Sinergi Menuju Majalengka “Makmur”

Sinergi Menuju Majalengka “Makmur”

Oleh: Drs H Engkoy Yazidullah MPdI   Sinergitas ulama, umara dan masyarakat merupakan motor penggerak pembangunan umat, bangsa dan negara. MOMENTUM Ramadan yang penuh berkah, ampunan dengan jaminan Itqun minannar tidak disia-siakan ulama, umara dan masyarakat Kabupaten Majalengka. Buktinya, ulama, umara dan masyarakat Kabupaten Majalengka selaku pengawal kebijakan dan pemegang amanah serta pelaku pembangunan dengan gigih berkiprah menjaga sinergitas dalam berbagai kegiatan dan pembangunan menuju Majalengka “Makmur”. Tidak Ketinggalan di bulan Ramadan tahun ini sinergitas ulama, umara dan masyarakat Kabupaten Majalengka terus dibenahi melalui kegitan berbuka puasa dan salat tarawih bersama serta kegiatan sosial lainya secara intensif dan terprogram dipusatkan di kecamatan-kecamatan tertentu yang menjadi perwakilan wilayahnya. Alhasil dapat kita banggakan; Kabupaten Majalengka yang kita kenal dengan julukan Kota Angin sekarang tidak menutup kemungkinan satu sampai lima tahun ke depan akan berubah wajah menjadi kota indrustri dan tidak mustahil menjadi kota mentropolitan, kenapa tidak? Sebab kenyataannya pembangunan infrastruktur dan industri, terutama di wilayah Kabupaten Majalengka bagian utara pesat sekali. Ditandai dengan berdirinya berbagai pabrik indrustri di sana-sini. Antara jalur Kadipaten-Parapatan Panjalin dikikis habis oleh mega proyek industri. Jalur Cigasong-Jatiwangi juga berdiri pabrik indrustri menyaingi pabrik genting. Tak ketinggalan jalan tol Cipali, menyusul pembangunan Bandara Internasional serta jalan tol Cileunyi Dawuan Kertajati (Cidati). Pembangunan SDM dan bidang sosial politik juga tidak luput dari perhatian seluruh lapisan dan kalangan. Karena itu suatu keniscayaan dalam upaya mewujudkan Kabupaten Majalengka “Makmur”, sinergitas ulama, umara dan masyarakat tidak boleh terlepas dari pengawalan. Dalam kitab Durro-tun Nasihin (Mutiara Nasihat) yang ditulis Syekh Utsman bin Hasan bin Ahmad asy-Syakir al-Khaubury, dijelaskan, bahwasannya peradaban umat, bangsa dan negara di dunia ini akan tegak, kuat dan sejahtera, manakala di dalamnya ditopang dengan empat pilar yang satu sama lainnya saling menguatkan (bersinergi). Pertama, dengan ilmunya para ulama. Para ulama bagaikan lentera penerang dalam kegelapan dan menara kebaikan. Juga pemimpin yang membawa petunjuk dengan ilmunya. Mereka mencapai kedudukan al-Akhyar (orang-orang yang penuh dengan kebaikan) serta derajat orang-orang yang bertakwa. Abu al-Aswad al-Duwaly melukiskan, \"jika para pemimpin adalah penguasa bagi sekalian manusia, maka para ulama adalah penguasa yang mengatur para pemimpin (umara) dengan Ilmunya.\"  Oleh karena itu, tidaklah aneh kalau Allah Swt memosisikan ulama di atas rata-rata manusia pada umumnya. Allah Swt berfirman, \"Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedangkan ia takut kepada azab akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah, adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesunggubnya orang yang berakhlaklah yang dapat menerima pelajaran.\" (QS. Az-Zumar:9) Kedua, dengan adilnya para umara (penguasa). Nabi Musa As pernah bertanya kepada Allah SWT, \"Ya Allah, siapakah di antara hamba-Mu orang yang paling adil?\" Allah Swt menjawab, \"Wahai Musa, di antara hamba-Ku orang yang paling adil adalah pemimpin yang memperlakukan umatnya (rakyat)-nya persis seperti memperlakukan kepada keluarganya sendiri.\" Syekh Ahmad Musthafa al-Marogi di dalam tafsirnya yang sangat fenomenal, tafsir al-Marogi jilid 2, halaman 166-167 menjelaskan, apa yang dimaksud dengan umara. Menurutnya, para hakim, jaksa, penasihat hukum, dan pengacara, hendaklah mereka berlaku adil dan amanah. Sekali mereka memperjualbelikan perkara, umatlah yang menjadi korbannya. Dan keberkahan hidup tidak akan tampak di muka bumi. Para ilmuwan dan cendekiawan, hendaklah mereka mengamalkan ilmunya untuk kemajuan dan kebaikan umatnya. Pihak keamanan (TNI dan Polri), hendaklah mereka menjadi pelindung, pelayan, dan pengayom masyarakat atau umatnya. Para pemimpin pemerintahan, pimpinan partai dan pimpinan organisasi kemasyarakatan, hendaklah mereka berjuang untuk kesejahteraan dan kemakmuran umatnya. Ketiga, dengan dermawannya kaum aghniya (orang kaya). Umat, bangsa dan negara  ini akan damai, makmur, dan sejahtera, manakala kaum aghniya-nya dermawan, mau berbagi membantu saudaranya yang membutuhkan. Allah Swt berfirman, \"... agar kekayaan tidak hanya beredar di antara orang kaya di antaramu.\" (QS. Al-Hasyr: 7) Cukuplah sebuah bencana, ketika kepedulian telah mati rasa. Setiap diri tidak lagi peduli, terhadap apa yang sedang terjadi di sekelilingnya. Tidak lagi peduli terhadap keluarganya, tidak lagi peduli terhadap tetangganya, tidak lagi peduli terhadap umat, masyarakat dan bangsanya. Perhatikan peringatan Nabi Saw, “Cukuplah dosa bagi seseorang, ketika ia menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggung jawabnya.” (HR. Hakim dalam kitab al Mustadrak lisshihain dari sahabat Abdullah bin Amr bin Ash, No 1.448). Keempat, dengan doanya kaum duafa. Mereka akan berdoa kepada Tuhannya demi kemajuan pemimpinnya. Rasulullah Saw bersabda, \"Tidaklah termasuk orang beriman, yakni orang yang setiap hari perutnya kenyang sementara tetangganya kelaparan.” (HR. Imam Buchari). Empat belas abad lalu, Rasulullah Saw telah mengingatkan kita bahwa keempat pilar itu harus bersatu (sinergi), yaitu ulama, umara, aghniya dan duafa. REFLEKSI Proses pembangunan bangsa, sinergi seluruh komponen bangsa penting dikedepankan. Ibarat kapal yang berlabuh, masing-masing penumpang dan anak buah kapalnya harus punya tujuan sama dan cara pengelolaan kapal yang juga sama. Tidak bisa berjalan masing-masing. Dan di antara sinergi yang paling penting adalah sinergi tiga komponen besar. Yaitu ulama, umara dan masyarakat (aghniya dan duafa), dengan kapasitas, kewenangan dan tugasnya masing-masing. Umara menempati garda depan untuk mengurus persoalan teknis kesejahteraan. Ulama bertugas menginjeksi nilai-nilai luhur pada pos-pos moralitas. Sedangkan masyarkat selaku pelaksana kebijakan keduanya. Ulama juga harus peduli pada kebijakan umara, karena inilah tugas “wa tawa shau bi al-haqq. Jika kebijakan umara tidak promasyarakat, maka mendiamkannya tak ubahnya “setan bisu”. Itu sebabnya, sinergi umara, ulama dan masyarakat tidak bisa diabaikan. Karena menjadi kunci terwujudnya Kabupaten Majalengka Maju, Aman, Kondusif, Mandiri, Unggul dan Religius (MAKMUR). (*)   *) Penulis adalah Ketua Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Kabupaten Majalengka. Guru PAI SMAN 1 Jatiwangi/Calon Pengawas PAI.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: