Islam Nusantara yang Berkemajuan

Islam Nusantara yang Berkemajuan

Oleh: Mamang M Haerudin* AGUSTUS 2015 boleh jadi bulan dan tahun yang paling istimewa. Sebab dua organisasi kemasyarakatan (ormas) Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah akan menggelar hajat akbarnya, muktamar, pada bulan ini. NU tidak lama lagi akan menggelar muktamar pada 1-5 Agustus di Jombang. Sementara Muktamar Muhammadiyah akan digelar pada 3-7 Agustus di Makassar. NU mengusung tema “Islam Nusantara” sementara Muhammadiyah “Islam Berkemajuan.” Ini momen paling istimewa sepanjang sejarah perkembangan Islam di negeri Bhinneka Tunggal Ika. Kalau kita kaji lebih mendalam, NU dan Muhammdiyah adalah dua ormas terbesar di negeri ini. Keduanya lahir dari rahim tradisi Nusantara. Yang sama-sama mengusung gagasan dan gerakan keislaman sekaligus keindonesiaan. KH Hasyim Asy’ari dan KH Ahmad Dahlan ada sahabat belajar seperjuangan yang telah berhasil mewariskan corak keislaman sekaligus keindonesiaan yang indah dan menawan. Ahmad Syafii Maarif dalam bukunya Indonesia dalam Bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaan, menyatakan istilah Nusantara berasal dari dua kata: nusa dan antara, dibaca Nusantara, huruf a dibuang satu, sebuah kaidah yang umum dalam bahasa Indonesia. Nusa (bahasa Sansakerta/bahasa Kawi) berarti pulau, tanah air. Antara berarti jarak, sela, selang, di tengah-tengah dua benda. Nusantara adalah pulau-pulau yang terletak antara benua Asia dan Australia, diapit oleh dua lautan, lautan India dan Pasifik. Sejurus dengan itu, Said Aqil Siraj menegaskan, Islam Nusantara adalah Islam yang berakulturasi dengan budaya. Sebab, ketika Islam datang banyak budaya dan tradisi yang sedang berkembang di Indonesia. Tradisi itulah yang tidak bisa dipisahkan dengan perkembangan Islam. Ada budaya yang diberi nilai-nilai Islam untuk sarana dakwah. Inilah kiranya mengapa NU mengusung tema “Islam Nusantara”. Ia adalah penegasan yang ditujukan kepada kita para penghuni bangsa ini untuk kembali kepada tradisi dan sejarah Nusantara. NU ingin menegaskan kalau Indonesia itu negeri Nusantara di mana lebih dari 17.000 pulau terbentang luas. Nusantara dihuni oleh beragam etnis, suku, budaya, bahasa, agama dan lainnya. Keberagaman yang sangat indah dalam bingkai Nusantara. Dan kita, sebagai pewaris—anak-cucu—nya diimbau untuk dapat menjaga kelestarian dan keutuhan Nusantara tanpa harus mengenyampingkan identitas sosial yang berbeda satu sama lain. Keindahan dan kekayaan Nusantara adalah anugerah Allah Swt yang tak terkira. Sudah sepatutnya, kita, masyarakat bangsa mensyukurinya. Dengan komitmen Nusantara, itu artinya kita harus melangkah dengan arif sembari membuang jauh egoisme subkultur, parokialisme, kepongahan daerah, kepentingan sesaat dan pragmatisme politik yang tuna-nilai. Kita harus tetap kuat dan bersatu meski dalam keberagaman dan perbedaan. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika, adalah puncak dari komitmen kita untuk menjaga Nusantara dari keterpecah-belahan dan angkara murka. Abdul Moqsith Ghazali, salah seorang intelektual muda NU menjelaskan, ide Islam Nusantara datang bukan untuk mengubah doktrin Islam. Ia hanya ingin mencari cara bagaimana melabuhkan Islam dalam konteks budaya masyarakat yang beragam. Upaya itu dalam ushul fikih disebut tahqiq al-manath yang dalam praktiknya bisa berbentuk mashlahah mursalah, istihsan dan `urf. Semantara Najib Burhani, salah seorang intelektual muda Muhammadiyah menegaskan, Istilah yang dipakai Muhammadiyah awal untuk menyebut dirinya adalah Islam berkemajuan. Pada Muktamar di Jogjakarta 2010, istilah ini lantas dipakai dan dipopulerkan untuk mengidentifikasi karakter keislaman Muhammadiyah. Dalam kaitannya dengan globalisasi, Islam berkemajuan itu sering dimaknai sebagai ”Islam kosmopolitan”. Yakni kesadaran bahwa umat Muhammadiyah adalah bagian dari warga dunia yang memiliki rasa solidaritas kemanusiaan universal dan rasa tanggung jawab kepada sesama manusia tanpa memandang perbedaan dan pemisahan jarak yang bersifat primordial dan konvensional. Islam Nusantara adalah Islam kita, bukan Islam Arab, bukan Islam Barat dan lain sebagainya. Islam Nusantara adalah akulturasi antara nilai-nilai keislaman dan nilai-nilai luhur budaya. Fakta sejarah paling nyata adalah sejarah dakwah Wali Songo yang telah berhasil membumikan Islam dengan metode (wajah) Nusantara, dengan pendekatan lokal dan nilai-nilai tradisi masyarakat setempat. Islam Nusantara sepenuhnya merupakan Islam yang ramah, bersahabat dengan semua kalangan tanpa pandang identitas sosial. Islam Nusantara ingin menegaskan bahwa Islam itu shalih likulli zamanin wa makanin (kontekstual dengan segala zaman dan tempat). Islam Nusantara adalah penegas bahwa Islam cinta damai, anti kekerasan dan rahmat bagi semesta alam. Walhasil, baik Islam Nusantara NU maupun Islam Berkemajuan Muhammadiyah bertemu pada titik yang subtantif. Yakni mendakwahkan Islam dengan mengedepankan nilai-nilai luhur tradisi keindonesiaan (kenusantaraan). NU mendambakan Islam Nusantara yang berkemajuan, sebagaimana Muhammadiyah mendambakan Islam yang Berkemajuan yang berawal dan kokoh di bumi Nusantara. Wallahu a’lam bis-Shawab. (*) *) Ketua LP3M STID Al-Biruni Cirebon, Khadim al-Ma’had Pesantren Raudlatut Tholibin, Babakan, Ciwaringin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: