Jawa Barat di Posisi Ketiga Terbanyak Buta Aksara

Jawa Barat di Posisi Ketiga Terbanyak Buta Aksara

JAKARTA – Jawa Timur masih memegang predikat provinsi dengan jumlah buta aksara terbanyak. Berdasarkan data buta aksara 2015 yang dilansir Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) kemarin (9/9), angka buta aksara di provinsi ini mencapai 5,9 juta. Secara nasional jumlah buta aksara masih mencapai 5.984.075 jiwa. Angka ini menurun dibandingkan dengan jumlah buta aksara pada 2010 yang mencapai 7.752.627 jiwa. Posisi Jawa Timur sebagai provinsi tertinggi angka buta aksaranya disusul Jawa Tengah (943.687 jiwa) dan Jawa Barat (604.378 jiwa). Sementara di tingkat kabupaten, Jember masih memegang rekor angka buta aksara terbanyak dengan jumlah 167.118 jiwa. Kemudian disusul Kabupaten Sumenep (127.408 jiwa), Kabupaten Sampang (121.147), Kabupaten Lombok Tengah (117.247), dan Kabupaten Deiyai, Papua (103.675). Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat (PAUD-Dikmas) Kemendikbud Harris Iskandar menuturkan tingginya buta aksara di Jawa Timur, bukan berarti benar-benar tidak bisa membaca. Masyarakat di Jawa Timur banyak yang jago membaca huruf Arab. “Tapi karena acuan tuna aksara ini membaca huruf latin, maka masuk kategori tuna aksara,” jelasnya di Jakarta kemarin. Harris mengatakan dalam momentum Hari Aksara Internasional (HAI) pemerintah akan terus menekan jumlah buta aksara secara nasional. Menurut Harris keaksaraan adalah masalah lintas sektor, sehingga tidak bisa ditangani oleh Kemendikbud saja. Selain itu dia menegaskan bahwa keaksaraan menurupakan hak asasi manusia. Bahkan dengan kemampuan keaksaraan bisa meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat. Meskipun jumlah buta aksara masih banyak, Harris menjelaskan upaya pemerintah selama ini berbuah positif. Jika ditarik lebih ke belakang lagi, pada 2005 angka buta aksara di Indonesia mencapai 14,89 juta jiwa atau sekitar 9,55 persen dari total populasi. Kemudian sepuluh tahun berselang, pada 2015 angka buta aksara berkurang cukup signifikan tinggal 5,77 juta jiwa. Dia mengatakan ada sejumlah faktor yang menjadi kendala pemberantasan buta aksara. Seperti faktor kemiskinan, lokasi tempat tinggal di pelosok, dan kurangnya motivasi belajar. Untuk mengatasinya harus dengan meningkatkan motivasi belajar. “Kami melibatkan juga unsur masyarakat swasta dan perguruan tinggi,” pungkasnya. Praktisi literasi dari Warung Baca Lebak Wangi, Parung, Bogor, Kiswanti menuturkan pemerintah harus mencanangkan gerakan pemberantasan secara kongkrit. Kemudian gerakan itu harus mengakar dan berjalan sampai lapisan masyarakat paling bawah. Bahkan Jika perlu ada peraturan daerah yang menugaskan RT dan RW untuk mewajibkan setiap rumah tangga memiliki minimal tiga judul buku bacaan. “Orang itu sebenarnya sudah bisa baca SMS dan baca rambu lalu lintas, tingga membaca bukunya,” kata dia. Kiswanti yang memulai praktik literasi dengan perpustakaan keliling berhasil mengajar masyarakat di pinggiran Kab. Bogor untuk gemar membaca. Sampai sekarang perpustakaan yang dia dirikan selalu ramai dikunjungi masyarakat sekitar. (wan)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: