Sejarah Indramayu Belum Dikaji Secara Akademis

Sejarah Indramayu Belum Dikaji Secara Akademis

INDRAMAYU – Perlu ada kajian akademis sejarah lahirnya Indramayu. Hal tersebut  diungkapkan para sejarawan dan budayawan di Kabupaten Indramayu, saat acara Seminar Sehari Cimanuk: Perspektif Arkeologi, Sejarah dan Budaya, di gedung pertemuan Patra Ayu, Bumi Patra Indramayu, Kamis (13/10). “Memang perlu adanya kajian akademis, karena penentuan sejarah Indramayu sebelumnya tidak dilakukan melalui kajian akademis,’’ ujar pemerhati sejarah dan budaya Indramayu yang juga Ketua Lembaga Basa lan Sastra Dermayu, Drs Supali Kasim, Kamis (13/10), usai memberikan materi seminar. Selain Supali, seminar itu juga menghadirkan dua pembicara lainnya, yakni Guru Besar Arkeologi Universitas Indonesia, Agus Aris Munandar, serta pemerhati budaya Indramayu yang juga berprofesi sebagai jurnalis, Agung Nugroho. Supali menilai, penetapan hari jadi Kabupaten Indramayu yang diperingati setiap 7 Oktober tidak memiliki dasar ilmiah. Padahal, penulisan sejarah semestinya melibatkan sejumlah bidang. Yakni ilmu sejarah, filologi dan arkeologi. Selain itu, penulisannya pun harus melalui empat tahapan. Yaitu heuristik (mengumpulkan bahan-bahan di antaranya bisa berupa babad, artefak, naskah, wawancara), kritik (uji dan cek apakah prasasti, dokumen itu asli atau tidak), interpretasi (fakta yang ada dirangkai menjadi bentuk dan struktur logis) dan historiografi. Dikatakan Supali, bahan untuk penulisan sejarah Indramayu yang kini diakui Pemkab Indramayu hanya didasarkan pada satu sumber sekunder, yakni Babad Dermayu. Padahal, babad yang dijadikan dasar dalam penulisan sejarah Indramayu itu ditulis pada 1900-an. Sedangkan peristiwa sesungguhnya terjadi 500 tahun sebelumnya. “Naskah dan artefak yang mengabarkan adanya wilayah Indramayu sebenarnya cukup banyak, baik yang berbentuk manuskrip, berita dari orang asing, dokumen surat maupun artefak bergerak dan tak bergerak,” ujar Supali. Seperti diketahui, panitia peneliti sejarah Indramayu telah menentukan hari jadi Indramayu pada 7 Oktober 1527. DPRD setempat pun telah menyetujuinya melalui pleno pada 24 Januari 1977. Sementara, Agus Aris Munandar mengungkapkan, banyak permasalahan yang berkenaan sejarah Indramayu yang harus dibahas lagi. Di antaranya maslahan yang berkaitan dengan sungai Cimanuk sebagai  fenomena geografis dan konsepsi kebudayaan serta masalah yang terkait dengan tokoh Nyi Endang Darma. “Nyi Endang Darma selama ini dinilai memiliki peran penting dalam pembangunan pemukiman awal di DAS Cimanuk yang kini dikenal sebagai Indramayu,” tutur Agus. Pembicara lainnya, Agung Nugroho mengungkapkan perlunya perubahan paradigma dalam memandang sungai Cimanuk yang membelah kota Indramayu. Dia pun mengajukan tujuh usulan revitalisasi Cimanuk melalui konsep Sapta Karya Mulih Harja Cimanuk. “Intinya, revitalisasi itu merupakan reoirentasi ke abad 15 – 16 saat muara Cimanuk sebagai bandar pelabuhan dan peradaban yang masyhur dan kaya,” ujar Agung. Tujuh usulan revitalisasi itu, yakni menghapus pandangan bahwa Cimanuk yang membelah kota Indramayu sebagai batas psikologis antara desa dan kota dan Cimanuk tidak hanya dimaknai sebagai gejala alam (sungai) dengan fungsi irigasi semata. Selain itu, perlu penataan sepanjang kiri dan kanan sungai sebagai kawasan hijau (paru-paru kota). Kemudian menghidupkan kembali alirannya hingga sampai muara di Laut Jawa, menjadikan Cimanuk sebagai halaman depan peradaban, menjadikan bantaran Cimanuk sebagai etalase kebudayaan Indramayu, dan mengubah paradigma bahwa Cimanuk jangan semata dianggap sebagai symptom (gejala) geografis, tetapi juga sekaligus sebagai symptom estetis.(oet)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: