Puasa dan Kebersamaan

Puasa dan Kebersamaan

Oleh: Verry Wahyudi*  Tak ada bulan seindah Ramadan. Karena pada Ramadan kita bisa merenda kebersamaan. Hal ini terasa betul tatkalah kita berkumpul dengan teman, pacar, keluarga, guru, ataupun orang terdekat dan tercinta lainnya dalam momen buka puasa bersama, belajar, bekerja, bermain, atau bersilaturrahim selama Ramadan. Puasa mengandung hikmah agar kita saling berempati untuk kemudian dijadikan modal memupuk kebersamaan. Kita berharap, kondisi semacam ini akan tetap bisa berlanjut pada bulan-bulan berikutnya pasca bulan puasa atau Ramadan. Kebersamaan harus selalu bersemi, terpelihara, di mana serta sampai kapanpun. Kebersamaan membuat kita dapat tampil kuat dan berwibawa. Mesti jujur diakui, masih banyak pekerjaan rumah yang mesti ditunaikan. Setelah sukses merangkai kebersamaan, umat harus melangkah lebih jauh guna menggait kemajuannya dalam berkiprah dalam setiap aspek kehidupan. Dewasa ini umat mesti berusaha mahir dan menguasai ilmu, sains, dan teknologi. KEKUATAN UMAT Dan umat harus pula membangun kekuatan ekonominya. Indonesia—yang notabene adalah berpenduduk mayoritas muslim terbesar betapa sesungguhnya bisa dijadikan tempat subur praktik ekonomi Islam yang paling besar dan maju di dunia. Kata kuncinya ialah, ghirah dan potensi umat muslim mesti ditumbuhkan dalam rangka menggapai semua itu. Sudah saatnya bagi pebisnis Indonesia memperluas usaha dalam sektor halal lifestyle yang sangat prospektif baik bagi kebutuhan Indonesia maupun negara-negara Organisasi Konferensi Islam (OKI/ OIC). Indonesia tentu tidak lagi menjadi konsumen tetapi bisa menjadi produsen. Lebih lagi Indonesia mempunyai sumber daya alam dan lahan yang relatif luas untuk pertanian, perkebunan dan peternakan serta perikanan terutama ikan dan laut (Sapta Nirwandar, 2015). REFLEKSI KEBANGSAAN Kebersamaan harus diamalkan juga dalam konteks kebangsaan. Bangsa ini terdiri dari berbagai ras, suku, agama, dan budaya. Maka memang alangkah eloknya kalau setiap waktu kita senantiasa membanjarkannya dalam kebersamaan. Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika adalah pilar kebangkitan sebagai bangsa yang berkeadaban dan berperadaban tinggi. Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika adalah pilar kebangkitan sebagai bangsa yang berkepribadian. Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika merupakan pilar kebangkitan sebagai bangsa yang bermutu dan berdaya saing. Desentralisasi/otonomi di Indonesia memang didesain sebagai kerangka administratif guna mewadahi pengaturan-pengelolaan keragaman lokal. Otonomi menjadi struktur kesempatan baru bagi munculnya pembeberan dan ekspresi lokal yang pernah lama tiarap atau tersembunyi di bawah karpet kekuasaan otokrasi-sentralistik sebelumnya. Bahkan, dalam praktiknya yang kelewat batas, otonomi tak jarang bagai kotak pandora: berhamburannya identitas-identitas lokal secara arbitrer yang dalam interrelasinya melibatkan kontestasi tak bebas nilai dan hasrat saling mengalahkan (Robert Endi Jaweng, 2015). Akhirnya, apa pun yang terjadi, bangsa ini harus tetap berupaya bangkit kembali, guna mengarik kemajuan dan kesuksesannya dalam sejumlah bidang, baik politik, ekonomi, dan lain sebagainya. Dengan kebersamaan kita mampu mewujudkan cita-cita mulia. Jangan pernah berhenti mencintai Indonesia! Give and do the best!  *)Penulis adalah Kandidat Sarjana Administrasi Bisnis; Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Cirebon; Program Studi Ilmu Administrasi Niaga; Penerima penghargaan Untag Cirebon sebagai mahasiswa berbakat menulis; Alumni Pesantren Al-Amien Prenduan Sumenep Madura.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: