Dewan Butuh Waktu Dua Bulan Bahas Raperda Retribusi
Dewan Butuh Waktu Dua Bulan Bahas Raperda Retribusi KEJAKSAN – Direktur Pascasarjana Unswagati, Dr Oding Djunaedi mengatakan, Undang-Undang harus menjadi acuan perda. Jika dalam UU sudah disebutkan masa berlaku, berakibat hukum pada perda lama tidak berlaku. Maka, kata Oding, otomatis, pungutan retribusi mestinya tidak lagi berlaku. Dengan kata lain, selama belum ada perda yang sesuai dengan UU baru, mestinya pungutan retribusi dihentikan. Perlu diperhatikan, kata Oding, perda lama masih relevan atau tidak dengan UU No 28 tahun 2009. Jika tidak lagi relevan maka segera diganti dengan perda baru. “Sehingga Perda harus segera menyesuaikan dengan dengan Undang-Undang yang baru,” ucapnya, Minggu (19/2). Meski demikian menurutnya, selama aturan itu tidak bertentangan dengan UU No 28 tahun 2009, dan belum ada perda baru, perda lama masih bisa diberlakukan. Terpisah, Ketua Komisi A DPRD Kota Cirebon, Dardjat Sudradjat mengatakan, pihaknya membutuhkan waktu sekitar dua bulan untuk pembahasan raperda retribusi yang baru disampaikan Pemkot, Kamis (16/2) kemarin. Karena poin-poin retribusi cukup banyak. Terpisah, pengamat kebijakan publik, Drs Moh Taufik Hidayat MSi mengatakan, bila menurut UU No 32 tahun 2004, pemerintah daerah dan DPRD sama-sama berkedudukan sebagai penyelenggara pemerintahan daerah. Meskipun begitu, kata dia, pemkot seharusnya tidak mengabaikan peringatan DPRD. Karena dewan mempunyai fungsi pengawasan. Dia mengatakan, antara pemkot dan DPRD harus ada check and balance agar penyelengaraan pemerintahan berjalan sinergis. Tidak saling menyalahkan dan saling tuding. Sementara, terkait mengenai PAD dari retribusi tak berpayung hukum, Taufik menilai uang yang masuk merupakan PAD ilegal. Karena, saat ini tidak ada perda sebagai dasar legalitasnya. “Karena salah satu asas penyelenggaraan pemerintahan adalah asas kepastian hukum dan asas inilah yang tidak ada dalam pemungutan retribusi oleh pemkot,” sambungnya. Bila dikaitkan dengan UU No 33 Tahun 2004, Taufik mengatakan, PAD memang bersumber dari pajak daerah dan retribusi daerah. Meskipun belum ada payung hukumnya atau perdanya, tetap saja disebut PAD. “Jadi yang saat ini berjalan, memang disebut PAD, tapi tidak ada dasar hukumnya sehingga menjadi PAD ilegal,” tukasnya. (hsn/kmg)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: