Dahsyatnya Doa Ibu

Dahsyatnya Doa Ibu

Refleksi Hari Ibu PADA suatu hari, ketika seorang ibu menyaksikan sendiri perilaku buruk anaknya, di penghujung malam ia berdoa mengharap dan memohon sepenuh hati kepada Allah SWT. Semoga Dia memberi hidayah kepada buah hati dan tumpuan harapannya agar menjadi orang yang berguna untuknya di dunia dan di akhirat. Di tengah keheningan malam, bersama guliran detik, doa-doa itu dipanjatkan, hingga tak terasa adzan Subuh telah dikumandangkan. Namun, tatkala muadzin mengumandangkan ”ash-salatu khairum minan-naum” salat lebih baik daripada tidur, tiba-tiba terdengar suara kaki yang turun dari lantai atas. Sedikit demi sedikit suara itu semakin mendekat menuju arah kamarnya. Perlahan si ibu mengangkat kepalanya dan ternyata suara itu adalah suara kaki anaknya yang baru saja ia doakan. Ia hanya terdiam ketika melihat basah di tangan anaknya bekas siraman air wudhu. Tanpa bicara, setelah mengecup kepala ibunya, ia langsung pergi untuk melaksanakan salat Subuh. Melihat perubahan itu yang sangat drastis itu, si ibu hanya bisa mengikuti langkah anaknya yang semakin menjauh dari pandangan mata yang berkaca-kaca dan perasaan terharu. Sejak itulah, anak tersebut tidak pernah lagi menampakkan perilaku yang buruk, ia telah menjadi orang saleh yang taat beribadah. Allahu Akbar. Doa adalah kekuatan tersembunyi yang tidak dapat ditangkap oleh akal manusia dan dapat terjadi secara tiba-tiba. Doa juga menjadi salah satu faktor penyebab di balik setiap keberhasilan yang dicapai. Hal ini sudah menjadi bukti sejarah sepanjang masa. Hal itu pula yang penulis rasakan dari kedahsyatan doa seorang ibu. Kisahnya, pada akhir tahun 2007 yang lalu, istri saya menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci. Biaya keberangkatan tersebut diperoleh dari rezeki yang tidak disangka-sangka. Secara hitung-hitungan matematika, gaji kami berdua (sebagai seorang guru swasta) tidaklah cukup untuk membiaya keberangkatan haji. Saat itu, saya memiliki cita-cita untuk menyelesaikan kuliah S-2 sedangkan istri berkeinginan untuk menunaikan ibadah haji. Setiap malam kami selalu berdoa agar keinginan kami tercapai. Ibu pun turut mendoakan kami. Singkat cerita, alhamdulillah, cita-cita kami tersebut akhirnya terlaksana. Istri berangkat haji pada akhir 2007 dan saya pun menyelesaikan kuliah S-2 pada awal 2008. Pada kisah berikutnya, kami bertiga (saya, istri dan ibu) dapat berangkat umrah pada akhir Juni 2010. Hal itu kami lakukan sebagai bentuk birrul walidain terhadap orang tua. Pada awalnya, hanya istri dan ibu yang hendak berangkat umrah, mengingat keterbatasan biaya. Tetapi, tidak disangka-sangka saya pun ikut berangkat umrah. Awal kisah, ketika saya membantu istri dan ibu dalam pembuatan paspor, sekitar pukul 08.00 WIB, ada seorang tamu datang ke rumah. Seperti biasa kami pun ngobrol panjang lebar, termasuk ngobrol tentang rencana keberangkatan istri dan ibu untuk umrah. Tak disangka-sangka, atas izin Allah SWT, tamu tersebut memberikan stimulan kepada saya untuk berangkat umrah menemani istri dan ibu. Subhanallah. Kemudian, di sela-sela kami menyiapkan perbekalan untuk umrah, ibu bercerita sebenarnya beliau selalu berdoa pada setiap malam agar dapat pergi umrah bertiga. Alhamdulillah, doa itu dikabul oleh Allah SWT. Dan, berkat doa ibu pula, saya kemudian dapat pergi haji pada 2011 dan istri pun kini sedang menyelesaikan S2-nya. Itulah kekuatan doa seorang ibu yang kami rasakan. Subhanallah. Oleh karena itu, ketika setiap tanggal 22 Desember diperingati sebagai hari ibu, bagi kami setiap hari adalah hari ibu. (*) *Penulis adalah Dosen Agama Islam Universitas Kuningan, Jawa Barat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: