Polisi Masih Dalami Kasus Uang Palsu

Polisi Masih Dalami Kasus Uang Palsu

BI Beri Kesempatan Penukaran Uang Polimer INDRAMAYU– Kepolisian Resor (Polres) Indramayu, kini tengah mendalami kasus peredaran uang palsu (upal), setelah empat orang pengedar uang palsu tertangkap. Upaya tersebut dilakukan, guna mengungkap jaringan pengedar upal. Kapolres Indramayu AKBP Wijonarko SIK MHum mengatakan, saat ini Unit II Satuan Reserse Kriminal Polres Indramayu, yang menangani kasus tersebut masih melakukan pemeriksaan terhadap ke empat pelaku yakni, Kir (31), warga Kecamatan Indramayu, AS (49) warga Kecamatan Sliyeg, Bas (50) warga Kabupaten Cirebon, serta Man (42) warga Kabupaten Subang. Keempatnya ditangkap setelah menipu korbannya bernama Sudarmadi warga Dusun Gunungsiup, Desa Dengen, Kecamatan Selong, Kabupaten Lombok Timur. Korban melaporkan ditipu oleh keempat pelaku yang menjual uang polimer atau uang yang sudah tidak diedarkan oleh Bank Indonesia pecahan Rp100 ribu. Namun ternyata uang tersebut palsu. Pihaknya menduga ada pelaku lain yang ikut serta dalam aksi ini. Menurutnya, peredaran uang palsu harus diberantas karena merugikan negara. “Nilai uang yang berhasil diamankan cukup besar dan kami menduga komplotan ini mempunyai jaringan dalam mengedarkan uang palsu.” kata mantan kapolres Tasikmalaya tersebut. Di tempat terpisah, Bank Indonesia menanggapi kasus upal Indramayu. Deputi Kepala Perwakilan Bidang Sistem Pembayaran dan Manajemen Intern BI KPw Cirebon, Aryo Setyoso menyampaikan, sejak ditarik dari edaran 2008 lalu, artinya sudah bukan lagi legal tender (alat pembayaran yang sah). Sehingga, tidak bisa dipakai transaksi. “Bisanya hanya ditukar ke BI saja. Tapi kalau diperjualbelikan tidak,” kata Aryo yang ditemui Radar, Jumat (10/4). Kalaupun ada orang yang tukar, kata dia, nilainya akan sesuai dengan uang yang ditukarkan. Misalnya pecahan Rp100 ribu, maka akan mendapat Rp100 ribu lagi. “Kalau sampai tahun 2018 tidak ditukar ke BI, sudah tidak bisa ditukar lagi,” lanjutnya. Pihaknya memberikan kesempatan kepada masyarakat yang memiliki uang polimer untuk menukarkannya ke BI. Lima tahun pertama di perbankan dan Bank Indonesia, serta lima tahun berikutnya hanya di Bank Indonesia dan berlaku apabila uang tersebut asli. “Kami juga beberapa kali menemukan upal uang polimer dari masyarakat yang menukarkan,” katanya. Beberapa ciri uang polimer palsu adalah color window tidak ada arsiran logo BI, huruf mikro tidak dapat dibaca jelas, warnanya mudah luntur, tintanya mudah mengelupas dan nomor serinya tidak memendar ketika dibawah sinar ultraviolet. Setiap Senin dan Kamis pukul 08.00-11.00 WIB, Bank Indonesia membuka layanan untuk menukar uang lusuh dan uang yang sudah tidak diedarkan seperti uang polimer pecahan Rp100 ribu. Ada beberapa uang yang masih diterima Bank Indonesia untuk ditukar. Pecahan Rp5 ribu 1992, Rp1 ribu 1992, Rp500 1992, dan Rp100 1992 sampai tanggal 30 November 2016. Serta Rp100 ribu 1999, Rp50 ribu 1999, Rp20 ribu 1998, dan Rp10 ribu 1998 sampai tanggal 31 Desember 2018. “Uang-uang yang sudah ditarik edarannya untuk jual beli tidak bisa. Tetapi orang kalau mau mendapatkan uang ini dari orang biasa, bisa. Misalnya untuk kolektor,” tuturnya. Aryo berpesan, agar masyara­kat tidak tergiur dengan pena­waran penggandaan uang. Sudah dipas­t­ikan itu tidak benar. “Misalnya orang pengedar, punya uang Rp100 juta misalnya, tapi korban cukup balikin Rp25 juta, seolah-olah uang itu berkembang, harap waspada,” terangnya. Salah satu cara Bank Indonesia agar masyarakat paham terhadap ciri-ciri keas­lian uang adalah dengan mengadakan sosialisasi setiap minggu ke berbagai pasar. “Kita langsung turun ke pasar. Mini­mal 10 upal bisa kita tarik setiap sosialisasi,” jelasnya. (kom/nda)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: