ASI Eksklusif dalam Pandangan Islam

ASI Eksklusif dalam Pandangan Islam

“Hendaklah para ibu menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh yaitu bagi ingin menyempurnakan penyusuan”. (QS. Al-Baqarah [2]: 233) Salah satu kodrat perempuan adalah menyusui, selain mengandung, melahirkan, menstruasi, dan menopause. Kodrat ini bersifat given dari Allah Swt yang bisa ditukar perannya dengan laki-laki. Berbeda dengan adat, ia adalah bentukan sosial-budaya dalam masyarakat yang perannya dapat dilakukan oleh perempuan maupun laki-laki. Berkenaan dengan keperluan menyusui, Islam sebenarnya telah memberikan inspirasi kepada umat manusia, khususnya umat Muslim. Bahwa menyusui merupakan anugerah yang tak ternilai harganya. Ia menjadi keistimewaan tersendiri bagi perempuan yang harus disyukuri. Sebab itu, menyusui bukanlah aib, apalagi dianggap sebagai sesuatu yang dapat merusak kesehatan fisik dan psikis. Salah satu istilah yang identik dengan kodrat menyusui adalah ASI eksklusif. ASI sendiri singkatan dari air susu ibu. Air susu yang memang khusus berasal dari payudara seorang ibu yang telah melahirkan. ASI sendiri adalah makanan utama bayi yang baru lahir. ASI menyimpan banyak kandungan yang diperlukan bayi yang kandungannya tidak dimiliki oleh susu formula sekali pun. Tulisan sederhana ini akan lebih jauh mengupas sejauh mana Islam berbicara soal menyusui dan sejumlah manfaatnya. MENGAPA ASI EKSKLUSIF? ASI eksklusif, mengutip Utami Roesli (2001) adalah bayi hanya diberikan ASI, tanpa diberi tambahan cairan lain, seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, bahkan air putih sekalipun. Selain tambahan cairan, bayi juga tidak diberikan makanan padat lain, seperti: pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, tim dan lain-lain. Pemberian ASI eksklusif dianjurkan untuk jangka waktu minimal empat bulan dan akan lebih baik lagi apabila diberikan sampai bayi berusia enam bulan. Dalam pandangan Islam, memberikan ASI eksklusif bukan hanya sekadar kewajiban memberi asupan kepada bayi yang baru saja lahir. Pemberian ASI eksklusif menjadi salah satu kebutuhan sebagai bentuk rasa syukur atas anugerah Allah Swt yang begitu berlimpah, yang terus diberikan kepada hamba-Nya tiada henti. Di antaranya nikmat iman, Islam, sehat walafiat, dan nikmat dianugerahi buah hati. Secara subtansial, berikut adalah beberapa manfaat ASI bagi sang bayi: ASI memberikan manfaat pada bayi karena mudah dicerna apabila ketika pencernaannya belum begitu sempurna (di bawah usia 6 bulan). ASI dapat menyempurnakan tumbuh kembang bayi Anda. Bahkan ASI dapat membuat bayi sehat dan juga cerdas. ASI dapat menjadi antibodi alami tubuh bayi terutama yang berhubungan dengan penyakit infeksi. CARA PANDANG YANG SEIMBANG Memahami ASI eksklusif dan segala hal yang berkaitannya bukan hanya keharusan bagi ibu (istri), melainkan juga ayah (suami). Suami yang mempunyai kepekaan dan kepedulian terhadap istrinya dalam kondisi apa pun. Betapa pun menyusui menjadi kodrat perempuan, laki-laki harus bisa menjadi mitra yang melengkapi. Karena kebutuhan menyusui bukan hanya menjadi kebutuhan istri saja, melainkan menjadi kebutuhan bersama suami. Di sinilah peran suami menjadi penting. Yakni menjadi mitra istri yang intens memotivasi dan memberikan sugesti positif, agar kondisi kesehatan fisik dan psikis ibu dan bayinya bisa baik. Hal ini berkenaan dengan cara pandang. Cara pandang begitu menentukan sebelum menyikapi. Mengenai relasi antara perempuan dan laki-laki, istri dan suami. Bahwa keduanya menjadi mitra sejajar yang saling memerlukan dan saling melengkapi. Keduanya harus memahami bahwa, baik istri maupun suami dianugerahi kodratnya masing-masing, di antara keduanya melekat kelebihan dan kekurangan. Kelebihan yang dipunyai istri bisa menjadi pelengkap kekurangan suami, demikian sebaliknya, kelebihan yang dipunyai suami bisa menjadi pelengkap kekurangan istri. Dengan begitu, cara pandang suami yang seimbang setidaknya akan membuat suami memahami bahwa ASI eksklusif tidak hanya bermanfaat bagi bayi, melainkan juga bermanfaat bagi ibu itu sendiri. Di antaranya membantu pengecilan rahim pasca melahirkan, mengembalikan stabilitas tubuh ibu pasca melahirkan, berpengaruh pada ikatan batin yang erat antara ibu dan bayi, meminimalisasi risiko kanker payudara dan kanker ovarium. Suami yang memahami, suami yang ramah istri, adalah suami yang mempunyai cara pandang yang seimbang, tidak sebaliknya, patriarki. Di saat kondisi melelahkan seperti ini, suami harus menjadi mitra setia istri. Bukan hanya selama istri menyusui, melainkan selamanya dalam masa menjalin hubungan rumah tangga dan mendidik anak. Kontribusi dari ayah (suami) sangat berarti bagi kelangsungan anak dan rumah tangganya. Suami yang sepenuhnya memahami bahwa perempuan dan ibu dalam Islam itu begitu dimuliakan. Memuliakan istri (ibu) tak ubahnya memuliakan Islam dan Allah Swt yang Maha Kuasa. Insya Allah, melalui pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan, dan ASI (penyempurna ASI eksklusif) sampai 2 tahun akan dapat memberikan potensi baik bagi pertumbuhan dan perkembangan sang bayi. Bayi yang kelak akan tumbuh dan berkembang dengan sehat, cerdas, dan salih-salihah. Lebih dari pada itu, kita akan terhindar dari hancurnya rumah tangga, anak yang bergizi buruk, dan terhindar dari fitnah sang anak karena kelalaian kita sebagai orang tuanya. Oleh karena itu, kita semua, seluruh elemen masyarakat mesti bahu membahu memberikan pemahaman dan akses informasi yang mudah dan seimbang, kepada pasangan istri dan suami. Para tenaga medis, bidan, dinas-dinas terkait, lembaga pendidikan, LSM terkait, para pemuka agama, dan lainnya mesti punya visi dan misi yang sama demi terwujudnya masa depan regenerasi yang sehat dan cerdas secara fisik, psikis, maupun spiritual. Wallahu’alam bis-Shawab. (*) *) Ketua LP3M STID Al-Biruni Cirebon, Penulis Buku-buku Muslimah Penerbit Quanta, Elex Media Komputindo, Kompas-Gramedia, Jakarta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: