Di Kuningan 32.118 Orang Menganggur
KUNINGAN – Tingkat pengangguran di Kabupaten Kuningan rupanya masih tinggi. Kendati Pemkab Kuningan telah berusaha sekuat tenaga mengentaskannya, namun angka pengangguran terbuka masih mencapai 32.118 jiwa. Data ini berdasarkan hasil survei angkatan kerja nasional 2015. Menurut hasil survei tersebut, dari angka sebanyak 32.118 jiwa ini, terbagi dalam perkotaan dan pedesaan. Pengangguran di perkotaan mencapai 14.998 orang, sedangkan di pedesaan sebesar 17.120 orang. Berdasarkan latarbelakang pendidikan, pengangguran lulusan SD sederajat tercatat sebanyak 9.225 orang. Untuk lulusan SMP sederajat sebesar 9.857 orang. Paling besar pengangguran lulusan SMA sederajat yang mencapai 11.705 orang. Bahkan terdapat pula pengangguran jebolan perguruan tinggi sebanyak 1.331 orang. Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja (Dinsosnaker) Kuningan, Drs H Dadang Supardan MSi melalui Kabid Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja (PPTK), Drs Gunarto MSi mengiyakan data tersebut. Dia menyebut, warga yang sedang mencari pekerjaan sebanyak 24.817 jiwa. Kemudian, mereka yang sedang persiapan membuka usaha setelah mendapatkan pelatihan sebanyak 410 orang. “Ada yang merasa tidak akan punya pekerjaan karena faktor usia atau faktor tertentu, angkanya mencapai 5.230 orang. Terdapat pula orang yang sudah punya pekerjaan namun merasa belum puas atau belum pas atas pekerjaan yang digelutinya. Dengan kata lain merasa tidak sesuai profesinya, sebanyak 1.631 orang,” sebutnya. Kuningan sendiri, kata Gunarto, memiliki 695 perusahaan kategori menengah ke bawah yang mampu menyerap tenaga kerja. Hanya saja, daya tampungnya masih terbatas yakni sebanyak 4.091 orang untuk keseluruan perusahaan. Jika dirata-ratakan, tiap perusahaan mampu menyerap sekitar 35 orang. “Target kami tiap tahun minimal harus mampu mengentaskan angka pengangguran sebanyak 9.000 orang. Caranya dengan membuka bursa kerja lewat program Job Fair, bekerja sama dengan BKK (Bursa Kerja Khusus) SMK-SMK, serta berbagai langkah lainnya. Namun pada 2015 kemarin, hanya mampu menyalurkan sekitar 3.500 orang saja,” akunya. Gunarto memaparkan beberapa kendala pencapaian target pengentasan angka pengangguran. Komitmen sebagai kabupaten konservasi, misalnya, tidak mungkin memunculkan sejumlah industri besar di Kuningan. Selain itu, ternyata masyarakat kurang berminat ke luar negeri, khususnya ke negara-negara Asia. “Kebanyakan mereka tertarik hanya antarprovinsi saja. Sehingga solusinya itu transmigrasi. Kita juga terus berusaha untuk mencari chanel pituin Kuningan di luar kota agar dapat menerima tenaga kerja. Langkah lainnya dilakukan dengan cara program padat karya meskipun tidak menuntaskan persoalan mengingat padat karya hanya bersifat sementara,” ungkap birokrat yang baru menjabat sekitar setahun itu. Gunarto menyadari, tanggungjawab pengentasan angka pengangguran ini membutuhkan sinergitas SKPD terkait. Tak heran jika Bupati Hj Utje Ch Suganda MAP mengeluarkan SK tentang Pembentukan Tim Penyusun Perencanaan Tenaga Kerja Makro dan Profile Ketenagakerjaan. “Tim bentukan ini bukan hanya dari Dinsosnaker saja, tapi terdiri dari Bappeda, BPS, BPPT, Dinas KUKM, Disperindag, Disdikpora, Apindo, Kadin, KSPSI dan dari perguruan tinggi yakni Uniku,” sebutnya. Di samping upaya-upaya dilakukan oleh Dinsosnaker, UKM-UKM di Kuningan harus tumbuh berkembang. Dengan begitu akan mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang cukup banyak. Disperindag pun perlu melakukan pengawasan produk dan pengemasan dari hulu sampai ke hilir. “Satu contoh, Kuningan kan terkenal peuyeum-nya. Perlu inovasi dalam kemasan. Misal, kemasan yang tadinya ember berwarna hitam jadi ember bening agar lebih menarik minat pembeli. Nah untuk memproduksi ember bening bisa dilakukan pemberdayaan sehingga dilakukan oleh orang Kuningan sendiri,” tutur Gunarto. Namun untuk memproduksi ember bening secara otomatis dibutuhkan pabrik. Ini kembali lagi pada kebijakan konservasi. Ini juga membutuhkan perijinan yang memudahkan dimana sudah menjadi tupoksi BPPT. Apabila pelaku usaha merasa terkendala oleh perijinan maka akan menghambat penyerapan tenaga kerja. “Di kita juga sebetulnya ada potensi para pengusaha seperti burjo atau BRI (bubur rokok indomi). Komunitas seperti ini dapat lebih dioptimalkan, misalkan dengan cara mendirikan koperasi sehingga akan mampu menyerap cukup banyak tenaga kerja,” ucapnya. (ded)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: