Mengembangkan Wisata Batik Trusmi

Mengembangkan Wisata Batik Trusmi

Oleh: Verry Wahyudi “Selamat Datang di Kawasan Wisata Belanja Batik Desa Trusmi Kabupaten Cirebon”. Amboi, kita akan membaca kalimat itu di gapura besar pintu masuk utama bila kita mengunjungi kawasan wisata batik Trusmi. Desa Trusmi memang merupakan salah satu sentra industri batik di Tanah Air. Bahkan terkenalnya bukan cuma di level nasional dan regional, namun juga sampai di dunia Internasional. Syahdan, baru-baru ini pula, Selasa, 14 April 2015, Pemerintah Kabupaten Cirebon menghelat peluncuran “Pasar Batik Trusmi”, yang tempatnya tidak jauh dari kawasan wisata Batik Trusmi (berjarak sekitar belasan atau mungkin puluhan langkah kaki dari kawasan wisata Batik Trusmi). “Pasar Batik Trusmi” diresmikan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan. Harus diakui, “Pasar Batik Trusmi” kiranya semakin menyempurnakan destinasi, keistimewaan, serta karakteristik Desa Trusmi dan menjadi area perluasan kawasan wisata batik Trusmi. CATATAN VITAL Seraya di sini patut segera diuraikan catatan vital. Kita berharap pemerintah (pusat dan daerah) harus benar-benar berkomitmen mendukung pengembangan wisata batik. Idealnya, bukan hanya ditunjukkan dalam bentuk pagelaran acara peluncuran dan peresmian semata, tapi juga program selanjutnya. Contohnya, terkait ini, pemerintah mesti konsisten melakukan pendampingan usaha bagi pengrajin batik atau pengusaha batik, di antaranya; khususnya; dengan cara membantu pembinaan berkarya, bantuan permodalan, promosi, pemberian penghargaan, dan kaderisasi. Upaya tersebut selama ini dilakukan, ke depannya harus kian ditingkatkan lagi. Pun serta penting mengupayakan pengkhususan lokasi, akses, serta infrastruktur. Kawasan wisata belanja batik seyogianya special untuk para pengrajin atau penjual batik saja. Selama ini jalanan kawasan wisata batik Trusmi terkesan berantakan dan kurang bersih. Di pinggiran jalan kawasan wisata batik Trusmi masih sering terlihat pedagang kaki lima bebas menggelar lapak, yang berjualan produk lain. Dan pula kadang terdapat sampah yang dibuang sembarangan. Padahal di sana sudah banyak berdiri toko batik yang mewa, yang ini amat enak jika disaksikan dan disambangi. Sebagai kompensasinya bila diatasi, pemerintah urgen memberikan pedagang kaki lima tempat berniaga di area lain. Kondisi tak nyaman itu tentu berpotensi membuat citra Desa Trusmi atau kawasan wisata batik Trusmi nanti menjadi tidak harum lagi. Padahal setiap hari biasanya datang wisatawan domestik dan mancanegara yang mengunjungi kawasan wisata batik Trusmi. Bila tampak berantakan dan kurang bersih, apa kelak kesan yang mereka bawa pulang? Di sepanjang jalan kawasan wisata batik Trusmi saban tahunnya diselenggarakan “pesta muludan”-warga lazim menyebutnya demikian. Alangkah eloknya kalau pesta muludan itu diisi oleh pameran industri dan pedagang batik sehingga benar-benar tampaklah destinasi, keistimewaan, dan karakteristik kawasan wisata Batik Trusmi atau Desa Trusmi. Namun, sayang seribu sayang, pesta muludan ternyata lebih banyak diikuti pedagang produk lain, sehingga tidak tampaklah destinasi, keistimewaan, dan karakteristik tersebut. Padahal pesta muludan sejatinya adalah momentum yang tepat untuk menunjukkan hal ini.   KITA BANGGA Betapa sejujurnya, sebagai warga Kabupaten Cirebon asli kita bangga di wilayahnya ada sentra pengrajin dan penjual batik yang terkenal di mana-mana. Apalagi terdapat Sanggar Batik Katura dan seorang maestro batik Cirebon, Katura yang berhasil meraih sejumlah penghargaan di dalam dan luar negeri. Serta belakangan ini telah turut berdiri pusat grosir batik termurah, terbesar, dan terlengkap yang sukses meraih penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI). Jelas, semua ini ialah merupakan bukti kukuhnya destinasi, keistimewaan, dan karakteristik Desa Trusmi sebagai sentra industri batik yang patut diperhitungkan. Batik Indonesia kian moncer. Potensi bisnisnya terus meningkat, terutama sejak UNESCO mengakuinya sebagai karya bangsa yang termasuk dalam daftar representasi warisan budaya manusia yang tak berwujud (Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity) pada 2009 di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (Augustinus Simanjuntak, 2013). Bila perkembangan industri kreatif memiliki basis kebudayaan tentu akan menjadi sumber inpirasi terus-menerus. Berbagai usaha pemanfaatan warisan budaya tradisional, selain dapat melestarikannya juga menjadi kebanggaan terhadap identitas Bangsa. Disamping itu, dibutuhkan pula pemanfaatan teknologi informasi yang tepat guna sebagai faktor pendukung yang tak kalah penting. Perkembangan teknologi informasi yang cepat belakangan ini merupakan peluang dalam melakukan sintesis terhadap kebudayaan. Sehingga perkembangan ekonomi kreatif akan menjadi kekuatan yang mengakar karena didukung kebudayaan dan perkembangan teknologi informasi (Taslim, 2014). Para siswa, mahasiswa, dan remaja sebagai generasi penerus bangsa mesti suka memakai batik. Serta ini juga niscaya menjadi tantangan tersendiri bagi industri atau para pengrajin untuk bagaimana membuat produk batik sesuai selera mereka, atau dengan wujud tren pakaian mereka dewasa ini. Pada hakekatnya, usaha ke arah itu telah dilakukan, maka perlu lebih digiatkan lagi. Jangan pernah berhenti mencintai Indonesia! Give and do the best! (*) *)Penulis adalah Analis Politik dan Ekonomi; Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Cirebon; Program Studi Ilmu Administrasi Niaga; Mantan Ketua Bidang Komunikasi dan Informasi BEM FISIP Untag Cirebon; Penerima penghargaan Untag Cirebon sebagai mahasiswa berbakat menulis.        

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: