Akhir Pekan Rupiah Menguat Tipis, Rp13.169
JAKARTA – Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang terus menunjukkan penguatan tak membuat Bank Indonesia (BI) buru-buru merubah asumsi nilai tukar dalam APBN 2016. Akhir pekan ini, rupiah ditutup di level Rp13.169, menguat tipis dibanding perdagangan sehari sebelumnya (21/4) yang ada di level Rp13.182. Gubernur BI Agus DW Martowardojo mengungkapkan bahwa bank sentral belum membahas rencana perubahan asumsi nilai tukar rupah, meski pemerintah dan parlemen berencana mengamandemen UU APBN 2016 di pertengahan tahun ini. ”Kami belum membicarakan (perubahan asumsi rupiah) di dalam pertemuan koordinasi lengkap,” ujarnya di Jakarta, akhir pekan lalu. Sebagaimana diketahui, Komisi XI dan Badan Anggaran DPR berharap agar pemerintah menyepakati perubahan APBN 2016 selambat-lambatnya Juni tahun ini. Harapan itu sempat disampaikan Anggota Komisi XI DPR Airlangga Hartarto dan Wakil Ketua Banggar DPR Said Abdullah beberapa waktu lalu. Lebih lanjut Agus menjelaskan bahwa pada dasarnya, pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS sudah menunjukan tren penguatan. “Sekarang ini rupiah ditutup 13.150. Menunjukan ada penguatan dan penguatan itu lebih dikarenakan ada dana masuk ke Indonesia yang cukup besar,” tuturnya. Mantan menkeu itu merinci, sepanjang Januari hingga pekan ketiga April 2016, aliran dana masuk (capital inflow) ke Indonesia mencapai Rp71 triliun atau lebih besar dibanding periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp50 triliun. ”Di Indonesia, kelihatan juga banyak korporasi yang melepas valas, sehingga (rupiah) terjadi penguatan sekitar 3 persen sampai 4 persen. Tetapi, kami melihat ini untuk tetap mewaspadai kondisi dunia,” katanya. Dia juga menambahkan bahwa langkah pemerintah dan DPR yang kini tengah menggodok rencana penerapan pengampunan pajak (tax amnesty) juga bakal membuat kondisi yang baik pada likuiditas dalam negeri. Dengan begitu, akan banyak dana masuk ke sektor perbankan RI dalam jumlah yang cukup banyak.”Di semester II, dengan APBN-P dilakukan dan tax amnesty bisa diwujudkan, tentu akan membuat likuiditas yang lebih besar,” tambahnya. Namun, dia juga terus mengimbau beberapa hal yang masih perlu diwaspadai diantaranya yakni kebijakan bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) yang kembali menaikkan suku bunga acuannya tahun ini. Faktor lainnya yakni harga komoditas yang masih anjlok di dunia. ”Jadi kondisi risk on sedang terjadi dalan seminggu, tentu masih kita harus terus perhatikan ke depan. Tetapi suku bunga The Fed di tahun ini akan naik 25 sampai 50 basis poin,” katanya. (dee)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: