Diperiksa, Sri Mulyani Ungkap Peran Wapres JK
JAKARTA- Mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kemarin menjalani pemeriksaan sebagai saksi Kasus Penjualan Kondensat ke PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) oleh penyidik Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri di kantor Kementerian Keuangan. Dalam pemeriksaan selama 11 jam itu, Ani- panggilan akrab Sri Mulyani- mengungkap peran Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) terkait persetujuan penyerahan kondesat oleh Badan Pengelola Migas (sekarang SKK Migas) kepada TPPI. Ani yang kini menjabat Direktur Pelaksana Bank Dunia itu memaparkan, pemerintah telah menggelar sebuah rapat yang tidak dihadirinya pada Mei 2008. Ani memastikan Jusuf Kalla selaku wapres ketika itu sebagai pimpinan rapat. “Ada rapat yang dihadiri wapres pada 21 Mei 2008 yang secara jelas membahas mengenai Petrokimia Tuban. Saya tidak hadir tapi dipimpin oleh wapres, dibahas bagaimana menyelamatkan TPPI agar Pertamina memberikan kondensat pada TPPI,” ungkapnya setelah pemeriksaan tadi malam. Menyikapi keputusan itu, Ani memutuskan untuk menggelar tiga kali pertemuan BP migas maupun kemenkeu untuk mengkaji seluruh aspek. “Di situ direkomendasikan penetapan tata laksana pembayaran pembelian kondensat yang dikelola BP Migas yang akan diolah TPPI,” ungkapnya. Menurut Ani, surat tersebut harus tetap diterbitkan, karena disebutkan jelas hak pemerintah atas kondensat milik negara yg dikelola BP migas dan dijual ke TPPI wajib dilunasi. “Bahkan disebutkan juga hak dari daerah,” tegas Ani yang saat diperiksa mengenakan kemeja batik warna abu-abu itu. Kasus TPPI adalah transaksi penjualan kondesat BP Migas ke TPPI. Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan, menteri keuangan yang ketika dijabat oleh Sri Mulyani itu memberikan persetujuan mekanisme pembayaran tidak langsung meski mengetahui TPPI sedang kesulitan keuangan. Dalam kasus ini diduga kerugian negara Rp2 triliun. Pada kesempatan yang sama, sambil membaca teks yang disiapkan, Ani juga membantah keterlibatan dirinya dalam penunjukkan langsung TPPI oleh BP Migas sebagai perusahaan yang berhak menjual kondensat bagian negara. Sebagai Menteri Keuangan, dirinya hanya mengeluarkan surat yang mengatur tata cara pembayaran. Ani menegaskan, pernyataan Kepala SKK Migas Amin Sunaryadi, yang mengesankan seolah Menkeu melakukan penunjukan langsung itu tidak benar. “Saya sudah bertemu dan dia mengatakan itu adalah kesalahan statemen,” tegasnya. Dia menegaskan, jika surat Kemenkeu hanya mengatur tentang tata cara pembayaran. Sebagaimana diatur dalam UU, jika menteri adalah bendahara negara. Dia menjelaskan, surat yang dikeluarkan Kemenkeu sudah melalui berbagai kajian yang menyeluruh. Tak hanya itu, dalam surat tersebut, Menkeu juga memberikan dua persyaratan yang harus disepakati PT TPPI sebagai penerima penunjukkan. Pertama, harus menyediakan jaminan pembayaran yang sesuai ketentuan BP Migas untuk setiap pengambilan kondensat negara yang dilifting. Kedua, mengganti seluruh kerugian terminal bila PT TPPI gagal melifting kondensat yg telah direncanakan. Belakangan terungkap, jika PT TPPI tidak bisa melunasi hasil penjualan ke negara. Akibatnya, negara mengalami kerugian sebesar Rp2 triliun. Pemeriksaan kemarin sendiri notabene di luar jadwal semula. Awalnya, pemeriksaan akan dilakukan besok (10/6) di Kantor Bareskrim. Tapi Ani keberatan, karena harus segera kembali ke Amerika hari ini (9/6). EMPAT SAKSI Sementara Kepala Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Victor Edinson Simanjuntak mengatakan, setelah Sri Mulyani, Bareskrim masih akan memeriksa empat orang saksi lagi. Terhadap keempatnya, pemeriksaan lebih difokuskan kepada pendalaman terhadap petugas atau pejabat yang melaksanakan pembukuan atau bergerak di bidang keuangan. “Untuk mengetahui sejauh mana administrasi keuangan dilaksanakan dengan benar,” ujarnya di Mabes Polri, kemarin. Victor sendiri berharap pemeriksaan kasus dugaan korupsi penjualan kondensat selesai minggu ini. Sehingga pemeriksaan terhadap tersangka bisa dilakukan minggu depan. Sementara itu, Menkeu Bambang Brodjonegoro enggan berkomentar terkait proses penggeledahan sekaligus pemeriksaan Mantan Menkeu Sri Mulyani, yang berlangsung di kantornya. Bambang mengaku tidak tahu menahu soal agenda pemeriksaan yang dilakukan Bareskrim Polri tersebut. “Saya nggak tahu,” tegasnya saat ditemui di kantornya, kemarin. Bambang juga mengaku tidak mengetahui ruang mana saja yang menjadi objek penggeledahan pihak kepolisian. Namun, dia memastikan bahwa terkait dengan kasus TPPI tersebut, pihak Kemenkeu akan berupaya kooperatif dan mengikuti segala ketentuan yang berlaku. “Kita ikuti saja sesuai prosedur,” imbuhnya. (far/ken/kim)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: