Cerita Siswi SMK yang Dijual Germo
Uangnya untuk Biaya Sekolah Pekerja seks komersial (PSK) di Kabupaten Kuningan kian menjamur. Pelakunya bukan sebatas wanita dewasa, tetapi sudah menjarah ke bunga pelajar, atau biasa disebut ABG (anak baru gede). Mereka rela menjual tubuhnya kepada para lelaki hidung belang. Apa motifnya? ------------------------- SEBUTAN kota mati ketika memasuki suasana malam di Kabupaten Kuningan tidak berlaku bagi para PSK. Di kawasan kota, sepintas orang akan berpikir peredaran wanita malam seperti itu tidak ada. Sebab, mereka nyaris tidak pernah terlihat mangkal dipinggir jalanan kota, seperti halnya PSK di kota-kota besar. Terkecuali di kawasan tertentu, seperti kawasan wisata Linggajati dan Sangkanhurip, Kecamatan Cilimus. Mereka umum diketahui mangkal di jalanan. PSK berstatus ABG lebih sulit ditemukan. Apalagi yang masih berstatus pelajar, cenderung lebih tertutup. Akses untuk mengetahuinya pun terbatas. Yang berhasrat harus melalui seorang germo. Modusnya cukup by phone. Tamu tinggal meminta sesuai seleranya, maka sang germo siap mengantarkannya ke hotel. Atau tamu menjemput sendiri di lokasi yang disetujui. Seperti halnya WI (16), pelajar sebuah SMK swasta di Kota Kuda. ABG asal Kecamatan Lebakwangi ini mengaku awalnya diajak main sama temannya ke sebuah kompleks kos-kosan di Kelurahan Ciporang. Sempat curhat terdesak kebutuhan ekonomi, akhirnya ia dikenalkan kepada seorang germo di kosan tersebut. Germo itu akrab disapa bunda. “Tapi dijualin sama bunda gak lama. Aku terus dijualin sama RA (germo lain, red),” tutur WI. Namun tidak seperti teman-temannya, WI hanya mau dibawa tamu pada siang hari, atau setelah pulang sekolah. Menurut pengakuannya, dalam seminggu hanya 2 kali sampai 3 kali menjual diri. Oleh tamu, WI mengaku biasa dibawa ke hotel di kawasan Kramatmulya dan Sangkanhurip. Sekali melayani, WI mendapat uang Rp300 ribu sampai Rp500 ribu, tergantung kebaikan tamu. “Sekali ngelayanin paling juga setengah jam selesai Pak, terus pulang. Aku gak mau sampai nginep segala, nanti dicariin orang tua. Kan orang tua gak tahu,” kata WI. Uang itu diserahin ke germo Rp50 ribu sebagai tips. “Tapi selain tips, seringkali dia (germo, red) juga minta dibeliin ini, dibeliin itu lagi,” tukasnya. Selain terpengaruh ajakan teman, dia mengaku perbuatannya itu karena terdesak kebutuhan ekonomi. Uang yang didapat selalu digunakannya untuk biaya sekolah, membeli buku-buku LKS, beli pulsa dan assesoris. Sebab orang tua hanya bekerja di sebuah terminal, sedangkan ibu hanya ibu rumah tangga. “Ortu juga suka ngasih sih, tapi cuma buat ongkos sekolah aja,” ujar dia. WI menyadari perbuatan buruknya itu. “Kalau udah ngelayanin tamu, aku suka nangis, terus salat. Aku suka mikir, kenapa aku kayak gini,” tanya WI. (tat)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: