Pekerja PG Sindanglaut Mulai Waswas

Pekerja PG Sindanglaut Mulai Waswas

Manajemen Pastikan Tak Ada Penutupan, Kecewa Pernyataan Ketua APTRI Jabar CIREBON- Wacana penutu­pan PG Sindanglaut mulai meresah­kan para karyawan. Bahkan GM PG Sindanglaut, Ir Nina Trisnawati, mengaku kecewa dengan statemen Ketua APTRI Jabar Anwar Asmali yang mendukung penutupan PG Sindanglaut. “Itu atas landasan apa bisa bicara seperti itu. Imbasnya ke karyawan. Sebentar lagi bulan Juni memasuki musim giling, jadi jangan sampai karyawan resah,” ujar Nina Trisnawati kepada Radar, Senin (23/3). Menurut Nina, penutupan PG Sindanglaut baru sekadar wacana. Artinya, sambungnya, belum akan dilakukan tahun ini, juga belum tentu dilakukan tahun depan. Dia juga memastikan belum ada perintah dari pusat soal penutupan PG Sindanglaut. Sementara salah seorang karyawan PG Sindanglaut, Dawud, juga mengungkapkan kekagetannya dengan wacana penutupan PG Sindanglaut. Dia juga tak setuju dengan pernyataan Anwar Asmali. “Seharusnya sebagai ketua APTRI (Anwar Asmali, red) tidak bicara seperti itu. Karena belum tentu para petani tebu juga sependapat dengan beliau,” ujar Dawud. Mengenai rendemen yang ada di angka enam, Dawud pun meminta baik APTRI maupun PG Sindanglaut untuk sama-sama berkaca diri. Dia meminta semua pihak tak saling menyalahkan atas kondisi itu. “Kami tidak setuju jika ditutup. Pemerintah jangan hanya berfikir karyawan PG Sindanglaut itu 3 ribu orang. 3 ribu itu karyawan saja, tapi di belakang karyawan itu ada keluarga-keluarga kami. Misalkan satu karyawan ada empat keluarga, maka itu 12 ribu orang akan terlantar jika PG Sindanglaut ditutup,” ujar Dawud. Dia pun meminta pemerintah tidak lagi melakukan impor gula dan harus berani menindak produsen nakal yang menjual gula rafinasi di pasaran. “Harusnya gula rafinasi itu dijual untuk pabrik-pabrik, tapi mengapa selalu bocor dan jual di pasaran. Itulah yang bisa menghancurkan produksi gula dalam negeri,” tegas Dawud. Sebelumnya, wacana penutupan pabrik gula (PG) Sindanglaut yang dilontarkan oleh Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) Ismed Hasan Putro langsung ditanggapi DPD APTRI (Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia) Jawa Barat. “APTRI mendukung wacana penutupan PG Sindanglaut, asal dilanjutkan dengan pembangunan pabrik gula yang baru,” kata Ketua APTRI Jawa Barat Anwar Asmali kepada Radar, Minggu (22/3). Menurut Anwar, PG-PG lama seperti Karangsuwung dan Sindanglaut sudah tidak layak lagi memproduksi gula. Bahkan, sambungnya, justru merugikan para petani tebu. “Kenapa justru kami rugi? Ya karena sudah tidak layak lagi beroperasi. Kita lihat hasil rendemen PG-PG lama (Karangsuwung, Sindanglaut, red) itu kurang dari angka enam. Padahal di luar negeri itu rendemen sudah sampai 11 atau 12 lebih. Jangan jauh-jauh, di Lampung saja itu rendemen sudah sampai 9. Di kita itu enam saja sulit. Jika rendemen kecil, sebanyak apapun panen petani tebu, maka petani akan rugi,” beber Anwar. Sebelumnya dari Jakarta, Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) Ismed Hasan Putro mengatakan impor gula kristal putih atau gula rafinasi membuat ratusan ribu ton gula lokal tak bisa dijual, menumpuk di gudang. Akibatnya, penutupan pabrik gula pun menjadi pilihan pahit yang terpaksa harus dilakukan. “Kami sudah menutup satu pabrik, kalau impor gula rafinasi kembali dibuka, kami akan tutup satu pabrik lagi,” ujarnya saat dihubungi Jawa Pos (Radar Cirebon Group). Pada tahun 2014 lalu, BUMN di sektor perkebunan ini telah menutup PG Karangsuwung. Tahun ini, kata Ismed, jika pemerintah jadi membuka keran impor 1,5 juta ton gula rafinasi, maka RNI akan menutup PG Sindanglaut. “Ada 3 ribu karyawan tetap dan tidak tetap yang terpaksa di-PHK (pemutusan hubungan kerja, red), ditambah 2 ribu petani tebu yang akan kehilangan pekerjaan,” katanya. (den)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: