Kuwu Ancam Mogok Pungut PBB
Jika Kasus PBB Kuwu Kejuden Dipolitisasi DEPOK – Kuwu Kejuden, H Sukaryadi menilai laporan R Sugiono terhadap dirinya tidak masuk akal. Pasalnya, jika dilihat bukti surat keterangan lunas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dari Desa Kejuden tertanggal 21 Agustus 2010, R Sugiono dibenarkan telah membayar pajak untuk tahun 2007-2009 yang dibayarkan tahun 2009. Namun, Sugiono meminta surat itu pada tahun berikutnya. “Kenapa tidak meminta saat itu saja? Dan kalau dia wajib pajak yang baik, kenapa yang tahun 2011 tidak dibayarkan sekalian,” paparnya saat berkunjung ke Graha Pena, kemarin. Sukaryadi menambahkan, jika masalah kesalahpahaman ini dijadikan rujukan kuwu untuk dituntut bersalah, maka seluruh kuwu di Kabupaten Cirebon akan dianggap bersalah. Padahal, katanya, kuwu sudah melakukan langkah-langkah penagihan yang benar dan membayarkannya pada bank-bank yang dtunjuk Pemerintah Kabupaten Cirebon, yakni bank BRI dan BPR. Dia juga melihat masalah tersebut hanya kesalahpahaman saja. Untuk itu, ketua Forum Komunikasi Kuwu Cirebon (FKKC) ini tidak akan melaporkan kembali warganya yang telah melaporkannya itu. Namun, jika kasusnya dipolitisasi, maka ia dan rekan-rekan kuwu yang tergabung dalam FKKC akan mogok melakukan pemungutan pajak. “Para kuwu sudah mengancam akan demo dengan tidak memungut pajak dari warga. Tapi saya larang, nanti setelah melihat perkembangan kasus saya,” tandas Sukaryadi. Sementara itu, berdasarkan data rekapitulasi penerimaan PBB dari Desa Kejuden yang didapatkan Radar dari Dispenda, tahun 2007 Desa Kejuden sudah lunas 100 persen dengan jumlah Rp27.394.090. Sedangkan untuk tahun 2008-2011 belum terealisasi sepenuhnya. Hal ini diakui Sukaryadi. “Memang tahun setelahnya belum lunas 100 persen,” tuturnya. Saat koran ini meminta keterangan Kepala Seksi Pengolahan Data dan Informasi Kantor Pajak Pratama (KPP) Cirebon, Friday Glorianto menjelaskan bahwa Surat Tanda Terima Sementara (STTS) pasti dikirimkan ke bank yang ditunjuk. Untuk Kabupaten Cirebon, hanya BRI dan BPR saja yang bisa menerima pembayaran pajak tersebut. “Kita kasih rangkap tiga. Satu untuk wajib pajak, satu untuk bank, satu untuk kantor pajak,” ungkapnya sambil menunjukkan contoh STTS di kantor KPP. “Kalau sudah bayar, biasanya dicap oleh petugas bank, Kalau belum bayar, biasanya STTS tidak diserahkan ke wajib pajak,” tambahnya. Selain itu, menurut dia ada kemungkinan STTS untuk wajib diserahkan kepada desa dan dibayarkan kolektif oleh desa. Jika hal ini terjadi, ada kemungkinan STTS itu tidak distempel oleh bank. Namun, jika pemdes mengeluarkan surat keterangan lunas, berarti uang pajak tersebut sudah diterima pihak desa. “Saya belum bisa menyimpulkan tentang kasus itu (Kuwu Kejuden). Namun apa yang saya sampaikan itu prosedur yg berlaku di sini,” kata pria yang akrab disapa Dede. Ia menjamin KPP Pratama tidak bermain-main dengan hal itu. Sebagai kantor pelayanan pajak, KPP Pratama hanya membuat prosedur, dan uang dibayarkan di bank yang ditunjuk. “Kalau di kabupaten, bayar di BRI dan BPR bisa. Kalau di kota di BRI dan Bank Jabar,” ungkapnya. (ysf)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: