Uang Freddy Mengalir ke Petugas Lapas

Uang Freddy Mengalir ke Petugas Lapas

Bareskrim Minta Eksekusi Mati Dipercepat JAKARTA- Indikasi keterlibatan oknum lapas dalam jaringan narkoba internasional yang dijalankan Freddy Budiman makin menguat. Bahkan polisi mengendus adanya aliran dana yang diduga untuk petugas di Lapas Batu, Nusakambangan. Geram tidak pernah jera, polisi pun kini mendorong agar eksekusi mati Freddy dipercepat. Kabareskrim Komjen Budi Waseso mengatakan kasus peredaran narkoba jaringan Freddy melibatkan tiga lapas, yakni Lapas Batu, Salemba, dan Cipinang. Di tiga lapas itu, polisi mengindikasikan keterlibatan dua oknum sipir, yakni satu dari Lapas Batu dan seorang lagi bertugas di Lapas Cipinang. Peran mereka diduga membantu Freddy dan jaringannya. Saat ini masih terus dikembangkan,” ujarnya. Salah satu arah pengembang­kan kasus ini ialah menelusuri apakah ada keterlibatan petugas yang lebih tinggi di dua lapas tersebut. Indikasi bahwa sipir itu terlibat semakin kuat karena dalam transaksi keuangan Freddy diketahui bahwa ada transfer sebesar Rp100 juta untuk seseorang di Cilacap. Dugaan sementara, uang itu digunakan untuk membelikan mobil bagi salah seorang sipir. “Inilah yang menguatkan,” ujar Budi di Kompleks Mabes Polri kemarin (15/4). Budi melihat keberadaan Freddy di lapas tak ada jeranya. Setelah tertangkap men­datang­kan 1,4 juta ekstasi dan divonis mati, namun Freddy kini justru naik kelas menjadi produsen. Bahkan dia bisa mengendalikan pabrik ekstasi dari dalam gedung. Dari fakta itulah, Bareskrim akan memberikan rekomendasi pada Kejagung agar bisa mempercepat eksekusi mati Freddy. “Dengan begitu, terpi­dana lain bisa melihat bahwa pemerintah memang tegas untuk memerangi narkoba,” terangnya. Wakapolri Komjen Badrodin Haiti juga sependapat bahwa vonis mati yang didapat Freddy tak membuatnya jera. Oleh karena itu, selain mempercepat eksekusi mati, kandidat Kapolri itu juga mendorong agar sistem pemasyarakatan di Indonesia diperbaiki. “Tentunya perlu kerja sama dengan Kementerian Hukum dan HAM untuk bisa memperbaiki kondisi hotel prodeo,” ujarnya. Perbaikan hanya bisa dilakukan jika ada evaluasi menyeluruh terhadap sistem pemasyarakatan. “Dengan evaluasi bisa tahu diketahui apa saja kelemahan setiap lapas di Indonesia,” ujar Badrodin usai menerima kunjungan anggota Komisi III DPR RI di kediamannya di daerah Jagakarsa, Jakarta Selatan. Jika memang persoalan utamanya pada tenaga pengamanan yang kurang, maka kepolisian akan siap membantu.”Kalau Kemenkum dan HAM meminta, kami siap mendukung dan mengerahkan personil,” ujar Badrodin. Kepala Bagian Informasi dan Komunikasi Kemenkum dan HAM Rakhmat Renaldy mengatakan selama ini razia sebenarnya rutin dilakukan di seluruh lapas. Bahkan menurut dia penemuan narkoba di Lapas Cipinang merupakan hasil penggeledahan petugas lapas. “Tidak benar ada penggerebekan. Temuan itu bentuk antisipasi Ditjen Pemasyarakatan terhadap menyalagunaan narkoba dalam lapas,” jelasnya. Menurut dia saat ini Ditjen Pema­syarakatan terus berupa­ya meningkatkan sis­tem keamanan untuk mengan­tisipasi per­edaran alat komu­nika­si dan narkoba di seluruh la­pas dan rutan di Indonesia. Menkumham Yasonna Laoly juga telah meminta pada jajaran di bawahnya untuk menindak oknum petugas lapas yang terbukti terlibat dalam jaringan Freddy. “Apapun bentuknya, entah pemberian fasilitas atau membantu proses masuknya narkoba ke dalam lapas atau rutan,” ujarnya. Kadiv Pemasyarakatan Kanwilkumham Jawa Tengah Yuspahrudin mengatakan antisipasi penyalagunaan narkoba di lapas perlu didukung dengan keberadaan teknologi. Terutama pendeteksi sinyal seluler seperti yang dimiliki Badan Nasional Narkotika (BNN). “Menurut saya lapas di Nusakambangan membutuh­kan tersebut,” ujarnya. Selama ini Ditjen Pemasya­rakatan beralasan minimnya personel yang membuat lapas dan rutan sering kebobolan penyalagunaan narkoba. Dari data Ditjenpas, jumlah sipir di seluruh Indonesia saat ini ada sekitar 14 ribu orang. Jumlah itu lebih kecil 10 kali lipat jika dibanding dengan tahanan yang mencapai 165 ribu orang. Untuk mengatasi hal tersebut, Kemenkum dan HAM pernah membuat memorandum of understanding (MoU) dengan Panglima TNI Jenderal Moeldoko. Kerjasama itu terkait pengupayaan agar anggota TNI yang memasuki masa pensiun bisa diperbantukan sebagai petugas keamanan lapas dan rutan. (idr/gun)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: