(1) Green School Bali; Di Tengah Hutan Berbaur Suara Tonggeret

(1) Green School Bali; Di Tengah Hutan Berbaur Suara Tonggeret

John Hardy memutuskan untuk menjelajahi Bali pada awal 2006. Dia menunggang motornya untuk berkeliling ke pelosok Pulau Dewata dengan tujuan memenuhi ambisinya membangun sekolah. Namun, karena yang akan dibangun berbeda dengan sekolah kebanyakan, dia mencari lokasi yang tidak biasa. PRIA  yang membangun bisnis perhiasan di Bali sejak 1975 itu ingin memenuhi ambisi besar tersebut sebelum pensiun sebagai desainer perhiasan. Setelah berkeliling beberapa lama, dia akhirnya menemukan tanah lapang dengan kontur naik turun di Sibang Kaja, Abiansemal, Badung. John pun tertarik dengan tanah yang berimpitan dengan Sungai Ayung itu, lalu memutuskan untuk membelinya. Di atas tanah seluas 4,55 hektare tersebut, John dan istrinya, Cynthia Hardy, mendirikan Green School Bali (GSB) yang fenomenal. Untuk mewujudkan ambisi itu, John rela menjual sebagian saham di brand perhiasan yang didirikannya tersebut. Perjuangan John Hardy itu dikisahkan oleh Leslie Medema, kepala GSB, saat ditemui di kantornya yang berbentuk saung bambu tanpa pintu pada Jumat (7/10). “Well, awalnya juga ada kekecewaan dari John tentang pendidikan yang diterima anaknya saat itu,” ungkap perempuan dari Dakota Selatan, Amerika Serikat, tersebut dengan bahasa Inggris bercampur Indonesia. John dan Cynthia lalu menerjemahkan ide itu menjadi sebuah sekolah yang menghargai keberlangsungan (sustainability), terintegrasi dengan masyarakat, mengajarkan entrepreneurship, dan tanpa sekat. Konsep suami istri dari Kanada yang menetap di Bali sejak 30 tahun lalu itulah yang terlihat di GSB sekarang. Saat menginjakkan kaki di GSB, saya berpikir bahwa sekolah-sekolah alam yang bertebaran di berbagai kota besar di Indonesia tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan sekolah alam di Bali itu. Di sekolah tersebut, para siswa tidak sekadar masuk ke sekolah alam. No, ini beyond sekolah alam. Di GSB, para siswa benar-benar menyatu dengan alam sekitar. Mereka menimba ilmu di sekolah yang didirikan di tengah hutan. Benar-benar hutan. Bahkan, saat berjalan menyusuri jalan setapak di sekolah beralas tanah itu, Anda akan disambut nyaringnya suara tonggeret. Pepohonan dan bambu tumbuh di mana-mana. Semua bangunan sekolah juga dibuat dengan material alami. “Kami ingin anak-anak belajar dari alam dan lingkungan sekitar. Mereka yang menentukan apa yang ingin mereka pelajari,” urai Leslie. (bersambung/dinarsa kurniawan)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: