Yance Menangis di Pengadilan

Yance Menangis di Pengadilan

Wapres JK Hadir Jadi Saksi Meringankan, Sebut Proyek PLTU Untungkan Negara BANDUNG- Spesial. Sidang lanjutan kasus korupsi proyek PLTU Sumuradem yang menyeret nama mantan Bupati Indramayu, DR Irianto MS Syafiuddin alias Yance, Senin (13/4), dihadiri langsung Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). JK hadir di Pengadilan Tindak Pindana Korupsi (Tipikor) Bandung sebagai saksi meringankan. Sidang kemarin memang terasa spesial bagi Yance. Selain JK, ribuan massa pendukung Yance juga hadir memadati ruang sidang dan halaman Pengadilan Tipikor Bandung. Karena banyaknya dukungan, Yance pun terharu dan sempat menitikan air mata. “Terima kasih kepada Pak Wapres telah bersedia menjadi saksi yang meringankan untuk saya,” kata Yance sambil menangis. JK dalam kesaksiannya mengatakan pembangunan proyek PLTU di Sumuradem merupakan perintahnya karena saat itu (2006) negara sangat membutuhkan pasokan listrik dengan jumlah yang besar, sekitar 10.000 mw. “Saat itu terjadi pemadaman listrik di banyak tempat di negeri ini sehingga terjadi krisis energi,” kata JK. Dalam kapasitas sebagai wapres kala itu, JK kemudian memerintahkan kepada seluruh gubernur, bupati, dan walikota untuk melaksanakan keppres percepatan pembuatan PLTU. “Karena ini merupakan crash program bagi kepentingan umum dengan tujuan mengatasi krisis energi,” paparnya. Menurut JK, apabila saat itu tidak segera dibangun pembangkit listrik, maka negara mengalami kerugian yang besar. Dampaknya akan terasa kepada masyarakat karena mengalami pemadaman listrik bergilir. “Hal ini tentunya juga berdampak pada sektor industri karena proses produksinya terhenti akibat kekurangan pasokan listrik, dan ini bisa mengakibatkan kerugian negara hingga puluhan trilliun,” tandasnya. Proyek PLTU Indramayu, ujar JK, justru sebaliknya sangat menguntungkan negara. “Proyek PLTU Indramayu merupakan proyek yang tercepat dibanding dengan proyek lainnya karena hanya selesai dalam waktu 4 bulan. Dari 28 proyek PLTU yang dikerjakan secara bersamaan, proyek di Indramayu yang tercepat, empat bulan selesai. Ini menyelamatkan negara dari denda keterlambatan juga menyelamatkan investasi sebesar Rp17 trilliun. Jadi PLTU Indramayu ini justru sangat menguntungkan negara,” katanya. JK membandingkan dengan proyek serupa yang dikerjakan di Batang, Jawa Tengah. Proyek di Batang membutuhkan waktu sampai lebih dari 3 tahun. “Ini kan jelas membawa kerugian negara, sedangkan Indramayu justru menguntungkan. Karena selain menyelamatkan investasi, negara juga punya sumber energi yang besar yang dapat dimanfaatkan untuk masyarakat dan industri,” tegasnya. Terkait pengadaan tanah PLTU Sumuraden dengan harga di atas Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), JK mengatakan boleh-boleh saja dalam ganti rugi pembebasan lahan untuk proyek, harganya di atas NJOP. “NJOP kan harga rata-rata saja untuk menetapkan objek pajak. Dalam jual beli, boleh saja membeli lahan di bawah harga NJOP atau di atas harga NJOP, sepanjang harga tersebut sesuai harga pasaran dan tidak melebihi pagu anggaran,” tandasnya. Wapres JK mencontohkan pada proyek pembangunan jalan tol. Menurutnya, pada pembebasan lahan untuk kepentingan jalan tol, ganti rugi untuk pembebasan lahan tersebut harganya di atas NJOP semua dan ini tidak menjadi masalah sepanjang tidak merugikan masyarakat sebagai pemilik lahan. Dalam persidangan tersebut bahkan Wapres JK berseloroh bahwa istilah ganti rugi sangat tidak tepat, yang tepat adalah ganti untung, dan itu menjadi haknya bagi pemilik lahan yang terkena proyek. “Jadi sah-sah saja ganti untung di atas harga NJOP,” tandasnya. Pantauan Radar, sidang lanjut­an kasus Yance kali ini terasa lain dari biasanya. Keha­diran Wapres JK sebagai saksi membuat pengamanan di sekitar Kantor Pengadilan Tipi­kor Bandung dilakukan ekstra ketat. Tampak Pasukan Peng­amanan Presiden (Paspampres) dan ratusan personil dari Kepolisian berjaga-jaga di area ter­sebut. Area persidangan di Jl Martadinata pun disterili­sasi dari pihak yang tidak berke­pentingan. Tidak semua simpatisan Yance dapat masuk ke ruangan sidang karena jumlah pengunjung sidang dibatasi. (cr6/oet/dun)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: