Valentine’s Day (VD) itu, sekarang muncul lagi buku kontroversial psikologi remaja yang berjudul ‘Saatnya Aku Belajar Pacaran’, karya Toge F Prayitno di Sidoarjo. Buku yang diterbitkan oleh Brilian Internasional itu sebenarnya sudah dilarang beredar sejak tahun 2010 karena di antara isinya membolehkan perbuatan zinah seperti dalam konsep dan ajaran VD. Namun, kita bisa melihat di media, masih banyak tumpukan buku tersebut, sehingga kita punya firasat bahwa memang buku itu sengaja untuk diedarkan kembali. Valentine’s Day, sejatinya merupakan alat untuk mengkampanyekan kebebasan seksual alias perzinahan, khususnya di kalangan generasi muda. Untuk melengkapi kampanye itu, akan disebarkan pula (konon dirilis mulai 12 Februari 2015), film yang banyak adegan ranjangnya, ‘Fifty Shades Of Grey’ yang di Negeri Jiran sudah dilarang. Di negeri ini pun, kampanye seks bebas sebetulnya sudah lama berlangsung dan dilakukan secara luas. Belum lama kita mendengar ada istilah pekan kondom gratis dalam rangka rentetan peringatan hari AIDS sedunia. Kampanye sex bebas dilakukan melalui berbagai macam media, dan salah satu media yang efektif membidik generasi muda adalah dengan perayaan sesat hari Valentine! Valentine’s Day: Budaya Liberal Budaya seks bebas yang dimobilisasi secara besar-besaran dengan kedok hari kasih sayang, merupakan dampak dari budaya liberal yang sekuler. Sekularisme (pemisahan Agama dari kehidupan bermasyarakat dan bernegara) menginginkan budaya liberal atau kebebasan bagi manusia dalam bertingkah laku –termasuk kebebasan dalam melakukan hubungan seksual di luar nikah. Padahal hubungan seks bebas berdampak buruk bagi kehidupan manusia terlebih generasi muda, selain akan menimbulkan problem sosial (kerusakan moral, dosa aborsi dsb) di tengah masyarakatn perilaku binatang ini juga akan mendapatkan kutukan Tuhan dengan berupa ragam penyakit seperti sipilis, AIDS/HIV dan lain sebagainya. Akibat praktik perzinahan ini, sebagaimana yang dilansir BBC Indonesia (1/15) kasus HIV/AIDS di Indonesia secara kumulatif lebih dari 200 ribu orang sejak 1997 sampai September 2014 dan penyebarannya semakin meluas di 33 provinsi dan 341 kabupaten/kota. Dengan adanya liberalisme moral, maka generasi muda disibukkan dengan urusan syahwat dan menjauhi tugas mereka sebagai generasi penerus, yang seharusnya membangun peradaban ke depan dengan sains dan teknologi. Tak terbayang jika mereka terjangkit virus HIV/AIDS gara-gara malam Valentine’s Day, maka jangankan berpikir untuk umat, masa depan negara dan bangsa, berpikir untuk sembuh saja mereka merana dan tersiksa. Sebuah Ikhtiar Pencegahan dan pemberantasan berbagai budaya Liberal di atas jelas menjadi hal yang penting agar bangsa ini tidak terjerumus pada kenistaan dan ketidakberdayaan, langkah itu di antaranya adalah: menempa pribadi umat dengan kepribadian agamis. Saat ini berkembang opini, “semua terserah masyarakat”. Opini semacam ini sangat berbahaya dan merusak karena masyarakat sendiri saat ini sudah banyak yang sakit dan semakin cuek dengan berbagai kebobrokan yang ada. Akibatnya, ketika diambil tindakan pun, sudah banyak anggota masyarakat yang menjadi korban; kerusakan masyarakat sudah terjadi di sana-sini. Oleh karenanya, baik-buruk, benar-salah, dan manfaat-madarat tidak boleh bergantung pada penilaian masyarakat. Semua itu harus dikembalikan pada penilaian pencipta manusia, Allah SWT, Zat Yang Maha Tahu. Artinya, semuanya harus terlebih dahulu dikembalikan pada penilaian agama. Kita diingatkan dengan firman Allah SWT yang artinya: Boleh jadi kalian membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagi kalian; boleh jadi pula kalian menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagi kalian. Allah mengetahui, sedangkan kalian tidak mengetahui. (QS al-Baqarah [2]: 216). Langkah selanjutnya adalah: membentuk masyarakat yang peduli. Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak akan menyiksa masyarakat secara umum karena perbuatan orang-orang tertentu hingga mereka melihat kemungkaran di hadapan mereka, sedangkan mereka mampu mengingkarinya, tetapi mereka tidak mengingkarinya. Jika mereka berbuat demikian, Allah pasti akan menyiksa masyarakat umum dan orang-orang tertentu itu.” (HR Ahmad dan ath-Thabrani). Nah, dengan demikian, masyarakat secara umum harus berusaha sekuat mungkin dan sungguh-sungguh untuk mencegah dan menghalangi perilaku-perilaku yang menyimpang dari ajaran agama, di antaranya: Valentine’s Day, nenggak arak atau oplosan, narkoba dll. Kemudian, yang terakhir mari kita bertekad untuk menciptakan masyarakat dan pemerintahan yang agamis, dengan diawali memilih di antara mereka yang faham dan konsisten mempraktikkan nilai-nilai agama dalam kehidupan pribadi dan sosialnya. Hanya pemerintahan semacam inilah yang dapat mencegah, menghalangi, dan meminimalisir semua bentuk perilaku kontroversial itu. Wallohu a’lam. (*) *Penulis adalah Penyuluh Agama, Pengawas KPRI Warda Kemenag Indramayu

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: