Pelanggaran PPDB Miliki Unsur Pidana

Pelanggaran PPDB Miliki Unsur Pidana

BMPS Kecewa Sikap Wali Kota yang Acuh HARJAMUKTI – Imbas pemaksaan PPDB Online Jilid 2 kian terasa. Pengamat Hukum R Panji Amiarsa SH menilai pelaporan kisruh PPDB Online merupakan pelaporan pidana. Namun, kata dia, perlu diidentifikasi permasalahannya. Sebab, bila hendak ditindaklanjuti maka arah pemeriksaan di antaranya seputar kolusi, nepotisme, dan gratifikasi. Maka pelaporan tersebut sudah sangat kuat. Dan subjek hukum pidana untuk kasus tersebut dapat berupa orang, atau kumpulan orang, atau korporasi. “Kalau lain dari itu, kerangkanya administratif,” kata akademisi Untag Cirebon itu dijumpai di kampus, Kamis (2/8). Sementara, sikap Wali Kota Cirebon, Subardi SPd yang enggan berkomentar terkait persoalan ini menuai kekecewaan Badan Musyawah Perguruan Swasta (BMPS) Kota Cirebon. Ditemui di ruang kerjanya, Ketua BMPS Kota Cirebon, Drs H A Halim Faletehan MM mengatakan, pihak yang bertanggung jawab dalam permasalahan ini adalah wali kota, dinas pendidikan, kepala sekolah dan DPRD Kota Cirebon. Ia sudah melayangkan surat permohonan tindak lanjut penanganan laporan kepada Kejati Jabar, dan Ombudsman Jabar, melalui BMPS Propinsi Jabar, mengenai kecurangan PPDB di Kota Cirebon, yang sampai membuka pendaftaran PPDB Online jilid 2. Pria yang baru kembali dari Bandung tersebut menjelaskan, dilayangkannya tuntutan sebagai aksi terakhir, untuk mengatasi masalah PPDB Online di Kota Cirebon yang kacau. Tapi itu terjadi tidak hanya di Kota Cirebon, terjadi juga di Kota Depok. Pihak Disdik di sana mendapat tekanan berbagai macam pihak, membuat kadisdik Depok mengundurkan diri. “Di sini berani tidak seperti itu,” ujarnya geram. Kekisruhan PPDB di Kota Cirebon sendiri yang disebabkan oleh pemerintah dan DPRD, menurut Halim sudah melanggar PP No 17 tahun 2010, pasal 72 ayat 1 dan ayat 2 juga Pasal 74 ayat 3. Salah satunya mengatakan bahwa pemerintah kota atau kabupaten wajib menyalurkan kelebihan calon peserta didik, sebagaimana dimaksud pada satuan pendidikan dasar lain. Dengan kata lain, apabila ada kelebihan siswa, maka diharapkan wali kota bisa menyalurkan kepada sekolah lain. Baik itu negeri atau swasta yang kekurangan siswa. “Tidak menjadi ditumpuk seperti di SMA 6 atau SMP 6. Ini namanya mematikan swasta dan melanggar perwali juga,” ungkapnya. Ia menilai di Kota Cirebon ini tidak terjadi keadilan antara sekolah swasta dan negeri. Meskipun dalam akreditasi sama-sama meraih A, tapi perhatian pemerintah lebih mengedepankan sekolah negeri. BMPS menurutnya, adalah penggagas pertama yang ingin agar diselenggarakannya pendaftaran PPDB melalui sistem online. Untuk mengantisipasi kecurangan titip-menitip siswa atau penambahan rombongan belajar. “Namun setelah terealisasi, kenyataannya peraturan yang dibuat masih bisa dikacaukan oleh ketua dewan sendiri, ini sudah tidak benar,” tukasnya. Ia menegaskan, BMPS Kota Cirebon pun segera melakukan langkah konkret, dengan mengajukan surat permohonan melalui BMPS Provinsi Jabar, kepada Kajati Jabar dan Ombudsman Jabar, tentang permohonan tindakan dan tindak lanjut atas pelanggaran PPDB tahun pelajaran 2012/2013 di Kota Cirebon. Surat bernomor 86/BMPS/JBR/D/2012, ditandatangani langsung oleh ketua BMPS Jabar, Drs H Achlan Husen, tembusan kepada Jaksa Agung RI, Mendikbud RI, Pengurus BMPS Pusat, gubernur Jabar, Kajari Cirebon dan wali kota Cirebon. “Saat ini kami masih menunggu hasilnya dan tuntutan kepada para pemegang kebijakan tersebut akan terealisasi,” tandasnya. (aff)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: