Gempa Nepal, Belasan WNI Hilang Kontak

Gempa Nepal, Belasan WNI Hilang Kontak

Korban Terus Bertambah, 2.300 Orang Tewas KATHMANDU- Relawan dan regu penyelamat terus menggali meski dengan tangan kosong untuk mene­mukan korban yang sudah tewas dan yang mungkin bisa selamat. Hingga tadi malam, sedikitnya 2.300 orang dipas­tikan tewas akibat gempa dahsyat yang mengguncang Nepal Sabtu (25/4). Laporan warga asing yang hilang juga terus dihimpun, baik melalui jalur pemerintah maupun media sosial. Negeri di Pegunungan Himalaya itu memang telah menarik minat banyak wisatawan mancanegara. Sekitar 300 ribu warga asing diperkirakan berada di negara berpenduduk 27 juta jiwa itu. Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI menyebutkan, 47 WNI kini berada di Negeri Seribu Dewa tersebut. Sebanyak 29 WNI dipastikan selamat dan 18 lainnya masih hilang kontak. Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia (PWNI-BHI) Kemenlu Lalu Muhamad Iqbal mengatakan, jumlah WNI yang didata pemerintah terus bertambah. Dari pernyataan semula sebanyak 34 WNI, ada tambahan 13 yang baru tercatat. Dia mengatakan, tambahan informasi tersebut didapatkan dari hasil penelusuran tim PWNI sekaligus laporan yang diterima pemerintah. Sebagian besar tambahan merupakan rombongan pendaki Gunung Everest. “Misalnya, ada informasi bahwa rombongan dari Wanadri (organisasi pencinta alam) sekitar lima orang,” ujarnya. Namun, dia masih enggan mengungkapkan perincian tambahan WNI tersebut. Sebab, data itu terus berubah. “Yang jelas, saat ini ada sekitar 29 WNI yang sudah ditemukan selamat. Sisanya masih terus kami hubungi,” ujarnya. Kemenlu mencatat, 18 WNI menetap di Nepal. Sisanya adalah delegasi lembaga internasional dan pencinta alam yang biasanya mendaki Gunung Everest. Tiga di antara 18 WNI yang masih hilang kontak adalah pendaki asal Bandung, Jawa Barat. Yakni, Jeroen Hehuwat (39), Kadek Andana (26), dan Alma Parahita (32). Kadek dan Alma adalah pasangan yang baru menikah sebulan lalu. Mereka ke Nepal dalam rangka bulan madu. Seribu pendaki dari berbagai negara, termasuk 400 di antaranya warga asing, memang tengah mendaki puncak Everest. Musim semi memang merupakan masa yang paling padat untuk mendaki. Sedikitnya 18 orang pendaki tewas karena longsoran. Tessy Ananditya, dokter rumah sakit swasta di Jakarta yang sebelumnya hilang kontak saat saat menjelajah Bukit Annapurna, telah berhasil menghubungi keluarga. Saat ini dia menggunakan keahliannya untuk membantu korban gempa di sana. Bantuan dari lembaga internasional yang mulai berdatangan kemarin terkendala kerusakan infrastruktur, termasuk putusnya arus listrik dan belum pulihnya saluran komunikasi. Banyak pula jalan rusak karena gempa terburuk di Nepal sejak 81 tahun terakhir tersebut. “Itu menghalangi kami mencapai cabang palang merah untuk memperoleh informasi akurat,” ujar Kepala Federasi Palang Merah Internasional Asia Pasifik (IFRC) Jagan Chapagain. Eleanor Trichera, koordinator Caritas Australia untuk Nepal, bercerita tentang pasien yang tak tertampung di rumah sakit. “Kami menyaksikan banyak pemandangan mengerikan,” ujarnya. (Reuters/AFP/bil/c10/sof)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: