Membuktikan Mandeh Sukses, Lebih Baik dari 1000 Kata Sambutan

Membuktikan Mandeh Sukses, Lebih Baik dari 1000 Kata Sambutan

PADANG – Ada kata-kata sakti yang keluar dari Menpar Arief Yahya saat meninjau ke-4 kali di Kawasan, Mandeh, Pesisir Selatan, Sumatera Barat, Jumat 5 Agustus 2016. Beberapa saat sebelum pembukaan Tour de Singkarak (TdS) 2016 yang diseremonialkan di Solok, Sumbar. “Membuktikan Mandeh sukses, itu lebih baik daripada 1000 kali saya memberi pidato atau ceramah,” jelas Arief Yahya, di depan Bupati Hendrajoni dan Wagub Nasrul Abit di pelataran Mandeh. Karena itulah, Mantan Dirut PT Telkom ini mampir dan memaksa harus menginjakkan kaki secara fisik ke Mandeh, yang positioningnya diproyeksikan sebagai “Raja Ampat”-nya Sumatera. Mobil RI-47 pun menyusuri Teluk Bayur, naik berkelok-kelok ke Pesisir Selatan. Tidak sampai ke Sungai Nyalo ataupun Carocok yang jalan besarnya sedang dibangun oleh PU PR sejauh 24 kilometer. Masih ada satu bottleneck lagi sekitar 48 km. Arief Yahya ingin melihat pembangunan toilet bersih yang sudah dibangun oleh Kemenpar. Bangunan sudah siap, tapi sumber airnya belum permanen. Itu menjadi PR alias pekerjaan rumahnya yang akan segera dikebut. Termasuk meninjau infrastruktur jalan yang yang sedang dibangun oleh Kemen PU PR. “Sudah ada investor dari Dubai Uni Arab Emirate  (UAE) yang tertarik menanamkan modal ke Indoesia,” jelas Arief. Alam Sumatera Barat memang pas untuk wisata halal. Sepanjang perjalan 3 jam dari Padang, hamparan padi menghijau, sungai mengalir jernih, dan buih-buih putih saat alirannya menghantam bebatuan. Pegunungan yang rimbun tertutup pepohonan besar, batang nyiur menyangga kepala berjajar vertical. Langit biru tanpa tak berawan, membuat sejuk di mata. “Saya membayangkan suasana desa zaman dulu, yang alami dan damai. Coba wisman Timur Tengah famtrip ke Tanah Minang? Sudah pasti jatuh cinta dan ingin berlama-lama menikmati hamparan sawah, ladang, sungai mengalir dan kelokan-kelokan alam yang mirip taman raksasa. Saya sudah ke banyak tempat di penjuru negeri, Sumbar punya keunggulan di sini. Lembaga pemeringkat dunia juga selalu menempatkan Indonesia dalam top 20 besar, baik alam maupun budaya. Dan Sumbar punya dua-duanya,” ungkap Arief Yahya. Karena itu, ucap Arief, tidak perlu “maju-mundur” atau “ragu-galau” untuk memutuskan industri apa yang paling cocok buat Sumbar! Pariwisata dan ekonomi kreatif. Revolusi industri itu ada tiga, menurut Alfin Toffler. Gelombang industri agriculture atau pertanian, lalu industri manufacture atau pabrik-mekanisasi, dan level ketiga adalah Teknologi Infermasi (IT). “Saat ini, dan masa depan, kita akan memasuki era ekonomi kreatif, atau crultural industry atau creative economy,” kata Arief Yahya. Pariwisata itu industry kreatif. Industri yang paling mudah dan murah untuk menyumbangkan PDB atau pendapatan per kapita. Industri yang paling besar menghasilkan devisa. Dan menciptakan lapangan pekerjaan. “Kalau kita sudah memutuskan Pariwisata? Maka harus ada CEO Commited, atau keseriusan CEO-nya. Alokasi waktu budget yang signifikan, pilih Kadispar yang terbaik,” kata Arief Yahya, yang diulang lagi saat Pembukaan Tour de Singkarak 2016 di Kab Solok dan dihadiri Gubernur Irwan Prayitno. Arief menegaskan lagi, PDB Pariwisata Indonesia terbesar di ASEAN saat ini. Pertumbuhan PDB di atas rata-rata industry. “Kalau orang spending Rp 100 juta akan menjadi Rp 170 juta. Atau USD 1 M, multiplier effect nya 170%, atau naik 1,7 kali. Sebaliknya, industry otomotif misalnya, kalau beli mobil seharga Rp 100 juta, impact kepada rakyat hanya 0,7 persen. Tidak sampai 100%. Malah rugi. “Setiap PDB naik, maka pendapatan per kapitanya juga akan naik. Itulah yang sering saya sebut dengan mudah, murah, dan menghasilkan devisa,” kata dia. Hal serupa juga terjadi di tenaga kerja. Jumlah pengangguran itu ada 7 juta orang saat ini Pariwisata bisa meng-create job opportunity. “Untuk menciptakan 1 lapangan pekerjaan di pariwisata, cukup dengan modal USD 5000. Sedangkan industry lain, harus menyiapkan USD 100.000, jadi 20 kali lipat. Saya bertanya, industry mana yang bisa menyaingi Pariwisata? Mudah, murah dan cepat,” sebut Arief Yahya yang menyebut kelak kategori industry itu ada dua, pariwisata dan non pariwisata. Bukan lagi migas dan non migas.(*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: