Warga Losarang Tolak Tempatnya Jadi Sarang PSK

Warga Losarang Tolak Tempatnya Jadi Sarang PSK

LOSARANG – Bumi Wiralodra bebas prostitusi sudah menjadi gerakan sosial masyarakat. Buktinya, dukungan kepada Pemkab Indramayu terhadap rencana penggusuran sarang-sarang maksiat terus mengalir. Dukungan juga datang dari elemen masyarakat di wilayah pantura Kecamatan Losarang. Bahkan di pinggir jalan raya, warga memasang spanduk bertuliskan Kami Masyarakat Losarang Menolak Keras Prostitusi dan Perdagangan Minuman Keras (Miras). Selain di jalur pantura Desa Santing, spanduk berukuran sekitar 3 x 5 meter itu juga dipasang di tepi jalan Desa Muntur. Dua lokasi itu terdapat belasan warung remang-remang (warem) dan rumah yang dijadikan kafe serta terindikasi menjadi kawasan prostitusi terselubung. Mereka berharap cara tersebut dapat menghilangkan kesan negatif yang selama ini menempel pada wilayah pantura Kecamatan Losarang terutama bila berkaitan dengan masalah prostitusi dan miras. “Spanduk ini swadaya masyarakat yang mendukung upaya Pemkab Indramayu dalam mewujudkan daerah bebas prostitusi dan miras,” tegas Drs KH Amin Bay MAg, tokoh ulama setempat kepada Radar, Selasa (12/4). Ikhtiar ini, sambung dia, juga merupakan tindak lanjut pasca sosialisasi yang diadakan Muspika Losarang terhadap puluhan pemilik warem, kafe serta tempat hiburan malam lainnya seperti karaoke, diskotek maupun panti pijat. Dalam sosialisasi itu, para pemilik warem diharuskan menutup tempat usahanya atau mengalihfungsikannya menjadi tempat perdagangan biasa. Bila tak bersedia, maka Satpol PP akan melakukan pembongkaran. Sementara Ketua PK KNPI Losarang, Hendy Effendy menegaskan, seluruh elemen masyarakat menolak keras keberadaan prostitusi. Pihaknya pun mendesak agar Satpol PP tegas menertibkan sarang-sarang maksiat itu. Pasalnya, keberadaan wanita Pekerja Seks Komersial (PSK) dikhawatirkan semakin berkembang menyusul adanya pembongkarangan di kawasan prostitusi pantura Kandanghaur dan Patrol. “Keberadaan kawasan prostitusi di sini sudah menjadi masalah sosial masyarakat, maka gerakan sosialpun dilakukan,” katanya. Saat ini, lanjutnya, persoalan yang paling dirasakan masyarakat adalah keberadaan lokalisasi yang berdekatan dengan lembaga pendidikan dan pemukiman penduduk. Bahkan, berdasarkan hasil survei yang dilakukannya, keberadaan tempat hiburan malam itu tidak hanya berdiri diatas tanah negara, saluran irigasi maupun tepian jalan pantura. Tapi juga dibangun di tanah milik pribadi. Bahkan ada sejumlah warem yang lokasinya berdekatan dengan sekolah dan mendiami tanah milik PT Pertamina. (kho)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: