Hujan dan Antisipasi Bencana

Hujan dan Antisipasi Bencana

Oleh: Wahyudi* AIR yang berasal dari hujan adalah kekuatan kehidupan. Dengan masih adanya hujan, selama itu pula kehidupan masih berdetak. Untuk itu kita patut bersuka cita dan bersyukur kepada Yang Maha Kuasa. Bumi Indonesia yang sebelumnya dibuat genting oleh kekeringan yang berkepanjangan, kini atas kemurahan Yang Maha Kuasa bumi Indonesia telah kembali diguyur air hujan yang mendatangkan harapan hidup bagi seluruh mahluk di bumi ini. Datangnya hujan juga sebagai penolong atas kebakaran hutan di Kalimantan dan Sumatera yang sudah empat bulan lebih lamanya tak kunjung teratasi, manusia tak kuasa memadamkan api yang terus melebar dan manyala. Kebakaran hutan dan lahan di Sumatera dan Kalimantan adalah bencana tahunan yang menjadi derita dan menodai hak manusia untuk hidup aman dan nyaman. Kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan itu sering terjadi akibat keserakahan mahluk manusia. Manusia jenis ini dengan sekehendak nafsu mebabat dan mengkonversi hutan demi keuntungan ekonomi pribadi semata. Tanpa memikirkan dampak yang merugikan lingkungan dan jutaan jiwa manusia. Ketika kemarau datang, tiada lagi kekuatan yang kuasa menahan laju api yang melalap lahan dan hutan hingga terjadilah kebakaran. Perbuatan manusia yang melukai alam hingga menjadi rusak dan porak poranda dengan tanpa pertanggungjawaban yang berarti justru alam sendiri yang menolong manusia dari dera kabut asap yang mencekam. Hujan sebagai mekanisme kemurahan alam terhadap manusia telah mengakhiri derita kemanusiaan dari kabut asap akibat jahatnya manusia. Kadatangan hujan pada bulan November ini juga telah memberi jawaban atas spekulasi impor beras yang hendak diputuskan Presiden Jokowi. Kepastian impor beras yang akan dilakukan presiden Jokowi itu akan ditentukan jika pada pekan ke-3 dan 4 bulan Oktober 2015 lalu masih terjadi kekeringan. Namun, sesungguhnya hujan telah mampu menahan Presiden Jokowi untuk tidak mengimpor beras dari Thailand dan Vietnam. Lagi-lagi petani kita patut bersyukur, hujan telah mendatangkan harapan hidup bagi para petani dan seluruh rakyat Indonesia yang mengonsumsi beras hingga 81,1 persen tiap tahunnya. Kedatangan hujan juga ditunggu oleh seluruh rakyat Indonesia yang sudah lama didera kemarau panjang. Kita menggantungkan harapan pada datangnya hujan. Musim kemarau panjang tahun ini membuat hampir seluruh wilayah bumi Indonesia kering kerontang, terjadinya krisis air di sejumlah daerah telah menyengsarakan penduduknya. Pada saat kemarau dan kekeringan itu, bumi seakan stagnan, seperti tidak ada kehidupan, semua mati, tidak ada rumput dan daun yang tumbuh hijau, tidak ada air yang mengalir di sungai-sungai. Datangnya hujan tidak hanya sekedar sebagai penolong yang menaklukan kebakaran hutan dan lahan. Kedatangan hujan di penghujung tahun ini telah menyirami tanah menjadi basah dan hidup kemali, krisis air seakan terjawab sudah dan berakhir. Oleh karena itu, kita seharusnya patut bersyukur atas datangnya hujan di penghujung tahun 2015 ini dengan penuh rasa suka cita. Gemericiknya suara hujan yang menyirami tanah, pepohonan dan segala apa yang ada di bumi sesungguhnya menjadi pertanda bahwa kehidupan masih terus berlangsung. Dengan masih terus berlangsugnya kehidupan di bumi Indonesia ini juga menjadi pertanda bahwa masih banyak pristiwa yang sedang dan akan berlangsung di negeri dengan 17 belas ribu pulau lebih ini. Salah satu pristiwa yang sangat menarik dan tak terpisahkan dari negeri ini adalah pristiwa bencana alam. Kadang dunia berkata bahwa negeri kita sering disebut sebagai negeri bencana. Kita tahu, bahwa di negeri ini hujan tidak hanya sumber kehidupan dan pengharapan, tetapi juga hujan bisa menjadi malapetaka dan sumber kematian. Hujan kerap kali menyebabkan banjir dan longsor yang memakan korab jiwa. Dengan tanpa mau instopeksi diri kadangkala kita kesal dan mengutuk hujan yang mendatangkan bencana. Memaki dan mencibir alam menjadi kilah kita ketika sesugguhnya bangsa ini belum mampu mengelola alam. Ketidak mampuan kita dalam mengelola alam sesungguhnya menjadi sumber bencana itu sendiri. Sehingga kedatangan hujan dan kemarau di Negeri ini selalu menjadi problem kehidupan akibat keterbatasan kemampuan kita dalam mengelola lingkungan dan alam. Karena itu, bila hujan pada hakikatnya ialah sumber kehidupan, di negeri ini ia bisa menjadi penyebab kematian. Bencana hanya berubah wajah. Musim kemarau kebakaran lahan dan hutan, musim hujan kebanjiran. Di sinilah sesungguhnya tugas Negara, dengan segala potensi yang dimiliki, adalah tugas Negara menciptakan kehidupan yang aman dan nyaman. Bagaimana agar rakyat menyambut hujan dengan tidak adanya kekhawatiran, tetapi disambut dengan penuh syukur. Rakyat dapat bersyukur dan tenang menyambut hujan jika negara mampu mengelola air hujan sehingga tidak menimbulkan bencana. Bagaimana seperti yang sudah dilakukan oleh negara-negara maju. Untuk menghindari hujan menjadi bencana negara harus melakukan gerakan mitigasi bencana dan menerapkan kebijakan penyerapan air hujan kedalam bumi. Di sisi lain negara juga harus komitmen dan serius melakukan penegakan hukum kepada mereka pelanggar alam. Kita harus mengatakan kebakaran hutan, banjir dan longsor ialah bencana yang disebabkan manusia dan ketidakmampuan kita mengelola alam. Disinilah kita harus mau mengatakan bahwa bencana banjir, lonsor dan kebakaran hutan bukanlah akibat “alam yang jahat”. *) Penulis adalah Pengurus Yayasan Wakaf Manba’ul ‘Ulum Cirebon.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: