Jualan Depan Taman adalah Harga Mati

Jualan Depan Taman adalah Harga Mati

KUNINGAN - Tidak tahan dengan kondisi usaha yang terus mengalami penurunan pasca direlokasi ke bagian belakang Taman Kota (Tamkot) Kuningan, puluhan pedagang kaki lima (PKL) berencana mendatangi DPRD untuk mengadukan nasib mereka. PKL menganggap, sejak direlokasi pada tanggal 2 Maret lalu, omzet penjualan terus menurun. Bahkan, penurunan omzet hingga 75 persen. Apabila terus menerus seperti itu, PKL terancam gulung tikar. “Besok (hari ini, red) kami sudah sepakat akan mendatangi DPRD untuk mengadukan nasib kami. Sebab, selama dua minggu ini usaha terus merosot,” ucap Darwanto, salah seorang PKL Tamkot, kepada Radar, Senin (16/3). Para pedagang sudah sepakat soal tuntutan. Yakni hanya satu: kembali berdagang di lokasi semula atau pada bagian depan taman. Lalu mereka ingin berjualan mulai pukul 16.00. Darwanto yang juga pedagang roti bakar menerangkan, dengan berjualan di bagian belakang taman, jumlah konsumen yang datang turun drastis. Berbeda ketika jualan di depan taman. Lokasinya strategis. Banyak pembeli yang melihat PKL sehingga. Kondisi ini, lanjut dia, diper­parah dengan cuaca yang terus me­ne­rus ekstrim. Jika hujan turun pukul 19.00 saja, pembeli sepi dan tidak ada satu pun kendaraan yang melintas. “Menurut kami, kembali jualan ke bagian depan taman adalah harga mati. Kalau seandainya tidak ada solusi, kami terpakasa akan unjuk rasa seperti PKL di Jl Siliwangi beberapa waktu lalu,” ucap dia, yang mengaku dalam sehari hanya mengantongi uang Rp100 ribu, menurun dari biasanya yang mencapai Rp300 ribu. Parno, pedagang jagung bakar mengeluh jumlah kon­sumen yang datang menurun drastis. Dia pernah merasakan, dalam semalam hanya laku dua buah jagung bakar. “Saya benar-benar sedih, ba­gai­mana bisa membiayai ke­luar­ga kalau usahanya seperti ini. Mudah-mudahan pemerintah memberikan solusi tepat sehingga tidak seperti ini ke depannya. PKL sudah sepakat ingin kembali ke tempat semula,” ucap dia. Diterangkan, lokasi strategis sangat memengaruhi keun­tu­ngan pedagang. Ketika di bagi­an depan, usaha lancar dan omzet naik, terutama kalau malam minggu. Namun, kata dia, semua berubah 180 derajat ketika berjualan di bagian bela­kang taman. Konsumen yang datang minim karena mere­ka mengira pedagang tidak berjualan. “Sekali lagi, perhatikan kami karena profesi ini satu-satunya ladang mencari rezeki,” ucapnya. Pedagang lainnya, Takrim menerangkan, satu persatu pedagang mulai gulung tikar. Bahkan, tragisnya mereka masih dikejar-kejar oleh rentenir karena meminjam modal. “Omzet turun hingga 75 persen adalah bukan omong kosong. Saya meraskan sendiri. Bahkan, sekarang kalau membuat bahan adonan hanya setengah karena banyak yang dibuang,” ucap penjual cakue tersebut. Dari pantauan Radar, memang terlihat pembeli sepi kare­na banyak yang tidak tahu PKL pindah ke bagian belakang. Kebetulan, pada sore kamarin ramai karena ada rombongan umrah yang mampir. Sekadar mengingatkan, dengan alasan  sebagai upaya untuk mengembalikan fungsi Taman Kota sebagai ruang terbuka hijau dan juga sebagai tempat interaksi sosial, mulai tanggal 2 Maret pedagang dilarang berjualan di bagian depan Taman Kota atau di depan panel listrik taman. Bukan hanya itu, Satpol PP juga melarang pengelola arena bermain anak-anak beraktifitas di dalam taman. Total, ada tujuh poin yang disampaikan Satpol PP kepada pedagang yang tertuang dalam Surat Edaran Nomor 300/170/Tibum.Tranmas. (mus)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: