Amirudin Akui Keluarkan SIPA Talaga Nilem

Amirudin Akui Keluarkan SIPA Talaga Nilem

KUNINGAN – Setelah sekian lama terkesan tertutup akibat kesibukan kerja, Kepala Dinas Sumber Daya Air dan Pertambangan (DSDAP), H Amirudin MSi akhirnya mau memberikan keterangan seputar kisruh Talaga Nilem di Desa Kaduela Kecamatan Pasawahan. Dia mengakui, pada zaman kepemimpinannya di dinas tersebut, sudah memberikan perpanjangan SIPA kepada Kelompok Penggerak Pariwisata (Kompepar) Talaga Remis. “Perpanjangan SIPA waktu itu 4 Februari 2014. Sedangkan perpanjangan sebelumnya, itu ketika saya belum ke sini (DSDAP, red). Apalagi pas pemberian Surat Izin Pengambilan Air (SIPA) pada 2010 lalu,” terang Amir—sapaan akrabnya— saat dikonfirmasi Radar, kemarin (12/3). Untuk debit air yang berhak dimanfaatkan oleh Kompepar Talaga Remis sesuai SIPA, lanjutnya, sebesar 10 ribu meter kubik per bulan. Namun ketika ditanya apakah pemanfaatan air sesuai SIPA, Amir menjawab tidak tahu. Sebab belum ada alat ukur atau water meter yang dipasang sehingga menggunakan sistem target. “Pakai perkiraan atau sistem plat dan kesanggupan Kompe­par. Kita sih inginnya lebih dari itu, tapi kesanggupan dari Kompepar hanya sebesar 10 ribu meter kubik,” jelasnya didampingi Kabid Pertambangan, Moh Saripudin SIP MM. Meski sekarang sudah terpasang water meter, namun itu hanya di hilir. Kompepar maupun CV Talaga Nilem Sakti (TNS) sudah menyatakan sanggup untuk memindahkannya ke hulu nantinya. Dalam mengulas pemberian izin, Amir menyebutkan dikeluarkan pada 2010. Dasarnya ada ajuan masyarakat yang mengatasnamakan Kompepar. Setelah dipelajari, dinyatakan memenuhi syarat sehingga dikeluarkan SIPA. “Selanjutnya pada 2012, ada perpanjangan SIPA. Waktu itu ada perintah untuk memasang water meter tapi ternyata tidak ditaati. Baru kemudian 4 Februari 2014 ada ajuan perpanjangan lagi. Nah pada saat itu kami ultimatum untuk memasang water meter lewat surat pernyataan di atas materai,” tandas mantan Asda I itu. Toleransi waktu yang diberikan untuk memasang water meter, sebut Amir, sampai akhir 2014. Jika sampai batas waktu itu tidak dipasang, pihaknya akan mencabut SIPA. “Akhirnya mereka memasang water meter meskipun dipasangnya di hilir,” ungkapnya. Dalam penerbitan SIPA, DSDAP mengacu pada UU 28/2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Belakangan ini keluar Permenhut 64/2013 tentang Pemanfaatan Air dan Energi Air di Swaka Marga Satwa Taman Nasional, Taman Hutan Rakyat, dan Taman Wisata Alam. “Terbit lagi Keputusan Dir­jen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam No 43 pada Februari 2015 tentang Penetapan Areal Pemanfaatan Air dan Energi Air,” sebut dia. Dengan keluarnya Keputusan Dirjen tersebut, sedikitnya 68 titik mata air yang menjadi wilayah kewenangan pusat karena masuk wilayah Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC). Dari 68 titik itu, salah satunya mata air Talaga Nilem. Untuk itu, ke depan izin untuk pemanfaatan air di 68 titik tersebut menjadi kewenangan pusat melalui BTNGC. “Kerja sama dalam pemanfaatan air Talaga Nilem pun kelak dibangun antara Kompepar dan BTNGC. Kami sudah berkoordinasi tentang bagaimana ke depan, pihak BTNGC menegaskan akan memproses mengacu pada Permenhut 64/2013,” kata Amir. Dengan lahirnya regulasi baru itu, selanjutnya tidak ada lagi istilah SIPA yang dikeluarkan Pemkab Kuningan. Istilah yang berlaku yakni IUAP (Izin Usaha Pemanfaatan Air) untuk komersil dan IPA (Izin Pemanfaatan Air) untuk non-komersil. Itu pun yang mengeluarkan, bukan lagi Pemkab Kuningan karena sudah jadi kewenangan BTNGC. Bagaimana peran Pemda ke depan? Dia menegaskan, Pemda akan melibatkan BUMD menyangkut sejumlah kepentingan daerah. Apakah BUMD dimaksud PDAU (Perusahaan Daerah Aneka Usaha) atau PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum), akan dibahas lebih lanjut. “Nanti kita akan bahas lagi siapa yang akan dilibatkan, apakah PDAU atau PDAM. Yang jelas kepentingan daerah harus masuk di dalamnya karena menyangkut income daerah,” ungkapnya. Untuk SIPA yang sudah kadung (terlanjur, red) dikeluar­kan, pihaknya tidak akan mencabut alias akan mem­per­tahankan. Tenggat waktunya sampai keluarnya izin baru berupa IUPA atau IPA. Pertimbangannya, jika saat ini dicabut maka pengambil air pada mata air Talaga Nilem malah akan berstatus liar. Pihaknya juga kasihan kepada masyarakat Cirebon yang selama ini mengandalkan air PDAM Cirebon yang merupakan pasokan dari Talaga Nilem. “SIPA untuk Kompepar Talaga Remis, ya sesuai perpanjangan izin saja sampai habis pada 2016. Kalaupun terbit IUPA lebih cepat, ya kami juga selanjutnya akan mencabut. Intinya harus jelas dulu sebelum ada pencabutan SIPA,” kata Amir. Penabutan SIPA, tambahnya, dilakukan setelah pemegang izin tak punya kewenangan. Ini mengacu pada Perda 15/2002 meliputi, pemegang izin meninggal dunia, menghentikan kegiatan usahanya, dihentikan karena melanggar aturan, tidak melaksanakan daftar ulang, terbukti memindahtangankan dan tidak bayar pajak. “Mengenai dihentikan karena melanggar aturan itu, kini jadi kewenangan BTNGC. Kalau BTNGC menghentikan, maka SIPA pun akan kami cabut. Jadi ini pun perlu diluruskan,” jelasnya. Dalam masalah ini pihaknya akan menggelar pertemuan dengan para pihak terkait. Baik itu BTNGC, pihak Desa Kaduela, Kompepar, CV TNS dan para pihak lain. Amir menegaskan, Pemda tidak bisa tinggal diam hanya jadi penonton dalam pemanfaatan air ini. Terlebih 68 titik mata air yang kewenangannya diambil alih. Untuk itu perlu melibatkan BUMD agar menjadi sumber PAD untuk Pemda. (ded)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: