Pertamina Ingin Rp8.200 Per Liter

Pertamina Ingin Rp8.200 Per Liter

Pukul 00.00 Tadi Malam Premium di Pulau Jawa Naik Rp7.400 Per Liter JAKARTA- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengeluarkan harga baru premium dan solar per hari ini, Sabtu (28/3) pukul 00.00 tadi malam. Jadi, harga premium untuk Pulau Jawa, Madura, dan Bali menjadi Rp7.400 per liter, dan di luar Jawa menjadi Rp7.300 per liter. Sedangkan harga solar se-Indonesia satu harga yakni Rp6.900 per liter. Perbedaan harga premium di luar Jawa-Madura-Bali dan di Jawa-Madura-Bali karena di luar Jawa-Madura-Bali, Pertamina mendapat penugasan dari pemerintah sehingga biaya distribusi ditanggung sebesar 2%. Tapi di Jawa-Madura-Bali, biaya distribusi tidak ditanggung pemerintah. Selain itu, Pertamina diperbolehkan mengambil keuntungan (margin) 5-10%. Hal inilah yang membuat harga premium di Jawa-Madura-Bali akan lebih mahal. Dirjen Migas Kementerian ESDM IGN Wiratmaja Puja mengatakan kenaikan harga BBM sebagai akibat dari dinamika harga minyak dunia dan perekonomian nasional. Apalagi, masih melemahnya nilai tukar rupiah dalam satu bulan terakhir. “Harga jual eceran BBM secara umum perlu dinaikkan,” ujar Wiratmaja Puja semalam. Lebih lanjut dia menjelaskan, perubahan harga perlu dilaku­kan untuk menjaga stabi­li­tas perekonomian nasional. Termasuk, menjamin ketersediaan BBM nasional. Selain premium dan solar, masih ada komoditas minyak tanah. Namun, untuk minyak tanah dinyatakan tetap Rp2.500 per liter. Keputusan pemerintah menaikkan Rp500 sebenarnya jauh dari keinginan PT Perta­mina (Persero). Sebelumnya, perusahaan pimpinan Dwi Soetjipto itu berharap ada penyesuaian harga premium menjadi Rp8.200 per liter. Begitu juga dengan solar yang perlu dinaikkan menjadi Rp7.450 termasuk subsidi pemerintah Rp1.000. Saat dihubungi, VP Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro mengatakan, harga baru memang tidak mencerminkan keinginan Pertamina. Namun, pihaknya tidak bisa menolak dan harus mengikuti apa yang menjadi keputusan pemerintah. “Itu dulu yang dikerjakan. Harga akan direvisi tiap bulan kan,” katanya semalam. Dia mengakui, Pertamina punya acuan harga keekono­mian tersendiri. Kalau tidak sesuai, berarti akan ada selisih harga yang membuat Pertamina rugi. Namun, saat ditanya berapa kerugian yang dialami, dia enggan menyebut dengan pasti. “Memang ada hitungan harga keekonomian itu,” imbuhnya. Yang pasti, usulan Pertamina agar Premium dijual Rp8.200 dan solar Rp7.450 per liter sudah sesuai hitungan. Dasarnya adalah, setelah HIP (harga indeks pasar) Premium naik 37 persen dan HIP solar naik 14 persen. Dihubungi terpisah, Direktur Pemasaran Ahmad Bambang juga tidak mau buka mulut terkait potensi kerugian Pertamina. Dia mengatakan hitungan Pertamina memang seperti itu, namun yang menentukan adalah pemerintah. “Pemerintah punya hitungan dan pertimbangan sendiri,” terangnya. Meski kedua komoditas itu naik, Abe- sapaan Ahmad Bambang- memastikan harga Pertamax masih sama. Yakni, Rp8.600 di beberapa tempat khususnya pulau Jawa. “Sudah naik sebelumnya. Beda harga dengan Premium tidak banyak, diharapkan beralih ke Pertamax,” tandasnya. Sementara, Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan menghormati usulan harga yang disampaikan Pertamina. Namun, pemerintah punya hitungan sendiri untuk menentukan harga BBM. Salah satu indikatornya, aspek sosial masyarakat. “Pemerintah akan memperhatikan semua hal. Pertamina boleh punya hitungan, tapi pemerintah yang menentukan,” ujarnya. Dia menambahkan, intervensi pemerintah membuktikan kalau harga keekonomian BBM tidak dilepas ke mekanisme pasar. Pemerintah melakukan tugasnya untuk memantau dan mereview harga BBM sebulan dua kali. Lantas, harga baru diumumkan menjelang pergantian bulan. Staf ahli khusus Kementerian ESDM Widhyawan Prawiraat­maja menambahkan, konflik Arab dan Yaman tidak terlalu mempengaruhi perubahan harga BBM. Meski diakui, gara-gara pertikaian dua negara itu sempat membuat harga minyak mentah naik. Namun, produksi minyak yang berlebihan sampai ada stok 1,5 juta barel membuat harga bahan baku BBM tetap rendah. “Saya tidak melihat ada gangguan supply. Harga tetap rendah,”ungkapnya. Tetapi, bisa saja kondisi itu berubah kalau konflik terjadi berkepanjangan. Kondisi saat ini bisa dikatakan sudah mereda, seperti dilaporkan Bloomberg, harga minyak jenis brent mengalami penurunan di angka USD 57,79 per barel. Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute juga melihat hal yang sama. Dia tidak melihat konflik dua negara itu memberikan banyak pengaruh terhadap perubahan harga BBM. Sebab, itu konflik geopolitik dan mempengaruhi psikologi masyarakat. Beda dengan sektor fundamental yang memicu perubahan harga secara signifikan. “Dampak langsung masih jauh. Tapi, kedua negara itu memang sangat berpengaruh terhadap harga minyak dunia,” jelasnya. Dijelaskan olehnya, Arab Saudi masih menjadi nomor satu pemain minyak. Sedangkan di Yaman, terdapat jalur distribusi minyak tersebut. Oleh sebab itu, dia kesulitan untuk memprediksi pengaruh konflik tersebut terhadap Indonesia. Apalagi, saat ini sudah ketegangan sudah mulai mereda. Namun, dia memprediksi minyak dunia tidak akan jauh dari USD 60 per barel. “Mungkin akan naik, tapi tergantung faktor penyeimbang seperti minyak dari Amerika,” jelasnya. Selain itu, di beberapa negara sudah memasuki musim panas. Biasanya, permintaan energi berkurang dan stok minyak menjadi menumpuk. Sekadar informasi, harga minyak mentah jenis WTI diperdagangkan USD 49.88 per barel. Sedangkan jenis Brent dalam seminggu naik dari kisaran USD 54 menjadi USD 57.79 per barel. (dim)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: