Empat Hari Tanpa Daging

Empat Hari Tanpa Daging

Aksi Mogok Jualan sampai Rabu, Cirebon Kena Imbas CIREBON- Kelangkaan daging sapi mulai berimbas ke daerah, termasuk Cirebon. Hal ini terlihat pada aktivitas penjualan daging sapi di kawasan Tengahtani, Kabupaten Cirebon, tadi malam. “Sekarang emang susah cari daging sapi. Ini mulai susah sebelum Lebaran. Harganya juga kita jual sampai Rp100 ribu per kilo,” kata Muhammad Burhanudin, salah seorang pemilik kios daging sapi di Kecamatan Tengahtani. Harga normal, sambung Muhammad Burhanudin, ada di angka Rp80 ribu sampai Rp90 ribu per kilogram. Pasokan daging sapi di Cirebon sendiri berasal dari para peternak asal Jawa Tengah. Setiap hari dia bisa membutuhkan 3 ekor sampai 40 ekor sapi untuk memenuhi pelanggan yang sebagian besar pedagang daging di pasar. Sebenarnya daging sapi impor pun sudah mulai masuk. Hanya saja pembatasan kuota pembelian membuat dirinya kesusahan karena permintaan yang banyak dari konsumen. “Jadi ini kan kuota daging impornya dibatasi, sedangkan sapi lokal tidak mampu mencukupi kebutuhan di dalam negeri. Akibatnya jadi susah stoknya. Otomatis berimbas pada kenaikan harga,” ucapnya. Kesulitan itu pun bertambah, karena sebentar lagi mendekati Idulqurban. Kebutuhan sapi saat Idulqurban akan semakin meningkat, karena sapi juga banyak dibutuhkan.  Sementara itu, isu adanya mogok nasional dari para pedagang, kata Burhan, saat ini masih belum ada. “Sekarang masih pada dagang, belum ada koordinasi sih kalau ada demo mogok. Kita tetap layani dulu soalnya buat langgganan kita,” ungkapnya. Pantauan tadi malam, ada sejumlah kios di Kecamatan Tengahtani yang belum mendapatkan jatah daging sapi dari penjagal. Konsumen daging pun mengantre. Salah satunya Isyadi, warga Dukupuntang. Ia sengaja datang untuk membeli daging sapi buat kebutuhan hajatan. “Biasanya jam 12 malam sudah pada ramai kios-kios, se­karang masih sepi, hanya ada satu kios yang ramai,” ucapnya. Sementara itu, Kustin, pedagang pasar mengaku akibat kelangkaan stok daging membuat harga daging di pasar juga ikut melambung. Ia mengaku menjual kepada konsumen di pasar Rp110 ribu per kilogram. Setiap hari ia bisa memesan 30 kwintal daging untuk dijual di pasar sumber. “Semenjak setelah lebaran harganya masih segitu, kalau sebelumnya kan harganya paling Rp95 ribu per kilo,” sebutnya. Tak hanya itu, kelangkaan daging yang membuat harganya melambung, membuat peda­gang tongseng juga ikut menaik­an harganya. Sukirno, peda­gang tongseng tengah tani, menye­butkan untuk porsi setengah kilogram tongseng awalnya Rp70 ribu. “Sekarang jadi naik Rp75 ribu per kilo,” tukasnya. MOGOK JUALAN Sementara itu, Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI) telah mengimbau anggotanya di wilayah itu untuk melakukan mogok jualan daging sapi sejak Minggu (9/8) hingga Rabu (12/8). Ketua APDI, Asnawi, mengatakan, aksi mogok pedagang ini terjadi di hampir seluruh wilayah Jabodetabek, terutama di kota-kota besar di Jawa Barat dan Banten. Sementara pedagang daging sapi di kota-kota lain di seluruh Indonesia bahkan sudah tidak jualan sejak seminggu yang lalu akibat harga yang terlalu tinggi. “Harga mahal bukan berarti kami untung, tapi memang kulakannya sudah mahal,” ujarnya kemarin. Ia mengatakan, rata-rata kenaikan harga daging di tempat pemotongan hewan atau jagal sebesar Rp2.000 hingga Rp4.000 per kilogram (kg). Sementara harga jual selama ini tidak bisa naik lagi karena telah mencapai di atas Rp120 ribu perkilogram. “Kalau kita jual mahal sampai Rp130 ribu perkilogram tidak akan laku. Ya bagaimana kita mau jualan kalau untungnya sedikit sekali,” lanjutnya. Ia meminta agar pemerintah segera mengambil sikap meng­atasi persoalan ini. Menurutnya, pemerintah dan semua pihak harus duduk bersama dan menghitung ulang kebutuhan serta ketersediaan pasokan sapi nasional. Sebab berita yang ada masih simpang siur antara kesiapan peternakan lokal dengan kenyatan di lapangan. “Kalau memang pasokan daging kurang, maka bisa dibuka kembali impor,” sebutnya. Menurut dia, harga jual daging sapi di pasaran cenderung terus naik setelah pemerintah mengumumkan hanya akan mengimpor sebanyak 50 ribu sapi di kuartal II tahun ini. Menurut APDI, pemberian izin impor sebesar 50 ribu ekor sapi itu sangat jauh dari kebutuhan. Sebelumnya, importir mengajukan kuota impor sebesar 250 ribu ekor.”Kita berharap demo ini bisa membuat pemerintah mengubah kebijakannya,” kata dia. Menteri Perdagangan Rahmat Gobel yang dikonfirmasi mengenai hal itu mengaku sedang mengkaji soal penambah­an izin impor sapi untuk kuartal III tahun ini. Dia mengaku izin yang dikeluarkan sebelumnya memang belum banyak. “Yang (izin impor) 50 ribu ekor sapi itu adalah untuk yang tahap pertama saja di kuartal sekarang ini (kuartal III). Bukan berarti kita menurunkan kuota, bisa saja lebih nanti,” katanya. Menurut perkiraannya, perkiraan kebutuhan impor sapi di kuartal III sekitar 200 ribu ekor awalnya. Namun, saat ini pemerintah tengah melakukan evaluasi ketersedian stok sapi di dalam negeri, baik dari sisi besaran kebutuhan dan kesiapan peternak lokal. “Ini sedang dilakukan evaluasi, terkait pasokan dalam negeri. Pemerintah hanya akan mengeluarkan izin impor kalau sesuai kebutuhan,” sebutnya. Keputusan hanya membuka kran impor 50 ribu ekor sapi di kuartal III karena sebelumnya pemerintah mendapat laporan kalau sapi dari Nusa Tenggara Timur (NTT) selama ini tidak laku karena banyaknya sapi impor yang didatangkan dari Australia. “Kemarin kita dikasih tahu pada waktu kita mau impor (sapi) dibilang sapi dari NTT (Nusa Tenggara Timur) tidak bisa dijual karena nggak ada pasar,” ungkapnya. Hal itu menjadi masukan dan harus dipertimbangkan pemerintah. Apalagi kuota impor yang diberikan sepanjang semester pertama tahun ini tidak mampu menekan harga daging sapi di pasaran. Pihaknya menduga masih ada stok sapi impor yang belum dilepas ke pasaran oleh importir. “Kita akan selidiki itu, apakah semuanya sudah sampai ke pasar atau belum. Kita masih harus melakukan evaluasi menyeluruh,” tukasnya. Rachmat menjelaskan, kebijakan impor dilakukan untuk menjaga stabilitas pasokan dan menekan harga yang diterima oleh masyarakat. Apabila persediaan di dalam negeri mencukupi, kebijakan impor bukanlah suatu keharusan bagi pemerintah. “Semangat kita adalah mengutamakan produksi dalam negeri, kalau memang cukup seharusnya kita pakai yang ada, tidak perlu impor,” tegasnya. Sementara itu, Badan Urusan Logistik (Bulog) langsung bergerak cepat mengantisipasi kekurangan pakan daging sapi di pasaran akibat aksi mogok yang dilakukan penjual. Direktur Pengadaan Bulog, Wahyu mengata­kan, pihaknya sudah meng­antisipasi aksi protes pedagang daging dengan melaku­kan operasi pasar di bebera­pa lokasi. “Operasi pasar di Jakarta tiga titik, Bandung tiga titik dan Serang dua titik,” ungkapnya. Pada hari Minggu (9/8) Bulog baru menggelar operasi pasar di Bandung dengan volume sebanyak 7,5 ton daging. Sementara OP daging sapi di Jakarta dan Serang rencananya akan dilakukan hari ini. Wahyu mengaku menyiapkan volume daging yang cukup untuk memasok daerah-daerah itu.”Tiga daerah ini yang cukup rawan, daerah lain kemungkinan masih ada yang sembelih sapi,” tuturnya. Dalam operasi pasar tersebut, Bulog menjual daging sapi jauh lebih murah dari harga pasar yaitu Rp90.000 per kilogram. (jml/wir/gen)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: