Tuak Berbelatung, Masih Mau Minum?

Tuak Berbelatung, Masih Mau Minum?

CIREBON – Benda asing tampak bergerak-gerak dalam air tuak berwarnah putih pekat dalam sebuah ember berwarna merah. Benda asing tersebut hanya memunculkan bagian ujungnya saja yang berwarna hitam dan kemudian tenggelam lagi. Rupanya, sesosok benda asing berukuran sekitar dua sampai tiga sentimeter tersebut adalah belatung yang hidup dalam air tuak sitaan anggota Satpol PP Kota Cirebon. Dalam satu ember jumlahnya bisa puluhan ekor, padahal tuak tersebut baru disimpan sekitar tiga bulanan. Berwarna putih pekat, miras jenis tuak mempunyai aroma yang kuat dan menyengat hidung, miras jenis tuak ini naik daun dan marak di Kota Cirebon semenjak Pemerintah Kota Cirebon memberlakukan Perda No 4 Tahun 2013 tentang Pelarangan Peredaran, Penjualan Miras. Di Kota Cirebon, tuak tumbuh subur, bak jamur di musim penghujan, miras jenis ini berkali-kali dirazia, berkali-kali sita, tuak seolah tak pernah habis, benar-benar gak ada matinya. Spot pedagang atau zona merah peredaran tuak untuk wilayah Kota Cirebon ada di wilayah Kecamatan Harjamukti dan Kecamatan Lemahwungkuk. Tuak ini tidak diproduksi di Kota Cirebon melainkan didrop dari luar kota, umumnya, tuak yang saat ini beredar di Kota Cirebon berasal dari Kuningan dan Ajibarang, Banyumas. Kasie PPNS Satpol PP Kota Cirebon Drs Achmad Nadirin saat ditemui Radar kemarin di ruangannya mengatakan bahwa pihaknya kesulitan menertibkan para pedagang tuak. Pasalnya, saat diajukan beberapa kali ditolak oleh pihak kejaksaan dengan dasar bahwa tuak ini adalah minuman tradisional. “Walaupun begitu kita tetap razia karena memang dampak dan efeknya sangat berbahaya,”ujarnya. Baru kemudian saat awal 2016 kemarin, sudah ada hasil uji laboratorium dari BPOM yang menyatakan bahwa tuak mengandung kadar etanol di atas 5 persen. “Hingga kini sudah lebih dari 1.000 liter kita sita, tapi untuk yang masuk ke pengadilan khusus untuk kasus tuak belum ada. Saat ini sudah ada tiga pedagang tuak yang kita BAP, proses pemberkasannya masih berjalan dan mudah-mudahan bisa kita ajukan ke pengadilan,” imbuhnya. Dijelaskan Nadirin, untuk tuak yang pernah di temukan di Kota Cirebon ada beberapa grade, untuk yang paling murah biasa dijual dengan harga Rp5 ribu dan paling mahal bisa sampai harga Rp11 ribu. “Yang paling mahal itu kalau dikocok bisa keluar busa, kalau yang murahan sih gak ada reaksi apa-apa,” paparnya. (dri)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: